Kisah dua anak kembar yang terpisahkan karena kedua orangtua yang egois. Mereka tumbuh menjadi dua gadis yang memiliki sifat yang berbeda. Kisah yang membuktikan bahwa keluarga adalah segalanya
Calista menggeram dengan kesal. Entah untuk ke berapa kalinya ia harus masuk ke tempat ini. Tempat yang membuat gendang telinganya seakan mau pecah. Dengan bau asap yang membuat sesak napas di campur bau yang tidak mengenakkan dari keringat orang-orang. Bagi Calista tempat seperti ini bukan tempat yang bisa menenangkan. Tapi, sebaliknya membuat pusing kepala.
Gadis berusia 21 tahun itu mempercepat langkahnya menuju bartender. Dan, di sana ia melihat Elena duduk menelungkup. Calista menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Untung saja, Mami dan Papinya sedang berangkat ke Singapura untuk mengurus bisnis mereka. Jika tidak, Zalina pasti sudah panik.
"Terimakasih sudah menjaga Elena," kata Calista pada Jimmy. Jimmy adalah teman SMA Calista, karena ayahnya meninggal Jimmy berkerja sebagai bartender di sebuah kelab malam. Dan, seperti yang sudah-sudah ia menelepon Calista untuk memberi kabar bahwa Elena mabuk dan tidak bisa pulang.
"Hati-hati, Cal," kata Jimmy. Calista hanya mengangkat jempolnya dan segera memapah Elena keluar.
"Sampai kapan kau mau bersikap kekanakan seperti ini, kak?!" hardik Calista kesal.
"Tau apa kau ini anak kecil..." jawab Elena dengan mata terpejam.
"Usia kita hanya terpaut 10 menit, Kak. Melihat kelakuanmu yang seperti ini, rasanya kau yang lebih kekanak-kanakan dibandingkan diriku," omel Calista lagi. Ia pun segera membawa Elena pulang.
Sesampainya di halaman rumah Damian, Calista langsung memencet bel. Dan, tak lama kemudian Liemey membuka pintu dengan wajah panik.
"Astagfirullah, mabuk lagii...?" tanya Liemey.
"Jimmy meneleponku, Mami. Aku pulang, ya Mami. Krisna dan Arlina hanya bersama Mbak Sutinah dan Laela."
"Arjuna dan Zalina ke mana?"
"Papi dan Mami ke Singapura. Besok mereka baru pulang. Aku pulang dulu ya, Mami, sudah malam."
"Hati-hati mengemudikan mobil, jangan ngebut," kata Liemey. Calista mengangguk dan melambaikan tangan. Ia segera mengemudikan mobilnya pulang.
Sutinah dan Pak Jaya sudah menunggunya di halaman ternyata.
"Duh, ya Allah non. Untung non cepat pulang..." kata Sutinah.
"Kenapa, Mbak, Pak?" tanyanya.
"Non Arlina menangis dan tidak mau tidur lagi, sekarang Laela yang menjaga," kata Sutinah.
Calista mengembuskan napasnya perlahan. "Kirain kenapa, Mbak. Ya udah aku ke kamar Arlina dulu. Krisna tidur?"
"Den Krisna sih jangan di tanya, non," jawab Sutinah. Calista hanya terkikik geli.
Calista pun segera menuju ke kamar si bungsu Arlina. Adiknya ini baru berusia 5 tahun, dan sangat manja. Dia hanya mau tidur bersama Zarlina atau dirinya. Saat membuka pintu ia melihat Arlina masih menangis tersedu-sedu. Dan saat melihatnya gadis kecil itu langsung menghambur dan memeluknya.
"Kakak dari mana...huaaaaa...hhiks...hiks..."
"Kakak pergi sebentar membeli obat. Gigi kakak sakit, dan di rumah tidak ada persediaan obat sakit gigi. Jadi, kakak membelinya sebentar. Kok, adiknya kakak yang cantik ini bangun sih? Ini masih malam, loh."
"Tadi, aku mimpi buruk. Aku takut...aku cari Mami sama Papi nggak ada, Kakak juga nggak ada. Mas Krisna nggak mau bangun," kata Arlina.
"Ya sudah, tidur lagi, ya. Mbak Laela tidur saja lagi. Biar aku yang menjaga Arlina."
"Ya Non, suwun ya Non."
"Sama- sama."
Laela adalah anak dari Sutinah. Saat Ibu Sutinah meninggal dunia, Sutinah meminta izin untuk membawa Laela tinggal bersamanya kepada Zalina. Dan, tentu saja Zalina dan Arjuna mengizinkan. Usia Laela dan Calista tidak jauh beda. Dan, Zalina mendaftarkan Laela ke sekolah yang sama dengan Calista. Bahkan, Laela berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya.
Calista berbaring di samping Arlina dan memeluk gadis kecil itu. Hanya beberapa menit, Arlina pun terlelap kembali. Calista menghela napas panjang, ia meneteskan air matanya. Rasanya baru kemarin Mommy Arista pergi untuk selamanya. Dan, selama itu juga Calista kehilangan kepercayaan pada Daddynya, Damian. Saat dulu Damian meminta ia dan kedua kakaknya tinggal kembali bersama-sama Calista merasa enggan dan memilih tinggal bersama Zalina. Dan, ternyata pilihannya tidak salah.
Damian dan Liemey sering kali bertengkar. Masalahnya selalu sama, Damian terlalu terobsesi pada almarhum Arista. Hingga ia menuntut Liemey untuk menjadi sama seperti Arista. Untung saja Liemey selalu bersabar dan mengalah. Hampir saja mereka bercerai, tapi tepat saat sidang pertama mereka akan di gelar Liemey jatuh pingsan, dan ternyata ia menderita kanker rahim yang menyebabkan rahimnya harus diangkat. Karena hal itulah, Liemey membatalkan keinginannya untuk berpisah dengan Damian. Ia merasa percuma jika ia berpisah pun belum tentu ada lelaki lain yang mau menikah dengannya karena kekurangan yang ia miliki.
Sama-sama memiliki kekurangan, Liemey memilih untuk bertahan. Tapi, ketidak harmonisan rumah tangga mereka berdampak negatif pada Elena dan Dominic. Dominic sendiri memilih untuk tinggal di rumah lama milik mereka. Rumah yang di wariskan oleh almarhum Arista. Dia memilih tinggal di sana hanya bersama asisten rumah tangga. Sebagai seorang Arsitek muda yang cukup kompeten Dominic sudah cukup mapan. Dan, ia memilih untuk mandiri, terpisah dari orang tuanya. Sementara Elena lebih sering pergi ke kelab malam. Menghabiskan waktu untuk bersenang-senang membuat Damian sakit kepala. Mereka pun sering sekali bertengkar. Liemey sendiri sudah angkat tangan menghadapi sifat keras kepala keduanya.
"Mommy, andai saja Mommy ada di sini. Pasti Mommy akan sedih melihat kelakuan kak El sekarang. Daddy benar-benar sakit jiwa. Penyesalannya pada Mommy membuatnya tidak bisa mengontrol emosi bahkan dirinya sendiri. Bahkan dengan tega mengorbankan perasaan banyak orang. Termasuk istri dan anak sendiri," gumam Calista.
Calista sendiri memilih untuk mengikuti jejak Zalina. Ia mengambil kuliah di fakultas hukum. Sifatnya tidak jauh dari Zalina ketika masih gadis. Sedikit angkuh, tidak mudah didekati. Namun, ia memiliki kepedulian sosial yang tinggi pada sesamanya. Ia juga sangat dekat dengan kedua adiknya, Krisna dan juga Arlina. Calista memang sangat mencintai adik-adiknya itu. Meski mereka terlahir dari rahim yang berbeda, bahkan darah yang mengalir dalam tubuh mereka juga berbeda, tapi bagi Calista Zalina dan Arjuna lebih dari Orang tua kandungnya sendiri. Calista pun memutuskan untuk tidur di kamar Arlina. Khawatir gadis kecil itu akan mencarinya dan kembali menangis.
**
Calista bangun agak kesiangan sehingga ia tidak sempat menjalankan ibadah Solat Subuh. Ia melihat Arlina pun masih terlelap. Perlahan ia bangkit dan berjalan keluar kamar. Gadis itu pun langsung berjalan ke ruang makan dan melihat Laela sedang menemani Krisna sarapan.
"Pagi..." sapa Calista dengan suara serak khas bangun tidur. Untung saja ini hari minggu, sehingga ia tidak terburu- buru untuk berangkat ke kampusnya.
"Pagi, Kak. Kok baru bangun?" kata Krisna sambil mengunyah nasi goreng.
"Tidur kakak terlalu nyenyak. Alarm kakak mati, jadi kesiangan deh," jawab Calista. Ia meraih gelas dan meminum segelas air, kemudian menyendokkan nasi goreng ke piring kemudian mulai makan.
Baru beberapa suap tiba-tiba terdengar teriakan dari kamar Arlina.
"Biar saya saja, Non. Non Calista lanjutkan makan aja," kata Laela sambil bangkit dan bergegas menghampiri Arlina di kamarnya.
**