webnovel

SATU KAMAR

Zalina menatap Elena yang tampak bergetar karena sedih. Arasy langsung masuk dan menghampiri, ia menatap Calista dan mengedipkan sebelah matanya. Melihat hal itu, barulah Zalina mengerti bahwa saat ini Calista sedang memancing emosi Elena keluar agar ia bisa merasa lega.

"Kau bisa berkata begitu karena kau masih suci, Cal. Kau tidak lihat aku sekarang? Lihat perutku!"

"Apa saat itu kau melakukan hal itu dengan sengaja? Kau yang menggoda Mike? Kau yang menggodanya dengan membuka seluruh pakaianmu dan menawarkan diri padanya?! Tidak kan? Bahkan kau sendiri tidak sadar kan bahwa kau melakukan apa dan apa saja yang Mike lakukan padamu! Dan, dia sudah mendapatkan hukuman, Elena! Lebih dari sepuluh tahun dia akan membusuk di dalam tahanan. Dan kau seharusnya bisa meneruskan hidupmu dengan baik. Lihat Dody yang menunggu dirimu dengan setia, El! Kau sibuk memikirkan orang yang tidak mencintai dirimu, tapi kau tidak mau memikirkan orang yang sibuk mencintaimu?!" hardik Calista.

"Cukup, Cal! Keluar! Keluar semuanya! Aku mau sendiri!"

"Jangan lari, Elena! Kau pikir sampai kapan kau akan seperti ini?! Tau diri, El!" seru Calista sambil beranjak keluar diikuti oleh Arasy.

Zalina memeluk Elena yang menangis tersedu.

"Mami, apa Mami lelah merawatku?" tanyanya.

"Apa kau lihat Mami lelah?"

"Sebaiknya, nona Elena lebih membuka hati. Tidak semua yang nona takutkan akan menjadi kenyataan," sahut Grace.

"Tolong Mami dan Grace keluar dulu, biarkan aku sendiri, tolong," kata Elena.

Zalina dan Grace pun saling pandang dan segera berjalan keluar.

"Apa tadi itu hanya sekedar terapi untuk membuat nona Elena mengeluarkan emosinya?" tanya Grace.

"Saya juga tidak tau, suster. Itu rencana kakak saya dan saudara kembar Elena rupanya. Kakak saya seorang psikolog juga, suster."

"Ah, saya mengerti."

"Jika saya ingin mengajak keponakan saya pergi keluar apakah kondisi fisiknya memungkinkan, suster?" tanya Arasy.

"Untuk saat ini, nona Elena jauh lebih kuat. Infusnya besok sudah bisa dilepas. Dan, boleh berjalan selama tidak terlalu letih."

"Tidak harus menunggu sampai seminggu bedrest seperti yang dokter sarankan?" tanya Arjuna.

"Tidak, Pak. Tapi, dengan catatan tidak terlalu lelah."

"Jadi, jika kami bawa dengan menggunakan kursi roda tidak masalah,kan?" tanya Arasy lagi.

"Tidak masalah, Bu. Hanya saja ingat, jangan sampai berdiri terlalu lama dan berjalan terlalu jauh apalagi berlari." Arjuna tersenyum, artinya dia bisa melaksanakan apa yang sudah ia rencanakan bersama Dody.

**

"Kita mau ke mana, Mami?" tanya Elena.

"Ke hotel tempat Oma mu menginap. Oma hari ini kurang enak badan. Jadi, kita makan siang bersama di hotel saja. Krisna dan Arlina kan sedang pergi ke Universal studio bersama Tante Arasy dan Om Aruga. Kita temani Oma saja, ya."

"Iya, kasian juga kan Ratu dan Calista jika harus menemani Oma terus. Hari ini, mereka punya acara berdua."

"Memang, mereka berdua mau ke mana sih, Papi?" tanya Elena.

"Jurong Bird Park," jawab Zalina singkat.

Elena hanya menghela napas panjang, dan tidak lagi bertanya. Ia membiarkan Zalina mendorong kursi rodanya perlahan. Zalina dan Arjuna membawa Elena langsung ke restoran terlebih dahulu. Dan ia melihat Khanza sudah duduk menunggu dengan makanan yang sudah tersaji di atas meja di hadapannya.

"Sudah lama menunggu, Bu?" tanya Arjuna.

"Sampai makanan ini siap semua, ayo kita makan siang dulu, Ibu sudah lapar. Ayo Elena, duduk di samping Oma. Ini ada rujak, Oma pesankan rujak ini untukmu karena tadi Oma melihat ada rujak Singapore dalam buku menu. Jadi, Oma pesan."

"Terima kasih banyak, Oma."

"Ada kari dan nasi hainan juga. Ayo kita makan, ya." Mereka makan berempat tanpa Elena sadari bahwa ada sepasang mata yang tengah menatapnya penuh kerinduan.

Setelah selesai makan, Zalina dan Arjuna saling tatap seolah memberikan isyarat.

"El, ada sesuatu yang Mami dan Papi harus bicarakan dengan Oma. Mami antar ke kamar Oma dulu ya," kata Zalina.

"Iya, tidak apa-apa kan, kalau menunggu di kamar Oma? Kau bisa sambil berbaring dan istirahat," kata Arjuna.

"Tidak apa-apa, Mami."

"Ya sudah, Mami antar ya."

Khanza yang memang sudah mengetahui apa rencana yang disusun anak dan menantunya langsung mengulurkan kunci kamar pada Zalina. Zalina hanya tersenyum dan langsung mendorong kursi roda Elena menuju ke kamar.

"Tunggu sebentar ya, El. Mami bicara sebentar di bawah dengan Oma dan Papimu."

"Mami. Hm, aku mau berbaring saja, Mami."

"Iya, Mami bantu ya."

Zalina pun langsung membantu Elena berbaring, dan menyalakan televisi. Kemudian ia pun bergegas keluar. Tepat saat ia keluar, Dody ternyata berdiri di depan pintu. Hampir saja ia berteriak karena terkejut, tapi untung saja Zalina bisa menguasai dirinya.

"Bikin kaget saja, kamu," kata Zalina sedikit berbisik.

"Maaf, Tante. Saya ambil alih dari sini ya, Tante."

"Jangan sampai kebablasan ya. Ingat DOSA!"

"Iya, Tante. Percaya saya."

Zalina pun mengangguk. Sebenarnya ia sedikit ragu dengan rencana yang sudah Arjuna buat. Ia takut Dody tidak bisa mengontrol emosi dan terjadi hal-hal yang justru menjerumuskan keduanya ke dalam dosa. Tapi, Arjuna berulang kali meyakinkan Zalina untuk percaya pada Dody.

Dody pun meraih kunci yang diberikan oleh Zalina dan langsung membuka pintu. Sementara Zalina kembali ke restoran untuk menemui Ibu dan suaminya.

"Dody sudah ke atas, Lin?" tanya Arjuna.

"Sudah, Mas. Tadi bahkan dia sudah masuk. Apa kau yakin, Mas? Aku khawatir Dody malah kebablasan dan mereka melakukan hubungan yang belum halal," kata Zalina.

"Tenang saja, Lin. Aku bisa menilai bagaimana Dody. Aku yakin dia tidak akan berbuat lebih dari apa yang sudah di rencanakan."

"Kau bisa yakin dari mana, Mas? Lelaki itu kan seperti kucing, kadang tidak ada ikan segar ikan asin di depan mata pun diambil dan dimakan. Apalagi ini jelas diberi kesempatan untuk memakan ikan segar."

"Memang Dody itu kucing dan Elena ikan segar?"

"Ini kan perumpamaan, Mas."

"Kalau begitu, aku ini kucing juga?"

"Ya, aku kan bicara tadi, itu hanya perumpamaan."

"Kalau begitu aku ini kucing yang setia. Hanya mau makan satu ikan saja."

"Jadi, maksudmu aku ini ikan?"

"Kau yang bilang, itu hanya perumpamaan, Zalina sayang."

"Astagfirullah, sudah. Ibu pusing mendengar kalian berdebat masalah kucing dan ikan," kata Khanza menahan geli. Membuat sepasang suami istri itu tersipu malu.

Zalina pun langsung memeluk Ibunya dengan erat.

"Maafkan aku, Bu. Mas Juna tuh, nakal."

"Kelakuanmu, Lin, persis anak balita."

"Ibu mau refleksi, Bu? Kata Mas Arjuna kemarin Ibu pegal-pegal. Kita ke tempat refleksi,ya?"

"Terserah kalian saja. Lalu, Dody dan Elena?"

"Dody akan menelepon jika terjadi sesuatu."

"Yakin? Tapi, Ibu juga cemas, Jun."

"Jadi?"

"Lebih baik, Ibu kembali ke kamar saja. Kalian bisa menunggu di kamar Ratu dan Calista kan?"

"Baiklah kalau begitu, kamu antar ke kamar ya, Bu."

Sementara itu, Elena yang baru saja hendak memejamkan mata terkejut karena pintu kamar yang kembali terbuka.

"Mami...?"

**

Chapitre suivant