Laela menatap Calista tak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Maksud Non?"
"Aku tau apa yang sudah terjadi antara kau dengan kakakku."
"Sa-saya..."
"Papi dan Mami pasti setuju jika kak Dom melamarmu, La."
"Saya hanya anak pembantu rumah tangga, Non. Selama ini saya bisa sekolah di kampung karena Ibu yang bekerja pada Mami Non Calista. Bagaimana mungkin saya bisa begitu lancang berani mencintai Mas Dom."
"Memang kau bisa memilih pada siapa kau boleh jatuh cinta?"
"Saya merasa tidak pantas untuk Mas Dom, Non. Nggak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk lancang masuk dalam keluarga Non. Maafkan saya, Non."
Calista menghela napas panjang, ia menatap Laela.
"La, kau tau bagaimana Papi dan Mami. Tidak mungkin mereka akan melarang hubungan kalian."
"Saya malu, Non."
"Lupakan tentang semua itu, sekarang jawab saja pertanyaanku dengan benar. Kau mencintai Kakakku?"
"Itu, sa-saya..."
Calista hanya tersenyum saat melihat wajah Laela yang memerah. Perlahan ia menyesap juice mangganya sampai habis. Lalu gadis itu pun bangkit berdiri.
"Aku sudah tau jawabanmu. Kau mencintai kakakku, kan? Jadi, sekarang terserah kepadamu. Mau jujur pada diri sendiri dan kepada Kakakku atau menyimpan perasaan dan menyiksa dirimu sendiri. Kau tau kan jawabanku? Aku setuju jika kita menjadi ipar. Karena aku tau kau bisa menjadi istri yang baik buat kak Dom."
Calista pun beranjak kembali ke kamarnya. Ia sengaja membiarkan Laela duduk di tepi kolam renang sendiri. Ia ingin Laela mengerti dan menghilangkan perasaan mindernya yang terlalu berlebihan itu. Saat di tangga ia justru berpapasan dengan kakaknya.
"Gadis pujaanmu masih di kolam renang. Awas kalau curi kesempatan dalam kesempitan."
"Astaga, adik durhaka kau ini Cal. Selalu negatif thingking pada kakak sendiri. Kau habis berenang, malam- malam begini?"
"Iya. Memangnya kenapa? Sudah ah aku mau ganti pakaian lalu tidur. Besok jadwal kuliahku padat sampai sore."
Dominic tersenyum kecil melihat sang adik yang langsung masuk ke kamarnya. Dia sendiri tentu saja langsung ke kolam renang untuk menemui Laela. Gadis itu tampak masih duduk termangu di kursi dekat kolam renang. Perlahan, Dominic berjalan menghampiri lalu memeluk Laela dari belakang. Gadis itu terpekik kecil dan langsung menoleh, namun saat ia menoleh tanpa sengaja bibirnya menyentuh pipi Dominic karena wajah Dominic yang memang sedikit membungkuk.
"Hai, cantik."
"Mas, jangan begini. Nanti Ibu dan Bapak liat nggak enak. Apalagi kalau Ibu Sepuh yang liat."
"Biar aja. Siapa tau langsung dinikahkan."
"Aduh,Mas ini."
Dominic melepaskan pelukannya dan duduk di samping Laela. Kemudian ia meraih macaroni schotel yang belum sempat dimakan oleh Calista.
"Kau kenapa?" tanyanya pada Laela.
"Non Calista tadi mengatakan hal yang aneh."
"Bahwa aku mencintaimu? Itu bukan hal yang aneh. Tapi, itu adalah kenyataan. Kau mau menjadi istriku?"
"Mas,kita ini berbeda. Mas ini anak majikanku, sejak aku kecil sekolahku Papi dan Mami Mas yang membayar. Jika Ibu tidak bekerja di sini mana bisa aku sekolah. Lalu, saat aku tiba di sini, Bu Zalina dengan begitu baiknya membiayai kuliahku yang tidak murah. Mana mungkin aku bisa mengkhianati beliau dengan menjadi kekasih putranya."
"Mami dan Papi bukan orang yang picik. Kau sudah lama mengenal mereka, tapi masih saja ragu dengan sifat mereka? Kau ini lucu Laela. Lalu, kau mau menggantung hubungan kita seperti jemuran pakaian, begitu?"
"Saya malu, Mas. Saya hanya gadis desa yang tidak punya apa-apa. Rumah pun saya tidak punya. Dulu, di Solo rumah itu kami jual untuk pengobatan Mbah. Itulah sebabnya saat Mbah meninggal Ibu meminta izin membawa saya ke Jakarta. Kami berhutang budi banyak pada keluarga Mas Dom. Tolong jangan membuat saya merasa berdosa dengan mencintai Mas."
"Jadi, kau juga mencintai aku kan?"
Wajah Laela langsung memerah, ia salah bicara. Secara tidak langsung ia tadi sudah mengakui bahwa ia mencintai Dominic. Perlahan Dominic menggeser duduknya dan merengkuh tubuh Laela ke dalam pelukannya. Ia pun memeluk gadis itu dengan hangat. Tangis Laela pecah dalam pelukan Dominic. Sungguh, ia tidak pernah bermimpi bahwa lelaki tampan anak majikannya ini bisa jatuh cinta kepadanya.
"Aku memintamu untuk menjadi istriku, bukan kekasih. Kau mau?"
"Tapi, Mami dan Papi Mas?"
"Malam ini juga aku akan melamarmu pada Mbak Sutinah. Dan aku nanti akan bicara pada Papi dan Mami. Resepsi kita nanti bisa digabung dengan resepsi pernikahan Elena dan Dody."
"Non Elena akan menikah?"
"Iya, Elena akan menikah setelah melahirkan nanti di Singapura. Setelah itu, Mereka akan mengadakan resepsi di Indonesia. Mami kemarin sudah mengabarkan hal itu kepadaku. Jadi, aku akan menelepon Mami dan Papi meminta izin mereka untuk menikahimu. Kau mau?"
Laela mengangkat wajahnya yang penuh dengan air mata. Ia menatap Dominic dengan penuh cinta.
"Apa Mas yakin kalau Mami dan Papi nya Mas setuju?"
"Kau berani bertaruh? Sekarang juga aku akan menelepon mereka. Jika mereka mengatakan iya, maka aku akan langsung melamarmu pada Mbak Sutinah."
Dominic mengeluarkan ponselnya dan langsung melakukan video call pada Zalina. Setelah berdering beberapa saat Zalina pun langsung mengangkat panggilan itu. Tampak wanita cantik itu melambaikan tangannya, di sampingnya duduk Arjuna duduk santai sambil tersenyum ke arahnya.
"Di rumah baik-baik saja, Kak? Tumben video call," sapa Zalina.
"Mami, Papi aku mau bicara serius."
Zalina dan Arjuna tampak mengerutkan dahi mereka dan menatap Dominic dengan serius.
"Ada apa, Kak?"
"Mami, aku mau menikah."
"Kau ini jangan main-main, Kak. Kau tidak menghamili anak gadis orang, kan? Sampai kau melakukan hal itu, Mami akan marah besar padamu," kata Zalina.
"Justru aku berniat untuk menikahinya supaya kami tidak melakukan dosa, Mami. Boleh kan, aku melamar gadis itu? Resepsinya bisa kan digabungkan dengan resepsi pernikahan Elena?"
"Dengan siapa kau akan menikah, Kak? Coba beritahu Papi gadis mana yang beruntung mendapatkan cintamu itu?" tanya Arjuna dengan serius.
"Iya, Mami tidak mau kau kecewa seperti dengan Kezia kemarin, Kak. Carilah gadis baik-baik yang mencintaimu dengan sepenuh hati. Gadis yang biasa sajalah, jangan artis seperti Kezia. Mami kurang suka."
"Papi dan Mami tau siapa gadis itu, dia gadis yang baik dan juga cantik."
"Ratu?" tanya Zalina.
"Bukan, Mami. Kalian ini suka sekali menjodohkan aku dengan Ratu. Dia itu sudah seperti adikku sendiri, Mami."
"Lalu siapa?"
"Laela, Mami."
Tampak jelas ekspresi terkejut di wajah Zalina dan Arjuna.
"Laela? Kau yakin, Kak? Dia gadis yang polos, Kak. Jangan kau permainkan, Mami nggak suka ya, kalau kau bermain-main."
"Aku serius, Mami. Hanya saja, dia menolak diriku karena merasa tidak enak pada Mami dan Papi. Dia bilang kami tidak sederajat."
"Kalau kau memang serius, lamar dia pada Mbak Sutinah baik-baik. Minggu depan Papi dan Mami pulang untuk melamarnya secara resmi."
"Mami serius?" tanya Dominic.
"Serius, sejak kapan Mami main-main untuk urusan sepenting ini? Awas kalau kau macam-macam apalagi sampai menyentuh gadis itu sebelum halal, Mami gantung kau di atas pohon mangga Mami!"
Dan, sambungan video pun langsung diakhiri oleh Zalina. Laela yang mendengar semua pembicaraan itu hanya mampu menangis haru.
"Kau dengar sendiri kan? Mami dan Papi setuju."
"Iya, Mas."
"Kita temui Ibumu sekarang."
Dominic langsung menarik tangan Laela untuk masuk ke dalam. Saat mereka masuk, Sutinah tampak sedang membersihkan dapur.
"Mbak, saya mau bicara," kata Dominic dengan serius. Sutinah langsung menghentikan pekerjaannya, dengan wajah panik ia pun segera menghampiri Dominic.
"Di ruang makan saja, ya."
"Ada apa toh, Mas. Walah kok Mbak jadi deg-degan ya."
"Saya baru saja menelepon Mami dan Papi di Singapura, minggu depan mereka pulang dan akan mengatakan secara resmi. Tapi,malam ini saya katakan lebih dulu saja, ya."
"Ada apa, Mas?"
"Mbak, saya dan Laela saling mencintai dan saya ingin melamar Laela menjadi istri saya."