webnovel

PENJAGA HATI

"Lu pake pelet apa sampai sepupu gue mati-matian bela lu?!" hardik Amara sambil mendorong bahu Calista dari belakang. Calista yang sedang menerima panggilan telepon jelas kaget, untung saja gadis itu mampu menahan keseimbangan tubuhnya. Ia pun segera memutuskan sambungan telepon dan membalikkan tubuhnya.

"Nggak pernah belajar sopan santun?!" seru Calista dengan kesal.

"Kau yang tidak pernah belajar sopan!"

"Lupa bahwa kau yang pertama mendorongku? Maumu apa?"

"Katakan pada saudara kembarmu di mana pun dia berada untuk tidak pernah menggoda Mike lagi. Dan khusus untukmu jangan coba-coba mendekati Rama lagi! Dia sepupuku dan aku tidak sudi kalau dia bersama denganmu!"

Calista tertawa geli mendengar perkataan Amara.

"Apa aku tidak salah dengar? Aku mendekati Rama? Rama sepupumu itu yang tidak tau malu datang ke rumahku dan mendekati kedua orangtuaku. Kalau kau mau, kau saja yang peringatkan dia untuk menjauhi diriku!"

"Perempuan tidak waras!"

"Jaga ucapanmu jika tidak ingin aku sobek mulutmu!"

"Pokoknya aku tidak peduli, kau tidak boleh bersama dengan Rama! Aku membencimu dan juga saudara kembarmu sampai ke tulang!" jerit Amara dengan kedua netra yang sudah basah dengan air mata.

Calista sendiri tampak tidak peduli, ia memilih untuk berbalik dan langsung masuk ke dalam mobilnya, namun tiba-tiba...

Prang, bruk bruk.

Calista menoleh dan melihat Amara sudah terjatuh dengan pisau yang terlempar dari tangannya. Ia melihat Rama juga sudah berdiri di sana.

"Kenapa kau menghalangi aku untuk membunuh saja perempuan itu, Rama!" jerit Amara. Calista tersentak kaget, jadi, Rama baru saja menyelamatkan dirinya dari tikaman pisau Amara.

"Kau sudah tidak waras?! Ini kampus! Kau mau membunuhku dan kemudian kau masuk penjara untuk bersama dengan Mike?! Sadar Amara! Dia itu bukan lelaki baik-baik!" seru Calista.

Amara menggeram kesal kemudian ia bangkit dan bergegas meninggalkan tempat parkir. Calista menoleh ke arah Rama dan untuk pertama kalinya gadis itu tersenyum manis pada Rama.

"Terima kasih sudah menolongku."

"Lain kali hati-hati."

"Mana aku tau kalau sepupumu itu mau berbuat nekad."

"Terima kasih juga."

Calista mengerutkan dahinya.

"Terima kasih, untuk?"

"Senyumannya. Asal kau tau, barusan adalah senyuman pertamamu padaku. Biasanya kau selalu mengerucutkan bibirmu dan marah padaku. Kali ini kau tersenyum manis. Terima kasih, ya."

"Dasar pemuda aneh!"

Rama hanya tertawa kecil lalu mengulurkan tangannya pada Calista. Meski tidak mengerti untuk apa Calista pun menyambut uluran tangan Rama dan dengan cepat langsung melepaskannya kembali.

"Kita berteman, ya. Tak kenal maka tak sayang, kan? Aku mau kau mengenalku lebih jauh supaya kau tau kalau aku ini layak untuk menjadi calon suamimu."

"Sumpah ya, kau ini menyebalkan," ujar Calista.

"Hahah, lama kelamaan kau akan rindu dengan tingkahku yang menurutmu sedikit menyebalkan itu. Hmm, aku ingin minta maaf ya atas kelakuan saudara sepupuku. Dia memang begitu, buta karena cinta. Dia terlalu mencintai Mike, dan menganggap saudaramu mengada-ada sehingga Mike harus dihukum."

"Manusia terkutuk seperti Mike saja dikejar setengah mati. Bawa saudaramu itu ke psikolog untuk diperiksa kejiwaannya."

"Aku sudah sering memberinya nasihat. Kau tidak apa-apa, kan?"

"Tidak, aku tidak apa-apa. Hari ini aku memang sedikit lelah, sehingga aku kurang fokus. Biasanya aku selalu menyadari jika ada gerakan dari belakang tubuhku. Tapi, hari ini memang aku luar biasa lelah. Terima kasih sekali lagi, Rama."

Rama tersenyum, "Kau mau pulang makan siang?"

"Tidak, tadinya aku ingin rebahan di dalam mobil. Aku lelah jika harus pulang ke rumah dulu. Lagi pula aku membawa salad buah untuk ku makan."

"Kita ke kantin saja, yuk. Aku juga belum makan siang. Kita ada kelas masih satu jam lagi."

Calista menatap Rama, ia menyadari ada ketulusan dibalik sorot mata pemuda tampan itu. Akhirnya Calista pun mengangguk. Ia meraih ponsel dan tasnya kemudian mengunci mobilnya dan melangkah di samping Rama menuju ke kantin.

"Kau makan apa?" tanya Rama.

"Soto saja," jawab Calista.

Rama pun segera beranjak dan memesan soto juga minuman untuk Calista.

"Mami dan Papimu sudah kembali ke Singapura?"

"Belum. Malam nanti ada acara lamaran. Kakakku yang paling besar akan melamar calon istrinya. Kemarin, aku menemani Mami belanja kebutuhan lamaran, itulah mengapa hari ini aku lelah."

"Kau pasti sarapan sedikit tadi pagi."

"Iya, aku bangun sedikit kesiangan karena semalam baru bisa tidur jam 3 pagi."

"Tampak jelas dari kantung matamu. Lain kali, kalau kau lelah jangan menyetir sendiri."

"Papi pernah menyuruh untuk mempekerjakan supir, tapi rasanya tidak bebas jika saat pulang aku ingin berjalan-jalan terlebih dahulu."

"Kau ini gadis yang mandiri ya."

"Terima kasih."

Mereka pun makan siang sambil mengobrol dengan akrab. Bagi Rama itu adalah kesempatan yang langka. Ia bersyukur tadi ada yang tertinggal di mobilnya dan melihat Amara yang hendak menikam Calista sehingga ia bisa menolong gadis itu. Setelah makan, mereka pun langsung menuju ke kelas mereka. Dan untuk pertama kalinya Rama juga bisa duduk di samping Calista.

"Kau langsung pulang, Cal?" tanya Rama. Entah mengapa perasaan Rama sedikit tidak enak. Calista mengangguk.

"Iya, kenapa?"

"Aku akan mengantarkanmu."

"Aku bawa mobil, kan."

"Aku akan mengikuti dari belakang. Maaf, Cal, mungkin ini terdengar aneh. Tapi, aku merasakan akan ada sesuatu yang kurang baik. Jadi, izinkan aku berjalan di belakang mobilmu, ya."

Calista kembali menatap Rama, sekali lagi ia hanya menemukan kejujuran di sorot mata pemuda itu. Hal itu mau tak mau membuat Calista menganggukkan kepalanya.

"Baiklah."

Rama pun mengangguk dan tersenyum. Ia segera masuk ke mobilnya, dan mobil mereka pun berjalan beriringan. Calista hari itu memang merasa kurang fit. Itulah mengapa konsentrasi nya sedikit terganggu.

"Sampai di rumah aku harus langsung beristirahat," gumam Calista bermonolog. Gadis itu mengemudi dengan santai, namun tiba-tiba saat mereka melewati jalanan yang agak sepi, sebuah mobil jip memepet mobil Calista dan menghadang sehingga gadis itu terpaksa menghentikan mobilnya dan turun.

"Hei, apa-apaan ini?!" hardiknya.

Calista terkejut saat tiga orang lelaki turun dari mobil dengan wajah yang tidak bersahabat sama sekali.

"Kalian siapa?"

"Nggak perlu tau kami siapa," kata salah seorang lelaki. Dan, mereka pun langsung menyerang Calista tanpa basa-basi. Untung saja Calista menguasai bela diri sehingga dia mampu melawan. Namun, kondisi tubuhnya yang memang kurang fit membuat Calista tidak maksimal membalas serangan ketiga lelaki itu, sampai akhirnya mobil Rama datang dan pemuda itu langsung turun dan membantu Calista.

"Waah, ada pemuda jagoan sok jadi pahlawan kesiangan ini, bos!" seru seorang lelaki yang sedikit botak.

"Habisi juga!"

Perkelahian pun tidak terelakkan lagi. Calista dan Rama pun melawan ketiga orang itu. Rupanya Rama juga menguasai jurus taekwondo dengan cukup baik sehingga ketiga lawan mereka akhirnya terdesak. Sampai akhirnya salah seorang lelaki itu mengeluarkan pisau dan melompat ingin menikam Calista. Namun, Rama yang melihat hal itu segera melompat dan menjadi perisai untuk Calista sehingga pisau yang diarahkan pada Calista meleset dan mengenai tubuh Rama.

"Rama!" teriak Calista kaget melihat pemuda itu tertusuk pisau. Sementara ketiga penyerang mereka pun segera masuk kembali ke dalam mobil dan langsung meninggalkan tempat kejadian, sementara Calista langsung menghampiri Rama.

**

Chapitre suivant