Tamat per-season Sebuah surat dengan percikan darah yang menuntun seorang gadis korban perundungan, untuk membalaskan dendam. Surat itu memberikan petunjuk satu-persatu bagaikan potongan purzzle yang perlahan menjadi utuh. Arwah dari korban ketidak-adilan di masa lampau mulai menebar teror, kepada setiap orang yang sudah membuatnya hancur dan terjebak di alam lain. Kematian dan pristiwa berdarah tak bisa terelakkan. Larasati, Cinta dan juga Eliza adalah ketiga gadis yang tewas karna dibunuh oleh teman sekelasnya. Kini arwah mereka mulai menebar teror dan menuntut balas atas kematiannya. Note: Bukan hanya tentang cerita seram, tapi dalam cerita ini penulis ingin menyampaikan betapa berbahayanya bullying. #stopbullying Selamat membaca....
Jam menunjukkan pukul 07:00 dan suasana sekolah masih tampak begitu ramai. Karna jam masuk mereka tepat pukul 08:00.
Larisa masih berjalan menunduk dengan beberapa buku cetak yang tertumpuk diatas tangannya.
Sepanjang jalan menuju ruang kelas Larisa tak berani menoleh kemana pun. Larisa tidak percaya diri dan akan cenderung gugup jika melihat orang memandang kearahnya.
Gadis yang baru berusia 16 tahun dengan tinggi sekitar 156 cm dan berat badan 45 kg ini tampak begitu tak percaya diri dengan penampilannya sendiri.
Selain tak memiliki selera Fashion yang baik, dia juga tak pandai berdandan. Apalagi sama sekali dia tidak memiliki pengetahuan tentang tren masa kini. Bahkan dia tak memiliki hobi lain selain membaca buku dan belajar.
Larisa sama sekali tak memiliki teman, dan mereka yang menghampirinya. Adalah mereka yang butuh dengan jasanya.
Yah, mereka hanya mendekati Larisa ketika mereka sedang butuh bantuan Larisa, seperti mengerjakan tugas milik mereka atau sekedar minta tolong untuk di belikan sesuatu oleh Larisa.
Larisa hanya di manfaatkan. Di lecehkan dan hina. Tak jarang dia juga mengalami kekerasan fisik.
"Eh lihat itu si Cupu, sepertinya akan pergi ke perpustakaan. Bagaimana kalau kita kerjai," bisik seorang siswa yang bernama Audrey
Audrey adalah gadis berusia 16 tahun, yang cukup populer, cantik dan berkuasa di sekolahnya.
Audrey memiliki sahabat karib yang bernama Sisi dan Nana. Tiga bersahabat ini begitu di takuti di kelasnya. Terutama bagi siswi seperti Larisa.
Audrey adalah anak seorang konglomerat yang sangat sombong. Dia bisa melakukan apa pun yang dia mau. Bahkan sahabat saja mampu dia beli.
Sambil berjalan menengok kiri dan kanan. Larisa masih membawa buku-bukunya. Dan setelah sampai di dalam perpustakaan tiba-tiba Larisa di kejutkan dengan tepukan tangan dan teriakan yang tiba-tiba muncul di belakangnya.
"Woy!" ucap Audrey.
Dan akibat ulah tiga sekawan itu membuat buku-buku Larisa jatuh berserakan di bawah kakinya.
"Ka-kalian mau apa?" ujar Larisa dengan suara terbata-bata.
"Ya, kami ingin meminta tolong kepadamu!" cantas Audrey.
"To-long? tolong apa?"
Dan Audrey beserta kawan-kawannya pun menyodorkan buku PR milik mereka.
"Masih, ada beberapa menit lagi, jadi tolong salin hasil PR milikmu di buku kami!" suruh Audrey.
Dan dengan wajah ketakutan dan tubuh gemetar Larisa mengikuti perintah Audrey.
Namun ketika PR sudah berhasil di salin, tiba-tiba Audrey dan dua sahabatnya menarik Larisa dan membawanya ke dalam gudang.
"loh! Aku mau di bawa kemana ini?" ucap Larisa.
"Sudah ikut saja jangan banyak tanya!" teriak Audrey, yang sedang menyeret tangan Larisa di bantu kedua temannya.
Ceklek!
Bluk!
Setelah membuka pintu gudang Audrey mendorong tubuh Larisa hingga terjatuh di atas lantai.
"Akh!" teriak Larisa, "kenapa kalian mendorongku? memangnya aku salah apa?" tanya Larisa.
Dan sambil melipat kedua tangannya di atas perut. Audrey berkata kepada Larisa, "Salahnya kau itu gadis aneh. Jadi sebaiknya tinggal di sini sendirian saja. Tidak perlu masuk ke kelas kami. Aku sudah muak mendengar guru matematika yang terus memujimu!"
Buk! buk! bluk!
Audrey Melemparkan beberapa buku kearah Larisa.
"Nih, aku berimu buku. Siapa tau bisa menemanimu. Dan aku memberi waktu agar kau bisa lebih dekat dengan buku-bukumu itu haha!" ujar Audrey.
"Haha, dia itu kan selama ini memang berpacaran dengan buku!" teriak Sisi sambil menertawai Larisa. Lalu mereka pun mengunci Larisa di ruang itu dan kembali masuk ke kelas mereka.
Hingga bel pulang sekolah pun Audrey dan kawan-kawannya tak membuka kunci gudang itu. Dan hari pun mulai berganti malam. Susana gelap mencekam mulai menghampiri Larissa yang tengah ketakutan.
Sambil menangis Larisa masih terjaga. Dia tak bisa tidur karna rasa takutnya. Tidak ada yang menolongnya dan membukakan pintu untuknya.
Dan tepat di tengah malam, suasanya sepi senyap semakin terasa. Hawa-hawa aneh, menerobos dan mengganggu raga dan jiwanya.
Perlahan suara tertawaan dan berbagai bunyi-bunyian barang yang terjatuh secara bergantian terdengar di telinganya. Terkadang juga ada suara jeritan namun terdengar agak samar.
Para makhluk astral penghuni ruangan itu mulai menunjukkan eksistensinya. Larisa mulai merinding dengan bulu kuduk yang berdiri, namun dia masih memejamkan matanya dan terus meringkuk di sudut ruangan. Sepanjang malam dia menahan rasa kantuk dan juga rasa takutnya.
Hingga pagi pun tiba dan Larisa mulai membuka mata, tepat di depan dia duduk, Larisa mendapati secarik kertas tergeletak di atas lantai keramik, dengan hiasan tetesan darah, dan bertuliskan, 'Mati'
Rasa tak percaya melihatnya, Larisa mengusap kedua matanya, lalu dia melihatnya kembali. Dan benar saja tulisannya memang benar yaitu, 'Mati'
Larisa merasa bingung dengan adanya surat tersebut, padahal dia yakin jika kemarin saat dia masuk kedalam gudang itu, dia sama sekali tak melihat jika ada surat di tempat itu.
Lalu entah dari mana datangnya tiba-tiba ada surat semacam itu.
Dan tak lama kemudian dia mendengar seseorang membuka pintu gudang. Betapa bahagianya dia mendengarnya, Larisa pun langsung berdiri sambil merapikan rambut dan pakaiannya.
Dan ternyata orang yang membuka itu adalah Audrey dan kawan-kawannya.
"Selamat pagi, Cupu!" ucap Audrey.
"Haha! lihat wajahnya kacau sekali!" ujar Sisi.
"Maafkan kami ya, kemarin kami lupa mengeluarkan mu haha!" imbuh Nana.
Larisa tampak kesal dan menunduk, lalu dia pun mendorong tubuh Audrey hingga hampir terjatuh. Larisa Langsung berlari keluar dari gudang itu. Dia barlari masuk kedalam toilet.
Hosh hosh!
"Hik Kalian Jahat! aku salah apa? hik...!"
Larisa kembali menangis, sambil membasuh wajahnya dengan air secara kasar.
Para siswi yang juga tengah berada di ruang toilet itu pun tampak memandang Larisa dengan tatapan sinis dan mulai membicarakannya. .
"Kenapa dia?"
"Entalah, dia kan memang aneh!"
"Atau mungkin sebenarnya dia itu gila ya?"
"Haha, bisa juga iya!"
Meski terdengar jelas ditelinga Larisa, Namun Larisa tak mempedulikanya. Dia masih membasuh wajahnya dengan kasar, untuk melampiaskan kekesalannya.
Mereka pun satu persatu mulai pergi dari ruang toilet, karna memang sebentar lagi jam belajar akan di mulai. Namun Larisa masih berda di dalam toilet itu sambil menangis di depan cermin.
Dan di saat itu tiba-tiba dia melihat seorang gadis cantik berseragam sekolah dan berwajah pucat tengah menatapnya dengan tajam.
Larisa merasa aneh melihat gadis itu. Lalu saat dia berkedip sesaat Gadis itu pun menghilang.
Lalu dia kembali melihat secarik kertas diatas Wastafel. Yang bertulisakan, 'Tulis satu nama kawan mu yang ingin kau habisi'
Tanpa berkata apa pun Larisa mengambil surat itu dan memasukannya kedalam kantungnya.
To be continued