webnovel

Inggrid Shit List

Warning!!! Rate M untuk adegan dewasa dan kata-kata kasar. Volume 1-2 Jika membuat Inggrid jatuh cinta sama artinya dengan kemenangan terbesar dalam hidupnya. It's okay, Mika akan membuat wanita tidak peka itu jatuh cinta padanya dan setelah itu CAMPAKKAN! Volume 3-4 Pengalaman ditolak oleh cinta pertama membuat Hellen trauma untuk jatuh cinta dan pekerjaannya sebagai editor membuatnya semakin sibuk untuk sekedar keluar minum kopi dengan lawa jenisnya. Tapi siapa sangka jika keputusannya untuk pergi ke pesta ulang tahun teman kantor membuatnya bertemu dengan seorang dokter mesum bernama Arka Bagaskara! "Kau mau minum apa?" "Susu kalau boleh?" "Baiklah," "Dari sumbernya langsung?" Ya, ketidak beruntungan Hellen karena dia harus terperangkap dengan sosok dokter mesum tapi tampan.

Yuni_Saussay · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
206 Chs

Bab 5 : Misi tengah malam

Pukul 23.35 WIB.

Inggrid tengah mematut dirinya di cermin, memastikan apa yang dikenakannya tidak akan membawa masalah saat ia menjalankan misi penting ini.

Sebelum terjun ke medan perang, sekali lagi ia mengecek amunisinya.

Tali? cek.

Kain? cek.

Kamera digital? cek.

Oke, sepertinya sudah semua. Sekarang waktunya beraksi!

Inggrid sudah berada di pembatas balkon. Jarak antara balkon kamarnya dan juga balkon kamar Mika hanya setengah meter. Ia sudah memperhitungkan itu, kakinya yang cukup panjang tidak akan menyulitkannya saat melompati satu balkon ke balkon lainnya.

Setelah melihat keadaan di sekitar sudah aman, Inggrid lekas melaksanakan misi tahap pertamanya.

"Ternyata belajar melompati pagar dari Ando saat sekolah dulu benar-benar berguna untuk sekarang." ia mendarat dengan mulus.

Lampu kamar Mika sudah padam sejak satu jam lalu. Itu artinya orang suci itu sudah tidur. Tck, keberuntungan sepertinya benar-benar berada dipihak Inggrid karena pintu balkon sama sekali tidak dikunci. Inggrid membuka pintu sepelan mungkin. Setelah memastikan pintu tertutup tanpa membuat suara decitan, ia kemudian masuk dengan langkah super ringan. Inggrid tidak mau mengacaukan misi penyelamatan harga dirinya ini.

"Sial! Gelap sekali. Aku tidak bisa melihat apapun. Lalu bagaimana aku bisa menemukan ponsel Mika kalau begini caranya?!" desis Inggrid seraya meraba-raba tembok sebagai petunjuk jalan. "Harusnya aku bawa senter." dumelnya kemudian.

Inggrid kembali mendesah karena sejauh ia melangkah dan mengitari tembok, ia belum juga menemukan ranjang yang seharusnya Mika gunakan untuk tidur.

"Biasanya seseorang akan menaruh ponselnya di atas nakas samping ranjang, kan? Tapi bagaimana kalau ternyata dia tidak memakai ranjang — aku harus mencari ponsel sialannya di mana?"

Inggrid terdiam sejenak saat tangannya menyentuh sesuatu yang aneh pada tembok.

"Apa ini? Kotak-kotak bertekstur lembut namun terisi padat. Ada delapan pack." karena penasaran, tangannya kembali mengidentifikasi. "Sesuatu yang cukup runcing, kedua ceruk yang memiliki bulu panjang dan lipatan lembut-" dan saat itu juga nafasnya seakan lenyap ke dimensi lain.

"Sudah puas menggerayangi tubuhku?"

Oh, damn!

Rasanya Inggrid ingin meleleh ke lantai dan lenyap saat kamar itu tiba-tiba saja menjadi terang. Belum lagi tangannya masih menempel pada lipatan bibir MIKA!!!

"Ouch!" pekiknya saat bibir pria itu terbuka dan mengigit ibu jarinya. "Apa yang kau lakukan?!" desisnya marah.

Mika mendengus geli, kedua tangannya dilipat di depan dada yang sempat Inggrid raba tadi. "Apa pertanyaan itu tidak terbalik?" bola mata segelap langit malam itu tengah mengawasinya, "apa yang kau lakukan di kamarku Inggrid?"

Mati! Mati! Mati!

"Aku ... itu ...."

Inggrid panik saat pria di depannya menarik lengannya keras, membuat tubuh mereka saling bersentuhan. "Hm?"

"Itu ... aku ... maksudku ...."

"Wah ... aku tidak tahu kalau kau mempunyai sisi ini." bisik Mika, ada kilatan mengejek di kedua iris jelaganya.

Inggrid mengernyitkan keningnya. "Apa maksudmu?"

Iris jelaga Mika berubah geli saat melihat wajah kebingungan Inggrid. "Menyusupi kamar seorang pria tengah malam begini, hormonmu pasti sedang naik pesat."

"Apa? Heeey ... jaga bicaramu!" seru Inggrid tak terima. Dia bukan wanita seperti itu, sungguh. "Dan aku baru tahu kalau orang sepertimu bisa berkata kotor juga."

Mika mengendikkan bahu, "Kau sudah tahu sekarang. Dan apa yang kau bawa di dalam tas itu?"

Gawat!

Inggrid baru saja akan menjauhkan tas yang berisi amunisinya jauh-jauh dari Mika namun ia kalah cepat.

"Tali? Kain? Kamera? Wow, Inggrid, kau memiliki fetish yang menakjubkan." ucap Mika setelah membongkar isi tas kecil milik Inggrid.

Inggrid merasa tersinggung. Ia hanya ingin menghapus video memalukan di handphone Mika, hanya itu. Lagipula ia tidak pernah memiliki fantasi jorok terhadap tetangga sucinya tersebut. Tali itu ia bawa untuk mengikat tangan Mika dan kain itu ia bawa untuk menyumpal mulutnya agar tidak berteriak memanggil satpam, sedangkan kamera yang ia bawa itu untuk memotret Mika yang sedang disanderanya, untuk mengancamnya. Hanya itu, sungguh.

"Kyaaa ..." sebuah tarikan membuat Inggrid memekik kaget. "Ap-apa yang kau lakukan?"

Mika tersenyum miring, tangannya berhasil mengunci kedua tangan Inggrid ke belakang tubuhnya. Tubuh mereka saling menempel ketat. "Aku lebih suka jadi dominan daripada menjadi submisif kalau kau ingin tahu."

Hah?

"Lepaskan aku!" sentak Inggrid, "Mika, lepaskan aku, brengsek! Dengar, aku datang ke sini bukan untukmu, tapi untuk ponsel berisi video memalukan itu!"

Inggrid mengerang frustasi karena pria itu sama sekali tak berniat melepasnya juga. Ia sudah menggeliat untuk melepaskan diri tapi tetap tak bisa.

"Mika, demi Tuhan aku akan membantingmu!"

Inggrid memegang sabuk merah saat di sekolah, harusnya Mika ingat hal itu. Ia bisa membanting lawannya cukup mudah, setidaknya itu yang ia lakukan 8 tahun lalu.

"Boleh. Tapi di ranjang." bisik Mika, senyum miring kembali menyambangi wajah datarnya.

"Kau gila!" Ide membanting Mika tidak lagi menjadi pilihan utama. Sebaliknya, ia memilih untuk menggigit leher pria itu dan ... berhasil!

Mika melepaskan kunciannya, ia mengerang sambil memegangi lehernya yang terasa sakit bercampur panas.

Inggrid segera pergi sebelum kembali tertangkap oleh Mika, "Rasakan itu, brengsek!" sungutnya setelah memanjat balkon dan sampai di kamarnya.

Mika terkekeh, tangannya masih mengusap bekas gigitan Inggrid barusan. "Kau tidak jadi mengambil ponselku?" tanyanya seraya menunjukkan ponsel miliknya.

Inggrid menatap pria yang sedang bersandar di pintu balkon itu sengit. "Aku akan mendapatkannya lain kali!"

Mika mengangguk mengerti, "Kau akan datang lagi besok malam? Kalau begitu aku tidak akan mengunci pintu balkonnya."

"Pergi saja ke neraka, brengsek!"

Inggrid menutup pintunya dengan kencang dan langsung menguncinya. Ia tidak mau mengambil resiko, siapa tahu saja Mika menyelinap ke kamarnya saat ia tidur nanti?

"Sial! Kenapa udara malam ini begitu panas. Dan ada apa dengan detak jantungku yang tak normal ini?!!" keluhnya kemudian menyalakan pendingin ruangan.