webnovel

Lead The Way (Terdepan)

Author: KharaChikara
Sci-fi
Ongoing · 63.4K Views
  • 70 Chs
    Content
  • ratings
  • NO.200+
    SUPPORT
Synopsis

Lead The Way mengisahkan tentang dunia yang berada di ambang kematian virus. Sebenarnya nama novel ini adalah the world of the dead. Tapi terganti oleh Lead The Way terdepan. Uminoke, gadis ini harus mengikuti seorang lelaki misterius yang mengaku pernah bertemu dengan nya. Tapi uminoke sama sekali tak percaya, dia hanya di lindungi lelaki ini hingga menyusul kakaknya ke kyoto karena kakaknya terjebak di tengah virus zombie.

Chapter 1Chapter 1 Lead The Way

(TOKYO, 28 NOVEMBER)

Hari itu hujan deras. Seorang mahasiswi bernama Uminoke berjalan pulang dari kampus ke rumah menggunakan payung birunya. Ia hanyalah gadis biasa yang memiliki kehidupan sendiri bersama kakak perempuannya, Kachi. Ia berhenti dan menengadah menatap langit.

"Bau hujan hari ini sangat berbeda," dia terdiam melihat langit dan merasakan sesuatu yang aneh. Ia melihat ke arah barat, di mana langit berwarna biru gelap. Di selatan, langit berwarna abu-abu dengan banyaknya awan.

"(Kenapa warna mereka berbeda, ini tidak seperti biasanya?)" ia terdiam berpikir.

Ia lalu kembali melanjutkan jalannya. Namun, ia kembali menengadah melihat ke arah atap sebuah gedung besar. Ada seorang lelaki bersandar santai di pojok balkon atap gedung tersebut. Lelaki itu hanya terlihat dari belakang.

"(Apa yang sedang dia lakukan di sana? Apa dia tidak kehujanan?)" pikir Uminoke dengan bingung. Karena ponselnya berbunyi, Uminoke harus kembali melanjutkan jalannya. Kachi sudah menunggunya pulang. Kachi adalah kakak perempuannya.

"Aku kembali."

"Selamat datang, bagaimana soal sekolahmu?" kata Kachi dengan wajah penuh kasih sayang.

"Ya, seperti biasa. Ngomong-ngomong, Kakak, apa kau merasa hujan kali ini baunya berbeda?"

"...Ya, baunya seperti darah kotor. Hm... mungkin hanya efek pemanasan global."

"Tapi aku juga membaca di berita, hujan ini menyebabkan sakit parah bagi mereka yang benar-benar kebasahan."

"Itu sudah biasa, mungkin hanya demam. Cepat ganti pakaianmu, kita makan bersama."

"Baiklah, aku akan mandi dulu," balas Uminoke yang berjalan ke kamar mandi. Dia berendam air hangat di bak mandi sembari berpikir.

"(Hujan ini membuat perasaanku tidak nyaman saat mandi. Dan lagi... aku masih memikirkan lelaki tadi. Dia terlihat seperti seseorang yang tinggi, tapi aku belum tahu karena aku tidak melihatnya berdiri.)"

Setelah itu, Uminoke berjalan ke kamarnya dan mengganti baju. Lalu, ia berjalan ke meja makan.

"Uminoke, aku ada sedikit pekerjaan di luar kota. Mungkin aku akan pergi selama satu minggu penuh. Apakah kamu bisa menjaga dirimu sendiri?"

Kachi merupakan seorang asisten direktur di sebuah perusahaan. Kali ini, dia harus ikut atasannya pergi ke luar kota dan meninggalkan Uminoke.

"Ya, aku bisa. Kakak tak perlu khawatir. Ini sudah biasa sejak Ibu dan Ayah pergi."

Setelah Uminoke berkata begitu, Kachi mulai memasang wajah sedih. "(Uminoke... wajahmu terlihat biasa saja saat membicarakan Ibu dan Ayah... Maafkan aku... Uminoke.)"

Pagi hari berikutnya adalah waktu bagi Kachi untuk pergi ke luar kota.

"Umin, aku pergi dulu... Astaga, kenapa hujannya tak mau berhenti sejak kemarin," kata Kachi sambil kecewa menatap langit yang terus mendung.

"Apa Kakak benar-benar akan pergi? Di luar hujan dari kemarin belum reda dan sepertinya baunya tercemar."

"Yah, aku tahu. Tapi nanti kamu makan apa? Bagaimana dengan sekolahmu?"

"Sepertinya diliburkan karena dosennya tak ada."

"Kalau begitu, belajarlah di rumah. Kau ingin jadi dokter, kan? Jika aku sakit, kau bisa merawatku," Kachi mengelus kepala Uminoke dengan cepat.

"Apaan sih, aku ini sudah mau jadi dokter. Universitas sudah menerimaku."

"Haha, kalau begitu, aku pergi," Kachi membalikkan badan. Tapi, Uminoke seperti menahan sesuatu. "Ka-Kakak," ia memanggil. Lalu Kachi menoleh. Uminoke langsung memeluknya. "Cepatlah pulang."

"...Ya, aku janji," Kachi membelai rambutnya. Lalu ia berjalan pergi ke stasiun menggunakan payung.

Selama satu minggu ke depan, Uminoke tinggal sendiri tanpa kakaknya.

Waktu berlalu. Uminoke terlihat duduk sendiri di sofa melihat televisi yang menyala. Ia mendengarkan berita cuaca. "Hujan diperkirakan tidak akan berhenti sampai akhir pekan karena pemanasan global. NASA akan menelitinya lebih lanjut," kata sebuah berita tersebut.

"(Benar-benar mengerikan, tapi aku benar-benar tidak percaya sama sekali,)" Uminoke terdiam bosan melihat televisinya.

Lalu, Uminoke beranjak ke dapur dan membuka rak. Ia menjadi bingung. "...Di mana telurnya? Sepertinya habis. Aku akan membelinya," ia mengambil payung dan berjalan keluar di tengah hujan yang tak begitu deras.

Semua orang terlihat tetap bekerja ke kantor meskipun cuacanya buruk. "(Mereka benar-benar tidak punya istirahat di saat hujan begini. Itu sebabnya ada banyak yang sakit sekarang. Mereka lebih mementingkan pekerjaannya. Bagaimana jika dunia ini berakhir? Pastinya mereka tidak akan bisa berjalan begini lagi.)" Uminoke terus melihat orang-orang yang melewatinya. Hingga ia berhenti karena di depannya ada orang yang tak terlihat wajahnya karena tertutup payung.

Orang itu mengangkat payungnya, dan terlihat seorang lelaki tinggi dengan kucing hitam di pundaknya.

"Yo, kau lagi," kata lelaki itu dengan tatapan haus darah, mata sedikit lemas, dan rambut undercut berwarna biru tua. Ia memakai mantel hitam seperti layaknya seorang pengawal pribadi.

"...Apa kita pernah bertemu?" Uminoke menatap bingung.

"Hm... Kita tidak pernah bertemu. Tapi kau yang menemukanku dulu," lelaki itu membalas dengan senyuman palsu. Uminoke semakin curiga, tapi ia terkejut karena lelaki itu adalah lelaki yang pernah ia lihat di balkon sebuah gedung. "(A... Apa... Bagaimana bisa... Apa dia benar-benar melihatku saat itu? Tapi... saat itu dia sedang membelakangiku,)" Uminoke terkaku. Ia melihat sebuah kalung liontin perak yang dipakai lelaki itu. "(Liontin itu... Sepertinya aku pernah melihatnya. Biarkan aku mengingat-ingat... Aduh, lupa,)" dia berkeringat dingin menatap aura lelaki itu.

"Namaku Line, dan kau pasti Uminoke," tatapnya.

"...(Bagaimana dia bisa tahu namaku?!)" Uminoke berpikir terkejut.

"Tak usah kaget, aku adalah orang yang baru saja kau kenal."

"Tu... Tunggu, sebelumnya aku tak mau ada masalah. Kau salah paham... Kita belum pernah bertemu sebelumnya."

"Kita pernah bertemu. Apa kau benar-benar tidak ingat aku?"

"(Tu... Tunggu... Kata 'bertemu' di kalimatnya berarti kita pernah bertemu dan bertatap muka... Tapi aku hanya melihatnya kemarin,)" Uminoke terdiam dan menjadi bingung. Dia seperti dipermainkan oleh lelaki itu.

"Jadi, aku hanya ingin memberitahumu sesuatu," lelaki yang bernama Line itu mendekat dan berbisik.

"Dalam waktu tujuh hari ke depan, dunia ini akan menjadi dunia orang mati. Saat hujan berhenti di akhir pekan, kau akan melihat sesuatu yang membuatmu berteriak takut," kata Line. Uminoke terbawa arus bisikan Line. Tiba-tiba, ada seseorang yang memegang pundaknya dari belakang. Ia menoleh dengan terkejut.

"Permisi, Gadis, kau menghalangi jalan orang-orang," kata orang yang menepuk pundaknya itu.

Uminoke menoleh ke depan lagi, tapi Line sudah tak ada, membuat Uminoke panik dan bingung.

"(Ap... Apa... Apa yang terjadi?! Di mana dia? Apa itu tadi hanya perasaanku? Perkataannya seperti sebuah bisikan saja,)" ia terpaku bingung dan sedikit penasaran dengan lelaki tadi.

Hari selanjutnya, Uminoke terlihat sedang mengerjakan sebuah buku di kelas kampusnya. Di luar, hujan masih turun.

"(Haiz... Sampai kapan ini akan berakhir... Juga... Kenapa dia terus masuk ke pikiranku?)" dia terdiam mengingat lelaki bernama Line kemarin. "(Jika dipikir-pikir, dia memanglah tampan, tapi kenapa terlihat seperti pembunuh bayaran, atau mantan militer, atau yang lainnya... Kenapa dia bisa bilang kita pernah bertemu? Untuk sesaat aku benar-benar merasa takut diteror olehnya,)" dia mengepalkan tangannya dengan kesal. 

Lalu, beberapa temannya datang. "Hei, Umin, apa kau merasa ada yang aneh dengan hujan ini? Aku jadi tak bisa menjemur baju, benar-benar menjengkelkan," kata temannya yang mengeluh.

"Em... Mungkin aku juga merasa begitu... Em... Apa kalian percaya bahwa hujan ini akan membuat kita mati?" Uminoke menatap mereka. Temannya terdiam.

"...Pfttt... Hahah... Mana ada hujan bisa membunuh," mereka tertawa tak percaya.

Uminoke merasa bingung. "(Kenapa mereka tidak percaya? Tapi benar juga... Jangan-jangan lelaki itu hanya berbohong padaku.)"

Hingga hari ketujuh, Uminoke terbangun dari tidur paginya. "Hng... Hoamm..." ia menguap, mengumpulkan nyawa. Lalu terdiam karena tak mendengar suara hujan sedikit pun. Ia keluar dari rumah dan terkejut senang karena hujan tujuh hari itu sudah reda. Namun, tanaman-tanaman di sekitar semuanya mati dan jalanan terasa sepi.

"...Ini begitu aneh, bukannya terlalu sepi," ia masih melihat ke sekitar dengan bingung.

Mendadak, ada pria berjalan sempoyongan jauh di depannya. Pria itu menundukkan kepalanya.

Uminoke tetap terdiam, lalu memutuskan untuk mendekat perlahan padanya.

"...Em... Permisi, Pak, apa kau baik-baik saja?" Uminoke mencoba mendekat, tapi ia terkejut dan terkaku saat melihat wajah pria itu yang penuh darah. Orang itu menggeram pelan dan akan menyerangnya perlahan. Karena takut, Uminoke menjadi berteriak. "A... Tolong!"

Mendengar suara teriakan Uminoke, pria itu langsung mengaum keras dan akan menggigitnya. Uminoke segera berlari masuk ke rumahnya dan menutup pintu.

Pria aneh itu terus berusaha membuka pintu itu dengan menggedor-gedornya, dan anehnya dia seperti orang gila tanpa akal yang memukul-mukul kepalanya di pintu hingga membuat pintu Uminoke berlumur darah. Uminoke hanya bisa menahan pintu itu dengan tubuhnya sambil ketakutan, menutup mata, dan menutup mulutnya dengan tangannya.

Tak beberapa lama kemudian, suara pria aneh itu tak terdengar lagi. Uminoke mencoba melihat dari jendela. Yang ia lihat, pria itu sudah tak ada, menyisakan darah-darah di depan pintu.

Uminoke menghela napas, tapi tiba-tiba pria itu muncul memperlihatkan diri di luar jendela.

"Ah...!!!!" Uminoke terkejut dan mundur perlahan dengan tangisannya. Pria itu terus mencoba memecahkan kaca, dan kaca itu sudah hampir retak. "(Seseorang, aku mohon tolong aku, aku tidak mau mati di sini... Aku mohon, seseorang...)" kini hidup Uminoke terancam.

Tapi tiba-tiba saja kepala orang itu tertembus pisau dari belakangnya, membuatnya tumbang. Karena tembusan pisau itu, kaca jendela jadi pecah. Untungnya pria itu mati berdarah-darah. Pisau tersebut ditarik kembali oleh seseorang yang ternyata adalah Line, lelaki yang bertemu Uminoke saat hujan. Terlihat ia menatap dingin dengan pisau yang ia kibaskan untuk membersihkannya dari darah. Uminoke yang ketakutan, tak tahu apa yang terjadi karena dia gemetar menutupi wajahnya.

"Hei, bukankah aku sudah bilang?" Line berdiri di depannya dengan suara yang lebih kasar.

Lalu Uminoke menengadah dan menatapnya.

"...K... Kau," ia berdiri dan menatap bingung.

"Bukankah aku sudah bilang padamu, dunia ini akan hancur."

Uminoke yang mendengar itu merasa geram dan seketika menampar Line, membuat lelaki itu terkaku dengan pipinya yang menjadi berbekas tangan Uminoke.

You May Also Like

TONEVA Penentang Sihir

Sejak dahulu keberadaan kekuatan misterius kuno, yaitu sihir. bahwa kekuatan sihir itu telah ada sejak manusia menapak diatas Terram ini. Dikatakan bahwa orang-orang yang mampu memiliki kekuatan sihir kuno itu akan mendapatkan sebuah "Kekuatan Wujud" yang tidak dapat diuraikan dengan kata-kata. Dikisahkan pula bagaimana cara para penyihir yang berhasil menguasai kekuatan itu memperoleh segala hal yang sangat diinginkan oleh setiap makhluk. Kekuatan, kemakmuran, kekayaan hingga keabadian. Segala hal yang kau rela mengorbankan jiwamu untuk mendapatkannya. Tetapi, tentu saja tidak mudah untuk menggapai semua itu. Karena, jika ada cahaya pasti ada bayangan, begitu pula sebaliknya. Karena tidak segalanya dapat dicapai dengan sihir. Jika kekuatan sihir dapat memberikan kebahagiaan maka ia juga dapat memberikan hal yang sebaliknya. Kehancuran. Ketamakan, dendam, nafsu dan segala hal berupa kemudaratan dan kemaslahatan. Satopagu, seorang penerus Raja Penyihir, membuat sebuah perjanjian dengan Iblis dari neraka, Azazil, untuk membantunya menguasai dunia. Tak peduli kawan atau pun lawan, ia bersama sang Iblis akan menghancurkan siapa saja yang berani menentangnya. Hingga muncullah seorang penentang sihir yang berhasil mengalahkan Satopagu hanya dengan kemampuan beladirinya. Namun, begitu ia berhasil mengalahkan Sang Raja Sihir, pahlawan yang hebat itu menghilang secara misterius... Pada tahun 2065, sepasang ahli beladiri yang bekerja sebagai Intel, Aroziniu Ozzien dan Tarachri Oezi, sedang menyelidiki asal-usul dari keberadaan kekuatan jahat dari makhluk aneh tak dikenal, Ngoa. Dengan ditemani pasukan dari Tim Bersenjata, mereka mengawasi pergerakan para monster itu dari langit hingga ke pusat kota mati Vashna. Dari sanalah petualangan mereka bermula...

Fachri_Ozzien · Sci-fi
Not enough ratings
27 Chs

T (pahlawan sinar keabadian)

Sorangan ilmuan yang tanpa sengaja terkena efek radiasi langka dalam penelitian energi terbarukan Sinar Keabadian. dan mengubahnya menjadi seorang pahlawan di kota Nova. Namanya Dr Ethan Mitchell, pemilik kekuatan super sinar keabadian yang didapatnya dalam ledakan kecil yang mengandung partikel langka di laboratorium penelitian Pusat Riset Energi Quantum (PREQ). Berikut beberapa nama teman teman Ethan dalam novel ini yang berhubungan dengan penelitian di PREQ: 1. Dr. Ethan Mitchell, seorang ilmuwan brilian, sedang melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan sumber energi baru yang ramah lingkungan di laboratoriumnya di Pusat Riset Energi Quantum (PREQ). Ia berharap penemuan ini akan membawa perubahan positif bagi dunia. 2. Dr. Ava Reynolds, rekan sejawat Ethan di PREQ, adalah seorang ahli fisika teori yang brilian. Dia adalah sosok yang bijaksana dan memiliki wawasan yang mendalam dalam teori energi. 3. Lucas Montgomery, seorang teknisi muda yang bekerja di laboratorium PREQ, adalah rekan sekerja Ethan yang penuh semangat. Dia memiliki keahlian teknis yang luar biasa dan sering membantu Ethan dalam percobaan dan penelitian. 4. Dr. Sofia Rodriguez, seorang ilmuwan muda yang baru bergabung dengan PREQ, memiliki keahlian dalam ilmu kimia dan biokimia. Dia membawa perspektif baru dalam penelitian Ethan, dengan fokus pada aplikasi energi keabadian pada sektor medis. 5. Professor William Evans, mentor dan pengawas Ethan, adalah seorang ilmuwan terkenal yang telah lama berdedikasi pada penelitian energi alternatif. Ia adalah sosok yang bijaksana dan berpengalaman yang memberikan panduan berharga kepada Ethan dalam perjalanan penelitiannya. Mereka akan berperan penting dalam membantu dan memberikan dukungan kepada Ethan dalam melawan organisasi kriminal Matahari Hitam yang disertai dengan adanya percintaan dalam petualangannya sebagai pahlawan Kota Nova City dan penelitiannya tentang Energi terbarukan Sinar Keabadian. Mereka akan membentuk tim yang solid dalam menjalankan percobaan dan menghadapi tantangan yang akan datang untuk memberantas kejahatan di Kota Nova City Melawan anggota kriminal Matahari Hitam.

Abik_Madin · Sci-fi
Not enough ratings
17 Chs

Gempar Pribadi

Evan mengajak Zahra, calon istrinya, untuk bertemu di tempat favorit mereka malam ini. Tempat itu sebenarnya sebuah kafe yang menyediakan lokasi di pinggir sungai, yang lebih sepi namun estetik. Akhirnya, waktu yang dinanti oleh Evan pun tiba. Sesampainya di lokasi, Evan melihat Zahra dari kejauhan, namun Zahra terlihat sedang duduk berbincang dengan seorang lelaki misterius. Memakai topi, masker, dan kacamata hitam. Outfit yang cukup aneh mengingat ini adalah malam hari. Zahra juga terlihat akrab dengan lelaki itu. Evan yang posesif dan begitu mencintai Zahra langsung berprasangka buruk. Ia yakin Zahra sudah selingkuh dengan lelaki itu. Evan lantas berjalan mendekat ke arah mereka. Anehnya, Zahra justru berlari menjauh dari Evan bersama lelaki itu. Evan berteriak memanggil nama Zahra, namun sia-sia. Ia mencoba mengejar Zahra dan lelaki itu. Saat Evan berhasil meraih tangan lelaki itu, ia meninju wajah lelaki itu hingga roboh. Melihat hal itu, Zahra nampak ingin menolong. Tapi ia justru diminta oleh lelaki itu untuk segera pergi ke sebuah lokasi lain. Evan nampak hancur seketika. Momen itu dimanfaatkan lelaki itu untuk mendorong Evan hingga ia jatuh ke sungai kecil di samping kafe. Sebelum terjatuh ke sungai, Evan sempat meraih tangan lelaki itu, berpegangan pada arloji yang dipakai lelaki itu di tangan kirinya. Lelaki itu malah melepas arloji itu dan membiarkan arlojinya ikut jatuh bersama Evan. Semenjak kejadian itu, Evan berubah. Ia memutuskan hidup menyendiri di pedesaan bersama saudaranya. Bahkan ia memutuskan membuang smartphonenya karena tak ingin mengingat lagi kenangan tentang Zahra. Bertahun-tahun Evan hidup sederhana dan kacau akibat kejadian malam itu. Namun meski sudah bertahun-tahun mencoba melupakan Zahra, ia justru semakin penasaran siapa lelaki itu sebenarnya. Lelaki yang sudah merebut calon istrinya. Ia kemudian memutuskan untuk mencari siapa lelaki itu, dan jika nantinya dia harus bertemu Zahra, maka ia hanya akan mengucapkan selamat kepada mereka. Satu-satunya petunjuk yang ia miliki dari lelaki itu adalah arloji yang secara tidak sengaja ikut digenggam dan jatuh bersamanya di sungai. Secara tak terduga, Evan mendapat kesempatan untuk bisa kembali ke masa lalu, tepatnya saat rekan sekantornya dulu, Dewi, yang juga adalah putri seorang ilmuwan, sedang membutuhkan seorang sukarelawan untuk mencoba mesin waktu yang diciptakan mendiang ayahnya. Evan langsung menyanggupinya, dan kembali ke masa lalu tepatnya di malam ia bertemu terakhir kali dengan Zahra di kafe, untuk mengetahui siapa laki-laki itu sebenarnya. Sebuah jawaban yang sangat mengejutkan Evan setelah tahu identitas sebenarnya siapa laki-laki itu.

Gempar_Pribadi · Sci-fi
Not enough ratings
19 Chs
Table of Contents
Volume 1