Kyoto 7 Desember. Zahra Flashback
Dulu terlihat Zahra ada di sebuah tempat seperti pinggir jalan dan dia memasang wajah yang sangat ceria seperti biasanya layaknya dia sudah dikenal Zahra dari dulu.
Lalu ketika dia melihat ke samping ada seorang wanita yang datang dan jika dikira-kira wanita itu juga sama sepertinya mulai dari umur maupun penampilannya sangat muda seperti Zahra.
"Hai Zahra, aaf ya terlambat, tadi ada macet," kata wanita itu yang mendekat dengan sama-sama ramah, Zahra menjadi membalas dengan senyuman dan lambaian tangan yang lembut.
"Halo, tidak apa-apa kok, aku juga baru sampai di sini, ngomong-ngomong kita sudah lama tidak bertemu, apa yang ingin kau bicarakan duluan?" tatap Zahra dengan tatapan yang sangat polos tetapi dengan wajah cantiknya, mau bagaimana lagi dia tetap cantik meskipun memasang wajah putus asa sekaligus.
"Ah, apa kau melihat berita yang lagi diperbincangkan hari ini bahkan menjadi topik yang sangat hangat sekali."
"Tidak, apa itu?" Zahra bertanya dengan penasaran.
"Katanya film horor yang berjudul Dunia Akhir akan tayang di bioskop besok dan ada yang bilang bahwa semua pemain maupun pembuat filmnya itu adalah dari orang-orang yang paling ternama, orang-orang pembuatnya saja sudah ternama apalagi jika filmnya sudah ditayangkan nanti..."
"Wah beneran.... Serem dong namanya aja juga udah horor loh, apa kamu mau menontonnya nanti?"
"Ya, aku sudah beli tiketnya...." wanita itu menunjukkan dua tiket masuk bioskop pada Zahra yang terkejut tak percaya melihat itu.
"Hah kenapa ada dua?"
"Untukmu satu, temani aku ya!"
"Apa katamu?! Tidak mau ah, cari saja orang lain...."
"Hei kamu ini mentang-mentang ini adalah film horor kamu mau menolaknya begitu saja padahal aku sudah mendapatkan tiket ini dengan sangat pengorbanan yang sudah tinggi aku berurutan dengan banyak orang ketika tiket ini dijual loh... Dan kamu harusnya beruntung dong bisa melihat film yang sama jika melihat denganku, ayolah Zahra temenin aku..." teman wanitanya itu menatap sungguh memelas membuat Zahra memasang wajah aneh.
"Is apaan sih, iya aku memang hargai perjuanganmu untuk mendapatkan tiket itu tapi aku takut pada film horor..."
"Sesekali kamu juga harus menonton film ini dong, siapa tahu nanti kamu kalau tidak mau nonton film ini malah dijuluki penakut..."
"Memangnya kenapa?! Emangnya kenapa jika aku dijulukin penakut?!" Zahra menuntut dengan sangat kesal.
"Kamu nggak mau kan nanti dijuluki si penakut dan pastinya kamu akan ditakut-takuti orang-orang yang ada di sekitarmu..." wanita temannya itu melirik dengan tatapan yang mengejek Zahra membuat Zahra terdiam terkejut mendengar itu tadi.
"Jika dipikir-pikir memang benar sih..... Aku tidak mau dijuluki penakut, katanya orang penakut itu umurnya pendek...." ia tampak memasang wajah yang begitu cemas.
"Aku tidak mau itu terjadi.....!!!" dia langsung berteriak panik lalu ia dengan cepat mengambil tiket itu dari tangan temannya tadi yang menjadi tersenyum puas karena telah merayu Zahra untuk ikut menonton film bersamanya.
"Hehehe bagus aku akan menunggumu besok...." dia langsung pergi begitu saja.
Zahra terdiam menatap tiket di tangannya lalu dia menghela nafas panjang.
"Mau bagaimana lagi ini benar-benar menakitkan, aku harap ada suatu halangan yang membuatku tak jadi menonton film itu."
"(Oh iya, wanita yang tadi itu adalah teman ku, dia bernama Hera, kami teman dari semasa SMA, pastinya sudah sangat lama dan dia masih seperti dulu sekali, tidak berubah, bahkan masih ingat aku saja....)" pikirnya, lalu ia berbalik dan berjalan pergi untuk pulang dari sana sambil masih menatap tiket itu. "(Apa yang harus aku lakukan, aku tak mungkin bisa melihat ini, bagaimana jika aku ketakutan..... Hmm.... Ah, tidak mungkin,)" ia menyimpan tiket itu tapi kebetulan, ia melihat sesuatu di matanya, yakni banyak nya orang yang lewat maupun berada di pandangan nya, mereka sedang bersama atau dalam istilah lain, mereka pacaran, berbagi tangan maupun pelukan dan bahkan kecupan manis yang tak terhingga.
"(Ck... Apa sih yang mereka lakukan... Pacaran?! Aku juga pernah melakukan nya kok, waktu SMP..... SMA aku hanya jadi cabe cabean.... Astaga, apakah ini termasuk masa depan yang suram, nyatanya sekarang aku tak tahu harus apa selain menunggu jam pengajaran kampus.... Aku sudah 4 tahun di kampus tapi aku belum menyelesaikan skripsiku sama sekali, mau bagaimana lagi....)" ia tampak berwajah suram.
Hingga hari berikutnya, di bioskop, Hera sudah menunggu didepan bioskop dan Zahra langsung datang ke sana. "Ah, maaf lama," tatapnya sambil terengah engah buru buru datang.
"Kamu hampir terlambat loh, ayo, sebelum film nya mulai," Hera mengambil tangan Zahra dan menariknya untuk langsung masuk ke dalam.
Ketika sampai, Zahra terdiam karena di samping bangkunya ada seorang lelaki tampan yang mengobrol dengan teman nya.
Tatapan Zahra terdiam, bahkan ia belum masuk ke deretan bangku.
"Hei, kamu kenapa?" Hera menatap bingung.
"Ah, maaf, aku hanya.... Gimana yah.... Em.... Lelaki itu tampan banget," tatap Zahra.
Lalu Hera menatap lelaki itu dan kebetulan, lelaki itu malah menoleh kepada mereka apalagi tatapan nya kebetulan menatap ke mata Zahra. Hal itu membuat Zahra terkejut dan langsung membuang wajah.
"Hei, cepatlah masuk.... Apa kamu tak butuh menggodanya?" Hera menatap.
"Ah, iya... Baiklah...." Zahra langsung masuk ke deretan dan duduk di samping lelaki itu yang menatapnya.
"Ehehe.... Em.... Halo," Zahra menyapa nya dengan agak malu malu.
"Ah, iya, Halo," lelaki itu membalas dengan wajah tampan nya membuat jantung Zahra berdebar kencang. "(Astaga.... Aku bisa sesak napas....) Um..... Apa kamu tahu bahwa kamu begitu tampan?" Zahra menata dengan masih malu malu.
"Oh, iya, terima kasih, dan kamu sangat cantik."
"Be... Benarkah.... Hahaha.... Aku hanya.... Wanita cabe cabean... Haha..."
"Oh, kalau begitu kau punya pacar?"
"Um.... Eh.... Ti... Tidak ada.... Sayang nya aku tak punya ehehe.... Bagaimana dengan mu?" Zahra menatap canggung.
"Kemarin baru saja putus," lelaki itu membalas dan langsung membuat Zahra terkejut kaku.
"E... Um.... Hehe.... Baiklah.... (Apa yang membuat nya putus?)" Zahra menjadi ragu hingga film pun dimulai.
Ketika Film selesai, Hera menatap puas tapi ketika ia menoleh ke Zahra, ia terkejut karena Zahra mati kaku bahkan dia gemetar.
"Zahra?" dia memegang tangan nya seketika dia menariknya kembali karena tangan Zahra dingin. "(Kenapa tangan nya dingin? Apa dia setakut itu?)"
Tapi tiba tiba lelaki di samping nya menatap ke Zahra. "Hei cantik," panggilnya membuat Zahra terkejut langsung berwajah merah, seketika suhu tubuhnya menjadi panas. "Ah, iya...."
Hal itu membuat Hera terdiam tak mengerti. Apalagi ketika lelaki itu mengatakan sesuatu.
"Mau berkenalan? Film tadi ada scene romantis sebentar yang membuat ku tertarik padamu, boleh tahu nama mu?" lelaki itu mengulur tangan.
"Ah, aku Zahra, kamu?"
"Zahra, nama yang cantik, aku Praba."
"Wah, berkharisma sekali nama mu..." Zahra menatap nyaman.
"Iya, terima kasih, ngomong ngomong mau date? (Kencan)" tatapnya seketika Zahra memerah dan langsung menyetujui nya. "Aku mau.... Kapan, sekarang! Ayo...." dia menatap.
"Baiklah, mari," Praba berdiri dan mereka berjalan pergi.
Hera yang ada di sana menjadi terdiam. "Wait, what?" ia menatap sekitar dan kebetulan menatap teman Praba tadi yang juga bingung kenapa Praba pergi.
Lalu mereka saling kontak mata. "Oh, halo," lelaki itu menyapa membuat Hera terdiam. "Nasib sama yah," tambah nya membuat Hera tersenyum kecil. "Haha.... Iya sekali...."
--
Praba dan Zahra ada di cafe. "Ini kafe terbaik, mari berbagi cerita," kata Praba membuat Zahra mengangguk cepat tak sabar.
Terlihat mereka sudah ada di dalam, duduk berhadapan.
"Anu, bisa ceritakan padaku kenapa kamu putus?" Zahra menatap.
". . . Sebenarnya aku dalam masa menemukan seorang pasangan hidup, setiap kali aku pacaran dengan wanita, aku akan menunggu selama dua minggu dan jika ikatan kami masih bersama, maka aku akan memberikan cincin pada nya, tapi kebanyakan, mereka tidak bisa memegang kesetiaan, bahkan lebih memilih lelaki yang lebih ganteng atau kaya, atau apapun itu aku tak tahu... Bahkan ada banyak sekali yang berjalan pergi tak menerima cincin yang aku berikan."
"Jadi, kamu benar benar pria yang matang? Kenapa banyak wanita yang tak mau?"
"Kau tahu lah, wanita adalah makhluk yang gampang pilih pilih, jadi, itulah mengapa aku di putuskan," kata Praba membuat Zahra terdiam dan menggeleng. "Benar benar deh... Lalu, apa kamu tahu bahwa aku juga suka menggoda lelaki lain, jadi mungkin kita tak akan cocok," tatap nya.
"Kupikir aku akan melihat lihat dulu, jika memang benar dengan apa yang kamu katakan, mungkin tak ada jalan lain."
"Hehe, aku hanya mengagumimu karena kamu tampan kok."
"Yah...."
Lalu ada pelayan wanita datang. "Selamat datang, bisa aku tahu pesanan mu?"
"Aku ingin di pilihkan oleh mu," tatap Zahra pada Praba.
"Kalau begitu teh best seller yah," tatap Praba lalu Pelayan mengangguk.
Tapi tanpa mereka tahu, di luar sana ada bahaya yang menyebar dan bahkan semua orang berlari gila dan sangat panik.
Semua yang ada di dalam kafe tak memperhatikan kaca di luar hingga mendadak ada yang menabrakkan diri ke kaca membuat semua yang ada di dalam terkejut termasuk Zahra, Praba dan bahkan Pelayan wanita tadi.
"Apa itu?" semuanya bingung. Orang itu adalah seorang wanita yang berantakan dan wajahnya pucat, sambil mengetuk etuk keras kaca kafe dengan tangan nya seperti meminta tolong.
Pelayan wanita itu tampak iba dan di sini posisinya, mereka belum tahu apapun bahkan membiarkan wanita pelayan membuka pintu untuk wanita di luar itu.
Awalnya dia patuh dan hanya diam saja, bahkan wanita pelayan itu menuntun nya masuk. "Anda baik baik saja, apa yang terjadi?" dia menatap dari wanita itu yang duduk.
Bahkan semua yang ada di dalam kafe mendekat termasuk Praba dan Zahra, di sana kesempatan Zahra untuk mendekap tangan Praba dengan ketakutan.
"Apa yang terjadi padanya?" semua bertanya tanya.
Tapi detik berikutnya, wanita itu menyerang pelayan dengan sangat sadis bahkan gila, menggigit semua tubuhnya membuat pelayan itu berteriak kesakitan. Semuanya menjadi panik. "Ah!!!" bahkan Zahra dan Praba yang terkejut dengan hal itu, dan begitulah bagaimana wabah terjadi pada cerita Zahra.