Roland berdiri dan menemukan telepon di sana. Ia mengambilnya dan mencoba menghubungi pihak pusat, tapi seperti nya telepon itu mati.
"Tak ada satu cara lagi, aku juga sedang tidak memegang senjata, tempat nya terlalu sempit untuk bertarung dan salah satu caranya adalah menarik perhatian mereka dari satu sisi untuk kita bisa pergi dari sini melewati sisi yang lain," kata Roland.
Lalu Dian terdiam dan merogoh rak di sana. Seketika menemukan senter kecil. "Aku punya ide," ia menyalakan senter nya dan mengarahkan ke jendela di sisi satu. Seketika zombie yang melihat itu menjadi berjalan mendekat ke sana.
"Apa yang kau lakukan?!" Roland menatap panik.
Tapi tak lama kemudian, dari luar kantor itu, senter itu terus bergerak ke jendela itu membuat semua zombie yang ada di luar menabrakkan diri ke jendela itu, semuanya dan siapa sangka, yang mengarahkan senter itu adalah zombie yang terikat tadi di dalam dengan mulutnya terpaksa.
Sementara Roland dan Dian merangkak ke sisi lain, mencoba melewati mereka yang fokus mencoba membuka jendela karena senter. Lalu hingga akhirnya mereka berhasil keluar dari klinik, tapi siapa sangka, di luar pun juga sudah banyak serangan-serangan.
"Ahhhkkk!!" Dian terkejut melihat seseorang di depannya dimakan satu zombie itu.
Roland segera menarik kerah Dian dan mereka berlari melihat sekitar. "Itu!!" Roland melihat satu mobil jep medis lalu mereka berdua masuk ke sana.
Bernapas cepat dan mencoba tenang, kini mereka aman tanpa ada yang melihat. Bisa dilihat dari kaca mobil depan bahwa sudah ada banyak zombie yang berdiri menunggu dengan menggunakan indra pendengaran dan penglihatan mereka yang masih berfungsi.
"Apa yang harus kita lakukan?" Dian menatap.
Roland yang ada di bangku dekat supir menjadi terdiam. Ia lalu baru ingat pada Kachi yang masih di kantin. "Ahhhh tidak!! Wanita itu masih ada di kantin!! Jika dia tergigit, Uminoke akan menangis dan Line akan mengamuk padaku!!" Roland menyesal panik membuat Dian terdiam menatap.
"Kita harus cari cara untuk ke kantin dengan aman," tambah Roland.
Tapi tiba-tiba dari kaca sampingnya, ada orang yang mengejutkan mereka berdua.
Orang itu mengetuk pintu kaca dengan panik tapi terlambat, dia sudah diserang satu makhluk yang mendekat menggigitnya dan seketika darah terciprat di jendela itu membuat mereka berdua kembali terdiam.
"Apakah mobil ini tak ada kuncinya?" Dian melihat sekitar di bagian kunci.
"Lupakan itu, jika kita menggunakan nya, kita akan tetap diserang. Salah satu cara, lakukan seperti tadi, menarik perhatian di sisi lain," kata Roland.
Lalu Dian terdiam melihat para zombie yang terdiam diri di depan tak melihat ke arah mereka.
Lalu tiba-tiba, dia menekan klakson mobil itu membuat hal itu menarik perhatian zombie.
"Apa yang kau lakukan?!" Roland terkejut.
Semua zombie itu berlari mengerubungi bagian sisi supir mobil.
"Pergi dari sisi mu!!" teriak Dian. Lalu mereka keluar dari sisi pintu Roland.
Beberapa zombie untungnya tidak melihat mereka karena fokus pada mobil itu. Mereka tadi ke sana karena klakson mobil itu.
"Kemana kantin-nya?" Roland bertanya.
"Kita harus melewati lapangan penjagaan," balas Dian. Hingga mereka sampai di lapangan penjagaan, tapi siapa sangka, ada dua orang zombie yang berjalan dengan senjata mereka, mereka berjalan seperti berjaga. "Kemana mereka tetap berjaga?" Dian menatap bingung.
Roland juga ikut melihat. "Itu mungkin zombie tingkat kosong, dia tak sepenuhnya zombie karena memiliki ingatan otot. Ingatan otot adalah hal yang dilakukan mereka selama mereka masih jadi manusia, jika awalnya mereka berjaga, mereka akan begitu terus meskipun sudah terinfeksi. Meskipun begitu, jika lihat mangsa, pastinya akan menyerang," balas Roland.
"Apa maksudmu? Mereka level rendah?" Dian menatap bingung. Tapi ia bergerak sedikit dari celah sembunyi mereka membuat suara dan hal itu membuat dua zombie itu menoleh ke tempat mereka.
"Sial," mereka langsung menundukkan wajah. Tapi zombie itu berjalan ke sana dan melihat ke depan tidak ke bawah, selama tidak ada suara, dia tidak akan melihat ke bawah.
Mereka berdua sudah berusaha mungkin tidak memunculkan suara, tapi kaki zombie itu menginjak sesuatu membuat suara di bawah.
Hal itu membuat suasana diam dan seketika zombie itu melihat ke bawah, tapi tanpa basa-basi, Roland menyerangnya dan mendorongnya jatuh.
"Kuahhhkkkkk!!" Zombie itu berteriak meronta dan zombie satunya akan menyerang Roland, tapi Dian melihat ada senjata senapan yang dijatuhkan zombie tadi. Ia langsung mengambilnya dan melihat dengan panik di arah lain, satu zombie akan menyerang mereka dari jauh.
"Cepat tembak!!" teriak Roland, ia masuk menahan zombie itu di bawah.
Dian dengan panik akan menembak tapi sayangnya, dia tak tahu caranya membuat Roland terdiam. "Berikan padaku," Roland mengambil senjata itu dengan satu tangannya dan langsung meletakkannya di mulut zombie itu, seketika menarik pelatuk dan menembak mulut zombie itu membuat mereka terdiam dan Roland bisa bernapas lega dan zombie itu telah mati begitu saja.
Tapi tiba-tiba Dian menoleh dan zombie yang tadi akan menyerang telah menyerang dan mendorongnya ke bawah. "Ahhkkk," Dian terkejut zombie itu akan menggigitnya tapi Roland menembak kepala zombie itu sehingga zombie itu jatuh ke tubuh Dian yang terdiam terengah-engah.
Setelah itu mereka berlari ke kantin, di sana penutup kantin tertutup. Dian mendobrak dan mengetuk terus. "Buka!! Di dalam ada orang??!!"
"Kachi!!" teriak Roland juga.
Lalu muncul suara Kachi. "Roland..." di saat itu juga pintu kantin terbuka dengan mesin. Itu seperti penutup ruko yang naik ke atas, tapi itu hanya naik kecil membuat Roland dan Dian harus masuk ke sana dengan merangkak.
Lalu penutup itu kembali menutup dan seketika banyak zombie berkerumun di sana menyerang.
Roland melihat di kantin itu hanya ada Ariya dan Kachi.
Ia segera mendekat ke Kachi dan memegang kepala Kachi yang bingung. "Kau baik-baik saja?!" tatap Roland dengan wajah khawatir.
"Ya, aku baik-baik saja."
"Haiz.... Syukurlah.... (Aku tidak jadi dipukuli Line,)" Roland bisa bernapas lega.
"Senior," panggil Ariya membuat Roland menoleh.
"Apa.... Kenapa ini semua terjadi?" Ariya menatap dengan wajah tak percaya. Pandangannya benar-benar kosong tidak terima membuat Roland terdiam ikut menyesal.
Lalu Roland mendekat dan menepuk pelan bahu Ariya. "Kau sudah bekerja dengan baik."
"Aku membuat semuanya mati, aku tak bisa menyelamatkan mereka. Aku benar benar tak tahu lagi kenapa ini terjadi.... Kenapa ini semua bisa bisanya terjadi di sini?"
". . . Paling tidak kau itu selamat. Jangan memikirkan apapun kecuali kau bisa selamat jika di situasi seperti ini."
"Tetap saja, aku benar benar buruk. Apa yang dikatakan atasan nantinya, aku benar-benar payah."
" . . . Kita tinggal menjelaskan semuanya... Kau harus tenang terlebih dahulu," tatap Roland mencoba menenangkannya yang hampir tertekan.
"Tidak, aku tidak bisa, aku kehilangan penugasan, aku akan diturunkan jabatanku, aku payah.... Aku tak bisa menjaga kamp ini," Ariya masih berguman sendiri.
"Haiz... Kau harus tahu, tinggal di antara zombie itu sangat menyusahkan, atasan atas pastinya bakal mengerti itu, dia pasti juga bilang 'Yang penting kau selamat,' jadi tenang saja," kata Roland. Lalu Ariya menghela napas pasrah dan mengangguk.
Tapi tiba-tiba saja semua pintu di kantin itu, jendela maupun apapun yang menjadi perantara masuk telah rusak membuat mereka terkejut menoleh. Mereka melihat banyak zombie itu telah menerobos.
"Cepat masuk ke sana!!" teriak Roland. Lalu mereka berempat melihat ada sebuah kurungan keranjang yang dibuat untuk kardus makanan. Kini mereka masuk ke sana. Ada dua kurungan dan itu satu-satunya cara agar mereka bisa aman.
Kachi dengan Dian dan Roland dengan Ariya. Masing-masing di satu kurungan itu.
Semua zombie itu mencoba menerobos kurungan itu, mereka berempat bahkan panik karena memang terkepung.
"Apa yang harus kita lakukan!!??" Ariya menatap panik.
Roland hanya terdiam, ia menoleh ke kurungan satunya, Kachi berteriak panik mencoba menghindari tangan para zombie itu.
Tapi siapa sangka, ada sebuah suara dari radio speaker umum di sana, memutar suara musik nasional Jepang.
Hal itu membuat suasana aneh karena semua zombie itu tiba-tiba terdiam berdiri tegak ketika suara itu berputar.
Mereka berempat terdiam melihat sekitar. "Ini jam 10 pagi, waktu penurunan bendera dan mereka di minta selalu begitu setiap hari, menghentikan apa yang mereka lakukan," kata Ariya.
"Ini kesempatan, berapa menit itu diputar?"
". . . 3 menit."
"Ayo cepat pergi."
"Senior, bagaimana jika mereka menyerang jika kau menyentuh mereka?" Ariya menahan tangan Roland.
"Tidak akan, itu adalah kebiasaan otot otak, bahkan zombie tingkat kosong saja masih memiliki ingatan apa yang mereka lakukan," balas Roland dengan nada 'tenang aja, dibawa santai aja.'
Lalu mereka membuka kurungan itu dan berjalan pelan-pelan melewati mereka. Memang agak menyentuh tubuh para zombie itu, tapi mau bagaimana lagi, semuanya sudah seperti patung mendengarkan suara itu.
Hingga akhirnya mereka berhasil ke lapangan, tampak semua zombie itu sudah berdiri berselang-seling di lapangan itu.
Mereka berempat melewati itu semua. Lalu Roland menatap ke belakang melihat Kachi ada di belakang. "Sut, heh, kemari," ia mengulur tangan, Kachi menatap lalu berjalan langsung mendekap lengan Roland dengan ketakutan.
Lalu mereka menemukan mobil jep di sana yang bekas tertabrak dan ada zombie mati terjepit karena tertabrak di tembok itu.
"Apa kita bisa mengambilnya?" Roland berjalan membuka pintu supir mobil itu dan di sana juga sudah ada mayat yang mati karena mengemudi dan mengalami kecelakaan tadi.
Tapi siapa sangka bahwa lantunan musik itu telah berakhir membuat mereka terkejut diam. Semua zombie itu mulai bergerak-gerak dan memburu seperti semula.
"Sial, cepat pergi," Roland menarik tangan Kachi, hal itu pun membuat Kachi terjatuh hampir terseret. "Ah.... Hati-hati!!"
"Ah maaf!!" Roland berlutut dan langsung menggendong Kachi di dada membuat Kachi terkejut berwajah merah.
Diikuti Ariya dan Dian yang mengikuti Roland masuk ke gudang kecil.