Sementara kedua lelaki itu menyusuri hutan tersebut dan rupanya menemukan sebuah rawa.
"Rawa? Rawa ini kecil dan tidak terlalu besar," Line melihat sekitar, tapi Roland melihat sesuatu seperti kain besar putih di sana yang terdapat di antara pepohonan akar yang tajam.
"Aku merasa itu sesuatu," kata Roland. Ia melinting celananya hingga sampai lutut dan masuk ke rawa.
"Hei, itu rawa dalam," Line menatap. Tapi ketika Roland menginjak kaki, rawa itu hanya setinggi telapak kaki Roland saja.
"Ayo Line, penasaran ku membuatku mati nih," tatap Roland.
Lalu Line menghela napas panjang dan juga melipat celananya ke atas serta melepas sepatunya. Ia lalu masuk ke air.
"Bukankah itu seperti sebuah parasut?" kata Line. Mereka berdua ke sana dan ada beberapa tali putih juga yang mengarah ke air.
"Kau pernah berpikir bahwa kita tinggal di rawa ini ketika dipaksa militer?" Roland menatap.
"...Aku tidak akan melakukannya, kita akan digrogoti lintah nantinya dan dicincang oleh buaya."
"Yah, kau benar, kecuali jika kau tidak membunuh kedua orang itu," lirik Roland membuat Line terdiam.
"...Kau masih ingat saja."
"Ya, tentu saja aku ingat. Dua anggotaku tak pulang dari bertahan hidup di hutan itu karena kau, bukannya berteriak minta bantuan, tapi kau malah melihat mereka dicabik-cabik oleh buaya yang sangat banyak, dan entah kenapa buaya itu datang di sisi sungai yang tak pernah mereka lewati," kata Roland.
"Cih, aku tidak akan bilang bahwa mereka yang mulai duluan," Line menatap kesal.
"Hahaha, baiklah, ini dia. Aku akan menariknya," Roland memegang tali itu dan menariknya.
Tiba-tiba saja ia rupanya menarik mayat orang yang muncul di air itu, hal itu membuat mereka berdua begitu terkejut dan Roland langsung melepasnya.
"Apa itu?!" ia menatap terkejut.
"Sepertinya sudah ada dua minggu dia di sana, pastinya dia jatuh karena sesuatu yang tak terduga," pikir Line.
"...Sesuatu yang tak terduga di langit? Bagaimana jika pesawat jatuh?"
"Pesawat jatuh?"
"Ya, lihat, bajunya adalah baju co-pilot," Roland menunjuk. Untungnya mayat itu tetaplah mayat, tidak akan berubah menjadi zombie karena dia mati saat menjadi manusia.
"Mungkin kau benar. Ketika ada suatu kecelakaan pesawat, co-pilot ini lebih memilih menyelamatkan diri, tapi ia tak menyangka akan jatuh di rawa ini. Alhasil, dia terjebak di sana menunggu kematiannya. Jika dia jatuh di sini, itu berarti pesawatnya juga tidak akan jauh jatuh," kata Line.
Lalu mereka melihat sekitar dan Roland memilih untuk berjalan ke dalam rawa itu, melihat dari banyaknya semak-semak hingga menemukan sesuatu yang membuatnya senang. "Line... Aku menemukan sampan," ia menoleh. Lalu Line mendekat.
Sampan itu ditinggalkan dan sudah ada mesinnya di sana.
Tak lama kemudian, Line duduk di depan sampan itu melihat sekitar sambil merokok, sementara Roland berdiri di belakang menarik mesin sampan itu agar menyala.
Tapi ia menarik sekuat tenaga dan berkali-kali tidak bisa hidup. "Hizzz... Nyalalah," ia mulai kesal dan terus menariknya.
"Lihat dulu apakah kau menghidupkan mesin-nya belum," kata Line tanpa menoleh.
Lalu Roland terdiam dan melihat-lihat mesin itu mencari sesuatu hingga menemukan tombol. Ia lalu menekannya dan mulai menarik tali mesin-nya, yang benar saja, mesin itu menyala.
"Sepertinya aku yang terlalu bodoh tak pernah menyalakan mesin sampan," sampan itu mulai bergerak ke pedalaman rawa itu yang semakin besar dan dalam.
"Aku tidak mengerti kenapa bisa ada rawa di sini dan juga kita tak terkena lintah sama sekali," Roland menatap.
"Itu mungkin karena ini tercipta dari hujan tanpa henti itu, hujan yang beracun, siapa yang mau hidup di sini termasuk hewan," balas Line.
Tapi tiba-tiba ia merasakan sesuatu. "Hei..." ia menoleh ke Roland yang terdiam menatap bingung.
"Matikan mesin-nya," tambah Line. Lalu Roland mematikan mesin-nya dan sampan mulai berhenti.
"Jika pesawat itu jatuh di antara tempat ini? Kenapa tidak terlihat sama sekali?" tatap Roland.
"...Itu karena, kita ada di atasnya," balas Line. Seketika mereka terdiam melihat air. Jika dilihat dari atas, memang, pantulan airnya berwarna putih seperti di dalam air itu ada sesuatu, warna putihnya besar dan membentuk pesawat. Pesawat udara yang besar telah jatuh ke sana.
Beberapa lama kemudian, Line dan Roland kembali berjalan ke bus. "Aku tidak menyangka, pesawat itu jatuh ke sana," tatap Roland.
"Ya, pesawat itu mungkin jatuh dan menelan banyak orang."
"Tapi, apa mungkin itu adalah pesawatnya Nian?" tatap Roland.
"Nian?" Line menatap bingung.
"Gadis yang entah kemana dia pergi membawa liontin militerku, tapi aku harap dia bisa hidup."
"...Apa maksudmu? Bagaimana cara dia selamat dari pesawat itu, bukankah kau lihat sendiri pesawat itu tenggelam di rawa?"
"Ya begitu, tapi aku juga tak tahu. Dari awal dia cerita, dia hanya bilang bahwa dia melarikan diri setelah pesawatnya jatuh, berpisah dengan ibunya yang rela mengorbankan nyawanya dimakan para makhluk itu," balas Roland. Lalu mereka terdiam dan menghela napas panjang. "Hanya takdir yang menentukan."
Tapi ketika melihat kembali ke bus, mereka terkejut karena banyak zombie mengepung bus itu, hanya beberapa dan tidak banyak.
"Sial, aku meninggalkan senjataku di dalam bus," Roland meninggalkan senapan-nya di dalam bus dan mereka berpikir Kachi yang ada di dalam pasti sedang panik karena mereka meninggalkannya di dalam, tapi tak terlihat Kachi di jendela bus.
"Kalahkan atau tidak sama sekali," Line mengeluarkan banyak pisau dan melemparnya ke kepala-kepala zombie itu tanpa ada yang meleset.
Roland menoleh ke sekitar dan menemukan kayu ranting yang tak terlalu besar. Ia mengambilnya dan setiap zombie yang mendekat padanya, dia langsung menghantam meskipun itu tak membuat zombie mati, tapi ia bisa melumpuhkan mereka.
Line mengambil pisau-pisaunya dan didahului Roland yang masuk ke bus duluan lalu mereka masuk ke bus dengan masih ada sisa zombie di sana.
Roland menyalakan bus-nya dan langsung menyiapkan gigi kemudi, menginjak gas, mereka bisa bernapas lega.
Tapi ada hal yang bahaya lagi, Kachi yang ada di belakang menjadi tidak ada di tempatnya.
Dengan wajah yang pucat, kedua lelaki itu menoleh ke belakang.
"Sialan... Dimana wanita itu?" Roland terkejut.
Sementara itu, Kachi rupanya berjalan di jalanan itu dengan arah yang salah. Banyak sekali pohon dan cuaca gelap karena teduhnya pohon-pohon itu, sambil kesal dan lari dari kawanan zombie itu. "Tega sekali kalian meninggalkanku begini, aku melihat banyak zombie dan aku jelas diserang, benar-benar jahat, aku akan pergi saja, tak peduli mereka tidak mencariku atau tidak, tapi ini benar-benar tidak ada orang," gumamnya sambil melihat ke sekitar, dia benar-benar berjalan sendiri dan untungnya tak ada zombie yang ada di sekitar sana.
Tapi tak lama kemudian, ia melihat seseorang di depan yang berjalan. Seorang pria dengan penampilan pekerja hutan.
"(Apa itu orang? Syukur deh.) Permisi, Tuan, Tuan...." Kachi berjalan mendekat, tapi orang itu tidak menoleh. Dari sana Kachi baru sadar tingkah orang itu yang tuli pasti dia adalah zombie.
Kachi terdiam, ia akan mundur perlahan tapi siapa sangka, pria itu menoleh dan benar, dia adalah zombie yang mengaum akan menyerang Kachi.
"Ahhh!!" Kachi terkejut tapi tiba-tiba sebuah peluru menembus kepala zombie itu dan zombie itu jatuh belum menyentuhnya.
Kachi menoleh dan melihat bahwa itu Roland membidik dari jauh.
"Kau, wanita yang sangat merepotkan, aku memintamu menunggu bukan?" Roland mendekat dengan kesal.
"Apa maksudmu? Jika aku tidak pergi, aku akan mati dikeroyok oleh zombie itu. Itu salahmu meninggalkanku sendirian, kau pikir aku bisa melawan zombie sebanyak itu?!" Kachi bergantian marah.
"Haiz... Baiklah, maaf, kami tidak tahu akan jadi begini, tapi paling tidak, mereka tidak menerobos masuk. Kenapa kau sampai pergi ke jalan kecil ini dan jalanan apa ini?" tatapnya. Ia melihat ke sekitar, rupanya jalan mereka berbeda dengan jalanan aspal yang dilewati bus.
Jalan mereka lebih tepatnya seperti jalanan menuju sesuatu.
Lalu Roland menemukan sebuah papan kecil yang menancap di sana. Ia mendekat membuat Kachi terdiam bingung melihatnya.
Papan itu tertutup daun dan Roland menyingkirkan daun itu. Di sana bertuliskan "Kamp Pelatihan."
Seketika Roland terkejut dan melihat ke depan. "Ini jalan menuju kamp pelatihan militer," gumamnya.
"Apa? Apa yang kau bilang?" Kachi menatap bingung.
"Sebentar... (Sepertinya kamp ini yang dibicarakan, yang dibangun baru beberapa tahun lalu. Jika memang benar, kamp itu adalah kamp yang tidak akan berhubungan langsung dengan pihak agen atas karena hanya pelatihan saja... Aku harus ke sana untuk mendapat info lebih lanjut,)" pikirnya. Lalu melihat ke Kachi yang masih bingung.
"Ikut aku, kita harus kembali ke Line, kita harus bilang dulu," kata Roland. Ia berjalan duluan lalu diikuti Kachi.
Sesampainya di sana, Line sudah menghabisi semua zombie itu yang tergeletak semua di bawah dan dia sendiri membersihkan pisau-pisaunya di jalanan itu.
Dia melihat mereka berdua dan menggeleng serius. "Apa kau tahu, di sana bahaya?" tatap Line pada Kachi yang terdiam menyesal.
"Lupakan itu, aku menemukan sesuatu yang akan membuat kita harus mendapatkan informasi. Di sana ada kamp pelatihan, bagaimana jika kita menyusun rencana?" tatap Roland.
"Apa maksudmu?" Line menatap bingung.
"Begini... Di sana ada kamp pelatihan level satu. Mereka mungkin tidak tahu soal kita, jadi kita bisa langsung bertanya info soal mereka," tatap Roland.
Lalu Line terdiam dan berpikir. "Kau saja ke sana sendiri, aku harus pulang... Uminoke sudah menunggu lama. Bagaimana jika begini saja, aku akan pulang untuk mengambil mobil setelah itu aku akan kembali menjemput kalian. Tinggal katakan saja berapa hari," tatap Line.
"Itu ide yang bagus juga, mungkin dua hari saja, kita tak bisa membuang waktu," kata Roland. Lalu Line mengangguk dan setuju.
"Jadi aku dan Roland hanya harus menuju ke kamp itu?" Kachi menatap lalu Roland mengangguk.