Sementara itu, Imea dan Uminoke duduk aman di dalam mobil. Mereka nampak saling terdiam. "Mbak Uminoke, saat kau sampai ke Kyoto, apa kau akan tetap bersama Mas Line atau ikut kakakmu ke Kyoto?" Imea menatap.
". . . Aku juga tidak tahu dan belum ada ide, mungkin aku akan ikut kakakku ke Kyoto, dia pasti sudah menungguku sejak 1 minggu yang lalu."
"Jadi kau akan meninggalkan kami."
"Memangnya kalian mau kemana?"
"Sebenarnya Mas Line bilang padaku, bahwa kakakmu tidak selamat saat kau ada di Kyoto nanti. Aku tidak tahu dia mengatakan yang sebenarnya atau tidak, tapi yang jelas Kyoto adalah tempat yang sudah duluan terinfeksi."
"Omong kosong lah Imea, Line itu hanya berbohong untuk menakuti kita saja, agar kita tidak mau meninggalkannya," Uminoke menyela.
--
Line menghindari akar-akar itu dengan menembaki mereka. Roland yang agak kesusahan karena dia melawan mutan Kak Tang. Hingga ia terlilit akar itu tanpa sadar. "Akhh..." ia mencoba melepas tapi tidak bisa. Line yang melihat itu, berhenti dan langsung meraba sakunya di mana-mana. Lalu jatuh sebuah peluru berwarna merah. Ia memasukkan peluru itu di pistolnya. Lalu membidik Kak Tang, tapi ada yang membuatnya menoleh, dan itu adalah akar-akar yang akan menyerangnya, salah satu akar memukulnya hingga terpental sebentar dan melilitnya.
"Ugh," pistol yang ia bawa tadi kini lepas dan terjatuh di bawah.
"(Sial, kita terpojok,)" Line mencoba melepas lilitan tersebut. Tapi ia tidak bisa karena lilitan itu terlalu kuat bahkan sangat akan berbekas di tubuh.
"Ekkh... Hah tunggu aku punya sesuatu," kata Roland yang baru saja mengingat. Membuat Kak Tang terdiam bingung. Tiba-tiba Roland tersenyum dingin. Line juga bingung melihatnya. Seketika terlempar bom dari atas lubang. Bom itu tepat meledakkan asap mata yang membuat penglihatan Kak Tang menjadi tak terlihat. Juga muncul percikan sisik membuat kulit terkelupas.
"Aah," ia terkejut dan tak sengaja melepas ikatan mereka berdua hingga terjatuh sangat tinggi.
Roland untungnya bisa mendarat dengan sempurna tapi Line tidak bisa, ia malah jatuh di samping Roland. "Cough... Sial..." Line terguling kesakitan.
"Line, bangunlah," Roland membantunya bangun. Tapi sepertinya sisik pengelupas dari bom itu telah masuk ke mulut Line. "Kenapa kau bisa tidak tahu bom itu akan datang?"
"Sial, kau tidak bilang padaku," Line membalas sambil mengusap darah yang keluar dari mulutnya.
Kak Tang tiba-tiba berteriak dengan auman keras. Roland segera mengambil pistol berisi peluru merah tadi lalu menggendong Line di punggungnya dan berlari keluar. Saat akan berlari, ia membidik dan menembak Kak Tang. Kak Tang yang terpaku melihat peluru itu langsung terkena dan tiba-tiba muncul ledakan merah pada peluru yang mengenai mutan itu. Terowongan itu hancur dan untungnya Roland bisa melompat dan terguling keluar dari terowongan.
Mereka selamat dari ledakan di dalam tadi.
Line bangun duduk sambil memegangi leher belakangnya. "Sial, kau benar-benar tidak bisa membawaku untuk selamat."
"Hiz, kau itu yang tidak berterima kasih tadi," Roland membalas dengan kesal.
"Baiklah, sudah ayo pergi dari sini, raksasa itu masih belum dihancurkan," kata Line yang berdiri.
Dia benar-benar cepat sembuh dari luka yang dialaminya.
"Tunggu, aku masih penasaran soal bunga besar tadi, apa itu tadi juga infeksi?" Roland menatap.
"Sepertinya juga begitu, pastinya tumbuhan-tumbuhan yang menyerap air hujan kotor itu bisa jadi berubah seperti itu dan akan membuat virus baru nantinya," Line membalas sambil berjalan pergi duluan.
Mereka sudah sampai di jalan kota dan berada agak jauh di belakang raksasa itu. Roland nampak menengadah dan Line menyalakan rokoknya.
"Bagaimana, apa kau bisa melakukannya?"
". . . Apa maksudmu?" Roland bingung.
"Lihat itu," Line menunjuk bagian jantung belakang raksasa zombie itu yang terdapat sebuah batu merah.
"Apa aku hanya perlu menghancurkan batu itu?"
"Ya begitulah, batu itu adalah pecahan dari meteor jatuh. Tadi malam apa kau juga merasakan sedikit getaran seperti gempa?"
"Sepertinya begitu, aku sedikit terbangun ketika getaran itu muncul."
Lalu Line memberikan rokok sambil berkata, "Getaran itu disebabkan oleh meteor jatuh, bukan sembarang meteor jika itu meteor biasa mungkin tidak akan membuat raksasa ini menjadi begitu besar."
"Tunggu, kau tadi bilang hanya pecahan saja yang dipakai raksasa itu?"
"Hng, karena itulah kita harus cepat membunuh raksasa ini dan menemukan tempat jatuhnya meteor itu."
Lalu muncul 2 zombie yang melihat mereka dari belakang. 2 makhluk itu akan menyerang mereka dari belakang. Tapi mereka benar-benar sudah tahu dan langsung menembak satu peluru dengan pistol mereka. Sebenarnya, waspada mereka lebih kuat dari siapapun. Karena sudah terlatih.
Imea dan Uminoke masih menunggu lama di mobil. "Hng, kemana sih mereka?" Uminoke mulai kesal.
"Sepertinya perjalanan," Imea membalas.
Tak beberapa lama kemudian Line dan Roland datang. Saat Roland akan membuka pintu supir, Line mencegahnya dengan menahan pintu tersebut menggunakan pisau. Roland terkejut dan menatap.
"Biarkan aku yang menyetir," kata Line.
"Hmp, memangnya kau bisa menyetir?"
"Lihat saja nanti napah," Line membalas sambil naik ke mobil. Ia menyalakan mobil dan menginjak gasnya.
Tapi tak beberapa lama ada mobil hitam militer muncul melaju dan berhenti di depan mereka. Line menghentikan mobilnya dan mereka menunggu seseorang yang keluar dari mobil itu. Lalu ada 2 orang pria mengenakan baju tentara turun berjalan ke mobil mereka. Saat Line akan membuka pintu, Roland mencegahnya.
"Biar aku saja, sepertinya aku mengenal mereka," ia menatap lalu keluar dari mobil.
2 tentara itu sangat terkejut ketika melihat Roland keluar. "Roland senpai, kau Roland senpai?!?" kata salah satu dari tentara itu. "Ya, itu namaku, kenapa kalian bisa kenal aku?"
"Siapa yang tidak kenal kau yang menggantikan posisi Line saat di agen itu."
"(Apa yang dimaksud agen oleh mereka?)" Uminoke menjadi bingung dan sedikit curiga.
"Roland Senpai, saat virus ini sudah muncul, para pasukan keamanan sudah dikerahkan di berbagai tempat untuk membuat benteng dari para makhluk itu. Apa kau bisa bergabung untuk memberikan sedikit arahan untuk kelompok kami?"
"Kelompok? Apa maksud kalian dengan kelompok?"
"Kami sudah mengamankan banyak orang selamat dari bagian kota ini dan mereka sekarang ada di sebuah benteng yang kami buat mendadak."
"Apa kalian ada rencana untuk membunuh makhluk gede itu?"
"Tidak bisa, kami hanya 2 orang. Tapi tim tempur akan datang dalam 2 jam lagi, untuk menjatuhkan roket peledak untuknya."
"Kalau begitu itu sih bisa membuat raksasa itu mati, aku tidak bisa ikut."
"Hah, kenapa?? Roland Senpai ikutlah kami ke agen nanti. Ketua sedang mencari mu."
"Hmp, ketua bodoh itu, bilang saja pada dia bahwa aku sudah tidak mau bergabung ke agen lagi," kata Roland sambil berbalik tapi satu tentara itu menahan pundaknya.
"Roland Senpai, kenapa kau mengatakan kata yang dikatakan Line saat dia menjadi pengkhianat, apa kau sedang bersamanya?" mereka curiga.
Line yang mendengar itu menjadi beranjak dari kursi supirnya. "(Sepertinya, Roland tidak bisa terus berbohong,)" ia membuka pintu dan berjalan keluar.
Imea dan Uminoke agak bingung, 2 tentara itu teralihkan saat mendengar pintu dari supir terbuka. Mereka berwajah sangat terkejut ketika melihatnya. Roland pun juga ikut terkejut. "Apa yang kau lakukan, kenapa keluar dari mobil??"
"Li, Line," 2 tentara itu gemetar.
Mereka berdua berbalik dan berlari meninggalkan mereka termasuk mobil militer tadi. Salah satu di antara mereka mengeluarkan walkie talky dengan berkata sambil berlari, "Kepala angkatan, kami bertemu dengan Line dan Roland."
"Hoi, tembak mereka," kata Line yang bernada biasa. Dengan agak bingung, Roland membidik dan menembak mereka hingga mati di tempat.
"Haizz, padahal mereka menjaga orang-orang yang masih selamat," kata Roland.
"Itu hanya semata tugas," Line menyela lalu berjalan masuk ke mobil.
Tapi saat akan membuka pintu, mereka berdua mendengar suara pesawat jet di atas. Mereka menengadah dan terlihat ada 4 pesawat jet melewati mereka dan berterbangan di atas sekitar raksasa besar itu.
Mereka berdua tidak jadi masuk mobil dan berlari ke tempat terjadinya. Mereka berada jauh di antara tempat tersebut. Seketika
4 pesawat tersebut menurunkan roket peledak dari atas dan mengenai beberapa bagian dari tubuh raksasa tersebut. Line dan Roland nampak terdiam melihat itu dan hanya merasakan angin gas bom yang kuat melewati mereka. 4 roket tersebut sudah menyebabkan keparahan pada tubuh si zombie itu, termasuk bagian tangan, pangkal leher, kepala, dan kakinya meledak menghilang membuatnya terjatuh menghamburkan banyak gedung. Setelah meluncurkan roket, 4 pesawat itu terbang dengan cepat meninggalkan tempat kejadian. Line dan Roland yang masih berdiri menyaksikan hal tersebut kembali tersadar.
". . . Sepertinya, teknologi dimanfaatkan meskipun ada hal seperti ini," kata Roland.
"Tidak hanya mereka saja yang punya lah," Line menambah dan berbalik tapi ia terkejut dan terdiam. Roland juga ikut berbalik kembali tapi ia juga terkejut sama seperti Line. Mereka hanya melihat seorang pria bertubuh kekar menodongkan pistol tembakan dari jarak yang menentukan.
Pria itu terlihat memakai kacamata tadinya, namun ia langsung melepas kacamatanya dan melihat mereka dengan tajam. "Hei, Senior Seniorku, bagaimana kabarnya, masih ingat aku?" ia menatap sombong.
"Siapa yang tidak ingat pada anak 5 tahun yang merengek minta dibelikan permen?" Line langsung membalas dengan nada yang begitu mengejek. Lalu Roland tertawa humor bersamanya. "Pft... jokes...."
"Jangan ketawa dasar kalian!! Aku hanya mau berterima kasih karena kepergian kalian, ketua menjabatku sebagai salah satu dari kepala bagian. Tapi dia memintaku membunuh kalian dan membawa ke tempat agen hidup atau mati."
"Haruskah kita melawan?" kata Roland sambil menatap Line yang menggeleng pelan. "Jangan sekarang, aku merasa ada jebakan."
"Jadi Senior Seniorku, kalian pilih yang mana, mati atau hidup?" kata pria tadi, dan seketika muncul 3 lelaki yang bertubuh sama juga. Mereka dari agen militer, sepertinya akan ada pertarungan melibatkan militer.