"Anak muda siapa namamu?" tatap Tuan Rudi.
"Aku Roland."
"Apa kau seorang militer?"
"Bagaimana kau bisa tahu?!"
"Dari awal logat bicaramu sama seperti militer, jadi aku berpikir seperti itu."
"Ya... Itu memang benar, aku dari militer, aku hanya menemukan Nian saja, dia akan ikut bersamaku untuk ke tempat aman, tapi sebelumnya aku harus mencari seseorang."
"(Jadi gadis kecil itu bukan adiknya maupun putrinya?) Apa kau tahu laboratorium kota nak?" tanya Tuan Rudi.
"Aku tahu tempat itu, apa ada masalah?"
"Sebelumnya aku mendapat berita bahwa mereka sedang membuat serum yang sangat bertahap, karena dikerjakan mendadak, serum itu tak bisa dicampur dan alhasil ada banyak serum yang harus terkumpul. Aku dengar serum itu telah hilang beberapa dan dibawa beberapa orang dan sekarang serum itu benar-benar tidak terkumpul," kata Tuan Rudi.
"Apa laboratorium kota diserang?"
"Aku belum dengar hal yang pasti itu, tapi aku juga dengar bahwa banyak profesor dan dokter yang bekerja di sana telah diserang, entah karena pemerintah atau seseorang yang mau membajak saja."
"Kenapa pemerintah memburu profesor-profesor laboratorium kota?"
"Kau tahu pasal 27 nak... Pemerintah akan mencurigai profesor dalam laboratorium kota karena juga termasuk faktor penyebab virus ini. Entah kesengajaan mereka soal pengetahuan mereka atau malah hanya percobaan semata, itu tetap ilegal karena membahayakan semuanya. Meskipun bukan mereka yang membuat virus ini, tapi tetap saja mereka adalah faktor utama."
"(Jadi begitu... Jika tidak salah... Line punya kenalan salah satu profesor di sana bukan?)" Roland terdiam berpikir.
"Sudah 5 hari sejak teror ini muncul. Aku dan istriku sama-sama melindungi diri. Dia juga baru hamil 7 bulan, aku takut akan kelahirannya nanti. Apa kau seorang dokter?"
"Ya, aku seorang dokter tapi pekerjaanku hanyalah sebagai dokter saraf dan bedah awal, bukan dalam perawatan ibu mengandung."
"Haizz... Aku benar-benar khawatir akan kelahirannya nanti. Begini saja, apa kau bisa berburu?"
"Sepertinya begitu."
"Kalau begitu nanti ikuti aku untuk mencari persediaan makanan, jangan khawatir soal senjata aku bisa mengurusnya."
". . . Lalu apa yang akan kita gunakan sebagai perjalanan?"
"Berjalan saja, sebenarnya ada 2 motor besar di bagasi rumah tapi semuanya rusak tak bisa diperbaiki. Butuh ahli untuk memperbaikinya," kata Tuan Rudi.
"Aku bisa."
"Hah, apa?..."
"Aku bisa memperbaiki 2 motor itu."
"Apa kau yakin nak, bukankah kau bilang kau adalah dokter?"
"Aku ini memang dokter, tapi apa dokter salah jika aku ini bisa memperbaikinya?"
"Ya kau mungkin benar tapi aku hargai usahamu. Ikutlah aku, akan ku tunjukan motornya," Tuan Rudi menuntunya ke ruang garasi.
Roland menatap 2 motor speed itu yang sudah usang tak terawat dan agak ada yang copot di bagian depan.
"Kamu bisa mencobanya, jika kamu tidak bisa tidak apa-apa yang penting sudah mencoba, aku akan meninggalkanmu di sini," Tuan Rudi berjalan pergi.
Roland masih bingung harus mulai dari mana lalu ia melihat ada kotak peralatan perbaikan lalu mengambilnya.
Sementara itu di dapur. Nian disajikan biskuit dan susu oleh Bertha, istri dari Tuan Rudi.
"Nian, apa lelaki tadi adalah ayahmu?" Bertha menatap.
"Bukan, aku hanya ikut bersama kakak untuk mencari tempat perlindungan."
"(Oh jadi begitu, dia bukan siapa-siapa,)" Bertha mengangguk mengerti, tapi ia terdiam kaku ketika melihat liontin militer milik Roland dipakai di leher Nian.
"(Kalung siapa itu... Apa itu dari lelaki tadi... Kenapa pangkatnya tinggi sekali A/3.... Tapi ada yang lebih tinggi lagi menurutku.)"
Tak lama kemudian Tuan Rudi datang. "Gadis cilik, apa ada orang-orang yang pernah kau temui selamat?"
"Sepertinya tidak, aku hanya melihat orang-orang itu mengejarku."
"(Dia belum tahu soal zombie ini, benar-benar kasihan, apa gadis ini menganggap ini semua hanya salah satu kejahatan, bukan virus mematikan?)" Tuan Rudi dan Bertha memandang dan saling berbatin.
Tiba-tiba terdengar suara motor speed dari garasi. Tuan Rudi yang mendengar itu tentu saja terkejut dan langsung bergegas ke garasi. Ia terdiam ketika melihat Roland yang mengegas-ngegas motor tersebut. Pak Rudi terdiam kaku karena ia tak percaya Roland menyelesaikan perbaikan motor balapnya itu.
"Ba... Bagaimana bisa?"
Roland menoleh dan baru sadar ada Tuan Rudi, "Ah... Maaf sepertinya asap knalpotnya mengenai mu."
"Anak muda, apa kau punya tangan ajaib?" Tuan Rudi langsung memegang kedua pundaknya.
"Bagaimana bisa kau memperbaiki motor ini. Komponennya bahkan ada yang kurang."
Roland yang mendengar itu lalu tersenyum kecil. "Ya, memang aku hanya belajar saja dari dulu."
"Hmp... Anak muda aku akui kau memang hebat. Awalnya aku hanya percaya kau seorang dokter biasa tapi ternyata kau juga seorang montir hebat."
"Terima kasih... Tapi jangan terlalu memujiku. Karena aku belum memperbaiki yang satunya."
Roland menunjuk motor satunya lalu Tuan Rudi mengangguk.
"Sepertinya anda menyukai motor besar dan mahal ya."
"Yah tidak juga, aku hanya iseng mengoleksi keduanya."
"(Hanya iseng katanya. Motor-motor ini bahkan sangat mahal lebih dari 900 juta.)" Roland menjadi pucat dalam hati.
"Lalu apa kau bisa memperbaiki yang ini, anak muda?"
"Mungkin membutuhkan waktu lama. Karena aku juga harus membuat komponen-komponen yang hilang," Roland membalas.
Sore pun menjelang, Roland juga sudah selesai memperbaiki motor tersebut. Ia meletakkan peralatannya dan menyalakan motor tersebut. Motor itu pun menyala dengan sangat baik. Suaranya juga menggoda untuk ditumpangi. "Fyuhh, akhirnya selesai... (Motor ini bahkan lebih bagus sistemnya daripada motor yang satunya, mungkin kecepatan-nya juga akan bagus dan buat balapan juga bisa... Pasti menang pakai ini... Kenapa aku jadi mikirin begitu...)"
"Anak muda. Kau sudah bekerja sangat bagus. Mari makan bersama, istriku memasakkan istimewa untukmu dan juga gadis kecil," kata Tuan Rudi. Mendengar itu Roland lalu merapikan tempatnya dan membersihkan diri dengan mandi setelah itu makan bersama mereka.
"(Sepertinya dia seorang yang berjabatan besar semasa dunia masih normal.)"
Tuan Rudi juga bercakap-cakap di meja makan. "Anak muda, apa kau punya seseorang yang dapat membantu istriku saat melahirkan nanti?"
"(Jika itu soal kandungan, aku pernah berbicara pada Uminoke kalau dia belajar soal kandungan,)" pikirnya.
Itu terjadi ketika dia mengobrol dengan Uminoke di meja makan, hanya mereka berdua.
"Wah.... Wah.... Masakan yang begitu enak..." Roland memegang perutnya yang kenyang, lalu di samping meja lain, ia menoleh ke Uminoke yang masih makan perlahan.
"Hei, kau, gadis.... Apa pekerjaanmu saat dunia masih normal?" Roland menatap penasaran.
". . . Aku... Hanyalah dokter spesialis dari kampusku..."
"Seperti apa kamu mempelajari materinya?"
"Farmasi, kandungan, fisioterapi, kimia, dan yang lainnya."
"Huh?! Bukankah itu dibagi perjurusan? Apa kau ingin belajar materi sebanyak itu?"
"Aku berada di jurusan kimia dan biologi tapi aku juga belajar hal lain seperti yang aku sebutkan tadi," jawab Uminoke. Begitulah percakapan mereka yang membuat Roland tahu Uminoke pasti belajar soal kandungan.
"Seharusnya ada, tapi kami terpisah saat teror ini," Roland membalas.
"Apa maksudmu, dia mati?"
"Aku belum yakin dia mati. Tapi mungkin dia belum mati, begitupun juga yang lain...."
Hari selanjutnya, Roland bersiap pergi. Lalu Tuan Rudi memberikan kunci motor speed-nya.
"Gunakanlah motor itu. Kecepatannya lebih bagus."
"Tapi bukankah itu koleksi milik Anda?" Roland menatap bingung.
"Jangan khawatir. Demi istriku aku akan lakukan semuanya. Kau juga harus begitu, temukan dia dan jangan kecewakan aku," kata Tuan Rudi sambil memberikan kuncinya. Lalu Roland mengangguk tapi saat ia akan menaiki motornya.
Nian mendadak berlari menahan kakinya. "Kakak, kakak akan ke mana?!" dia menatap tak percaya.
". . . Maaf, aku belum memberitahu mu, aku harus pergi sebentar saja.... Nona Bertha sebentar lagi butuh bantuan untuk bayinya... Kamu tunggulah di sini," tatap Roland meyakinkan Nian.
". . . (Kenapa kakak harus pergi.... Siapa yang melindungi ku..... Tapi.... Aku kasihan juga pada bayi-nya....) Kalau begitu.... Berjanjilah cepat pulang...."
". . . Ya, aku janji, Nian," Roland membalas.
Ditempat lain ada Line yang sudah terbangun di sebuah bangunan tua sekolah bagian bawah. Ia bersembunyi di bagian belakang dan bawah tersendiri. Ia berjalan mondar-mandir di tempat sepi itu lalu melihat ada pagar yang membatasi antara hutan dan belakang sekolah itu. Lalu ia mencoba masuk ke dalam sekolah itu.
Line berjalan di lorong yang gelap. Ia beberapa kali melihat ada bercak darah sepanjang lorong yang ia lewati. "(Tempat ini. Masih ada orang kah di dalam?)" ia melirik sekitar bermaksud berwaspada. Namun yang ia temukan hanyalah mayat terbaring di sebuah ruangan gelap. Padahal ia sudah mengelilingi sekolah itu sangat lama.
"(Ini aneh, kenapa ada mayat petugas jaga di sini. Dia memiliki bekas gigitan, apa jangan-jangan ada zombie yang masuk ke sini?)"
Tiba-tiba di belakangnya ada zombie yang berlari menyerangnya dengan mulut terbuka. Untungnya Line segera tahu dan menghindar, ia juga mengambil sebuah tongkat dan memukul kepala zombie tersebut hingga pecah.
Line melihat mayat zombie itu dengan sangat lama. "(Jika dilihat dan diteliti lagi, petugas itu sudah tergigit di luar ruangan. Dia masih belum tahu tentang gigitan itu jadi dia tetap lari menyelamatkan diri dan mengunci diri di sebuah ruangan itu. Namun gejalanya menjalar ia terpaksa harus membunuh dirinya sendiri sementara zombie yang menggigitnya berkeliaran di sini,)" Line berbatin membaca semua situasi.
Setelah itu ia berjalan keluar dari sekolah tersebut. Ia juga tidak lupa melihat sebuah peta besar. Tiba-tiba Line terkejut saat melihat peta itu.
"Apa ini, di sini ada tempat yang seharusnya tidak termasuk, apartemen milik Profesor Zone. ... sepertinya aku pernah mendengar namanya. Kesana sajalah siapa tahu ada sesuatu," Line berjalan menuju ke apartemen Prof Zone.
Setelah lama berjalan ia akhirnya menemukan apartemen Prof Zone. Tapi bukannya senang, Line malah menjadi kecewa karena apartemen itu sudah berantakan seperti ada pertempuran. Ia masuk melalui banyaknya barang-barang berserakan dan melihat mayat Prof Zone di depannya sendiri.
Setelah itu matanya kembali normal karena ia menoleh ke sebuah komputer.
"Hehehaha... Untung yang menemukan komputer ini aku..." Line duduk di kursi komputer lalu mengakses komputer tersebut. Tapi ia bukan orang yang pandai dalam hal itu. "Akh... Sial... Aku butuh bagian peretas dalam militer termasuk Roland...." dia menatap kesal.