"Jadi begitu, dan apa hingga saat ini kau masih bersama teman laki laki mu itu?" tatap Roland. Ia sudah selesai mendengar cerita Kachi.
"Ya, begitulah," Kachi mengangguk.
"Sepertinya itu akan sulit, kalau begitu aku pergi sebentar, ada hal yang harus aku kerjakan, apakah kau punya senjata senjata yang tidak digunakan?"
"Ada, kami punya senapan yang sangat susah digunakan dan itu karena pelurunya habis, itu ditinggalkan oleh salah seorang yang mampir di gedung ini dan ia lebih memilih pergi ke tempat aman meninggalkan senapan nya yang tak berguna tanpa peluru, apa kau bisa mengatasinya? Jika tak ada peluru, apa yang di tembak nya?" tatap Kachi.
"Tentu, tunjukan padaku, aku mungkin bisa mengatasi nya," Roland menatap sombong.
Lalu Kachi mengantar nya ke sebuah rak, Kachi membukanya dan di sana, Roland tersenyum kecil melihat model dari senapan itu.
"Sesuai perkiraan ku, MG 42 (Kependekan dari kata dalam bahasa Jerman: Maschinengewehr 42, atau "senapan mesin 42") adalah sebuah senapan mesin keperluan umum 7.92×57mm Mauser yang dirancang di Jerman Nazi dan digunakan secara ekstensif oleh Wehrmacht dan Waffen-SS pada paruh kedua Perang Dunia II. Tapi semakin maju teknologi mereka mulai membuat yang banyak sehingga diperjualbelikan secara ilegal" Kata Roland. Ia mengambil senapan itu dan melihat di tempat peluru benar benar kosong.
"Apa kau benar benar bisa membuat nya?" tatap Kachi.
"Tentu, aku si perancang," balas Roland, ia lalu berjalan pergi meninggalkan Kachi dengan membawa senapan itu.
"(Apakah dia benar benar bisa?)" Kachi bingung lalu berjalan ke arah lain dan di saat itu juga ketika melewati lorong, ia tak sengaja bertabrakan dengan Line yang juga tak tahu ada Kachi menabrak.
"Ah!?" Kachi akan jatuh tapi Line menangkap punggung nya membuat posisi mereka benar benar sangat dekat.
Kachi melihat mata Line meskipun kepala Line tertutup topi itu dan di saat itu juga topi itu jatuh karena pergerakan itu.
Seketika terlihat gaya rambut Line yang bagus membuat Kachi berwajah merah melihat itu.
Tapi ia segera beranjak melepas Line, mereka mulai canggung.
Line terdiam, ia lalu menatap topi nya dan akan mengambilnya tapi tiba tiba Kachi rupanya yang mengambil nya duluan dengan cepat, lalu Line menatap nya dan Kachi memberikan topi itu. "Maaf sudah menabrak mu," kata Kachi.
Lalu Line mengangguk dan akan berjalan pergi melewatinya tapi Kachi menahan tangan nya.
"Tunggu, aku sudah dengar semuanya tentang mu dari Uminoke, bisa aku tanya tanya padamu?" Kachi menatap.
Hal itu membuat Line terdiam dan menghela napas panjang dan mengangguk. "Baiklah, apa yang mau kau tanyakan?" Line bersandar menatap.
"Kenapa rambut mu berwarna biru tua di ujung nya dan hampir di kuasai warna perak dan terlihat dari warna akar nya pun juga perak," tatap Kachi.
"Yeah, ceritanya panjang, aku tidak mungkin bisa menceritakan pada orang yang bukan terpilih untuk ku," balas Line dengan menyila tangan nya.
" . . . Bicara mu aneh sekali yah, menganggap ku bukan apa apa, lalu bagaimana dengan hubungan mu dengan adik ku, Uminoke, apakah kalian pacar?" tatap Kachi.
Line kembali terdiam dan menghela napas panjang. "Yeah begitulah, aku suka pada adik mu, apakah kau akan menyetujui nya? Kakak ipar?" Line menatap dengan senyum seringai nya membuat Kachi terdiam.
"Apa maksud mu? Kenapa kau suka pada adik ku, katakan padaku kenapa kau menyukai nya?" Kachi menatap.
". . . Apa aku harus mendeskripsikan nya atau aku harus cerita?"
"Terserah saja."
". . . Adik mu, sangat manis, cantik dan juga aku suka sifat nya, sifat yang egois dan bisa menggali kesalahan nya, meskipun dia keras kepala, dia bisa tahu kesalahan nya sendiri dan langsung minta maaf dengan kesalahan nya pada orang lain."
"Kenapa kau bisa tahu adik ku, padahal kau ini orang yang berkaitan dengan kriminalisasi."
"Dari mana kau mengira aku begitu?"
"Uminoke yang bilang sendiri, kami mengobrol hingga kalian berdua datang yakni kau bersama Roland."
"Yah, apakah tak boleh aku yang seorang manusia biasa ini mencintai seorang gadis yang sudah memincut hati ku? Cuman di sini ada satu masalah," kata Line.
"Kenapa begitu?"
"Dia tidak menerima cintaku, dan kau pasti tahu alasan nya sendiri," tatap Line.
Seketika Kachi teringat ketika Uminoke mengatakan sesuatu saat itu yakni dia menunggu Kachi mendapatkan cintanya.
"Uminoke menungguku, tapi tak ada yang tertarik padaku di dunia ini, memang nya lelaki di sini tidak mempedulikan nyawa mereka, justru derajat wanita di tinggalkan di sini."
"Aku yakin kau mendapatkan jodoh lebih cepat tapi kau tidak boleh mempersulit aku mendapatkan cinta dari adik mu, aku benar benar suka pada Uminoke dan kau harus mengkondisikan ini, tapi jika kau berpikir buruk dan tidak menyetujui ku dengan adik mu, maka aku akan pergi, aku akan meninggalkan Uminoke dan juga perasaan nya sekaligus."
"Tidak, jangan, jangan meninggalkan nya, aku tak mau Uminoke murung dan kecewa."
"Kalau begitu bantulah aku saja."
"Bagaimana caraku membantumu, jika aku langsung bilang ke Umin bahwa dia harus bersama mu, apakah itu tidak akan aneh? Dia pasti akan curiga," tatap Kachi.
Lalu Line terdiam dan menghela napas panjang.
"Baiklah, biarkan takdir bicara sendiri, aku akan menunggu sampai aku mati sekalipun," kata Line, ia lalu berjalan pergi membuat Kachi terdiam menatap nya pergi.
Dan siapa sangka bahwa ada yang menguping mereka yakni Uminoke sendiri. Ia sekarang terdiam kaku mendengar itu, ia sebelumnya tak sengaja mendengar pembicaraan mereka dari jauh dan ia mendengar semuanya.
"(Line... Aku tak tahu kau benar benar menyukai ku sebanyak itu, padahal aku tidak cantik....)" pikir Uminoke, ia berpikir antara kecewa dan khawatir akan perasaan Line yang akan padam jika dia tidak menerimanya secepat mungkin.
"(Ini adalah sebuah penghalang, bagaimana bisa aku suka pada seseorang yang tak jelas makhluk apa dia di dunia ini, dia manusia dan aku mengakuinya bahwa dia manusia tapi kenapa terus saja muncul fakta dan desas desus mengatakan soal hal yang tak mungkin untuk tubuhnya yang terlihat normal, dia hanyalah manusia yang ingin menyukai ku,)" pikir kembali Uminoke. Ia mencoba berpikir tentang perasaan Line padanya dan ia juga seharusnya punya perasaan tentang itu.
Di sisi lain, Line juga terdiam sambil berjalan di lorong itu dengan cahaya menyinari jendela yang sangat berurutan itu.
"(Aku berpikir mencintai gadis tidak pernah aku lakukan sebelumnya, aku tidak pernah melakukan ini untuk kata yang pertama kali, ini mungkin baru pertama kalinya untuk ku tapi aku benar benar tak bisa berpikir jernih, jika bersama nya aku harus memeluk nya, mencium kening nya dan menandai lehernya, apa yang kupikirkan sebenarnya, kini aku terlihat seperti lelaki yang mesum,)" ia memegang kening nya sambil menggeleng menghela napas panjang.
Line masih terdiam, ia lalu berhenti berjalan melihat depan, matanya tak percaya dan membesar karena ada kucing nya, Kone yang duduk tegak menatap nya dengan mata kuning menyala nya.
"Hei kawan, kau sudah di sini saja, apakah kau sudah melepas perangkap dari Labis?" tatap Line dengan senyum miring nya.
Kucing nya berjalan mendekat dan di leher kucing itu ada satu kertas kecil terselip di kalung nya. Line mengambil nya dan membukanya, di sana ada gambar serum yang terbangkalau di salah satu tempat membuat Line terkejut. Ia lalu menatap ke kucing nya dan mengangguk cepat.
Sementara itu tampak Kachi melihat Roland merancang dan membuat senjata yang ia bawa tadi. Dari bubuk mesiu dan peluru tajam serba tembus korban.
"Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Kachi, ia sekarang melihat Roland yang memasukan banyak senjata dan peluru yang telah ia buat dan rancang di ransel nya. Ia lalu berdiri dan membawa ransel itu di satu bahunya. "Aku akan pergi mencari serum itu, Line bilang bahwa kucing kecil nya melihat ada serum di bagian selatan, kita harus ke sana."
"Selatan, itu tempat di mana arah jembatan jalan raya yang sangat tinggi, bisa jadi di sana banyak mobil yang telah terkumpul."
"Tidak, kucing itu juga bilang bahwa jalanan itu tidak ada mobil terkumpul, hanya mobil berserakan saja, itu bisa mempermudah kita," balas Roland. Ia lalu melewati nya.
"Hei tunggu, biarkan aku ikut, dan jelaskan padaku soal serum itu dan... Kucing bisa bicara?" Kachi menatap.
Hal itu membuat Roland terdiam, ia menatap ke luar dan menghela napas panjang. "Aku akan meminta izin pada Line dulu," tambahnya.
"Hei tunggu, kenapa kau ini bisa bisanya bilang ingin meminta izin darinya. Apakah dia seperti atasan mu? Bukankah kau bilang dia sama militer nya dengan mu?"
"Meskipun begitu, dia adalah 'The Man of Honour' aku harus menghormati nya meskipun perkataan ku agak kurang ajar padanya tapi tetap saja, aku harus selalu dapat izin darinya," kata Roland.
"Man of Honor? Kenapa dia bisa di sebut begitu?"
"Selama mengganti identitas, dia bisa melakukan apapun, semakin tinggi pangkat, jabatan, kekuasaan, ia bisa menggunakan identitas palsu membuat seseorang tak tahu kasta sebenarnya dari nya, lagi pula, dia dari Gen perak, dia putra dari Kerajaan dunia harusnya."
"Pwahahha bahasa apa yang kau gunakan ini?" Kachi tertawa meremehkan.
"Terserah saja, aku hanya memberitahumu, dia tumbuh dari laboratorium," kata Roland.
"Tumbuh di laboratorium, apa Uminoke tahu akan hal ini?" tatap Kachi membuat Roland terdiam dan menatap.
"Memang nya dia tahu untuk apa?"
"Ini tentunya harus di ketahui Uminoke... Dia harus tahu apapun soal lelaki itu, bilang padanya, jika ingin mendekati adik ku, adik ku harus memastikan apakah lelaki itu baik atau tidak," kata Kachi.
Roland terdiam dan menghela napas panjang. "Jangan khawatir, dia tahu waktunya untuk menjadi penjahat, dan dia juga mengerti waktunya untuk menjadi pemimpin," kata Roland. Ia lalu berjalan pergi.