webnovel

MISSING WIFE

Urban
Completed · 250.3K Views
  • 252 Chs
    Content
  • ratings
  • NO.200+
    SUPPORT
Synopsis

TAMAT MATURE CONTENT (21+) Harap bijak dalam membaca! Mentari Handoyo, seorang putri angkat dari Mirna Arzeta Wijaya. Ia harus menyembunyikan identitas aslinya dari Laura, putri kandung Mirna. Mentari bekerja sebagai seorang pengasuh untuk mengelabui kakak angkatnya itu. Ia hanya menandatangani surat kontrak kerja selama setahun. Siapa sangka, ia terjebak dalam jeratan ayah dari anak yang diasuhnya. Waktu setahun itu bertambah panjang, karena ia melakukan pernikahan kontrak dengan sang majikan. Siapa sebenarnya Mentari? Mungkinkah mereka bisa saling jatuh cinta?

Tags
3 tags
Chapter 1Insiden hari pertama

"Akh!"

Mentari berteriak saat melihat seorang pria berdiri dengan keadaan polos. Ia sedang memegang t-shirt yang tidak jadi dipakai karena terkejut mendengar teriakan gadis itu. Secepat kilat, gadis itu membanting pintu dan berlari menuruni anak tangga.

Di kamar, pria itu masih syok. Kedua mata elangnya itu mengerjap berkali-kali. Mulutnya menganga lalu mengatup beberapa detik kemudian.

"Siapa wanita itu? Kenapa dia masuk ke kamarku tanpa izin?"

Will segera mengenakan baju dan celananya. Dengan emosi yang memuncak, ia berlari mencari gadis tadi. Sementara orang yang sedang dicari itu ada di kamar Monica, anak dari pria itu.

"Bi! Kemana dia?"

Dari arah dapur, wanita paruh baya yang dipanggil itu menyahut.

"Iya, Tuan," sahut Imah sambil membawa kain lap di pundaknya. Ia sedang menyiapkan sarapan di meja makan, tapi teriakan majikannya itu membuat ia meninggalkan pekerjaannya. "Ada apa, Tuan?"

"Mana gadis itu?"

"Gadis yang mana, Tuan?"

"Itu, gadis pendek, kulitnya sawo matang, pakai baju kemeja lengan pendek warna biru, celana hitam panjang. Kemana dia?"

"Oh, maksud, Tuan, Neng Mentari," ucap Imah saat mengenali ciri-ciri yang disebutkan oleh William.

"Mentari atau awan, saya tidak mau tahu namanya. Yang saya tanyakan, dimana dia?"

"Mungkin di kamar Non Monic, Tuan."

"Kenapa dia di sana?"

"Dia pengasuh baru. Baru tiba tadi malam, Tuan.

"Terima kasih, Bi."

William segera berlari menuju kamar putrinya. Monica Anindita Prasetyo, dia ditinggalkan ibunya sejak bayi. Semua berpikir ibunya meninggal saat melahirkannya.

Cerita seungguhnya, hanya William dan keluarganya saja yang tahu. Mereka sepakat untuk tidak mengungkit masalah ibu kandung gadis kecil itu. Biarkan saja Monica meyakini bahwa ibunya telah lama meninggal.

"Hei, kamu!" Will langsung menunjuk Mentari saat ia membuka pintu kamar Monic. 

Mentari berjalan sambil menundukkan wajahnya. Seumur hidup, ia tidak pernah melihat tubuh laki-laki dewasa polos tanpa kain sama sekali. Tidak disangka, hari pertama bekerja justru melihat hal tabu itu.

"Saya tidak sengaja, Tuan."

"Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu?"

"Maaf, Tuan. Saya pikir tidak ada orang, karena Non Monic bilang, Tuan ada di luar kota."

"Kenapa kamu masuk ke kamarku? Apa kamu berniat mau mencuri sesuatu dari kamarku?"

"Ti-tidak, Tuan. Non Monic meminta saya mengambilkan bonekanya yang tertinggal di kamar itu."

William mengernyitkan dahi. Kamar itu selalu terkunci saat ia pergi keluar kota. Bagaimana mungkin Monic bisa meninggalkan boneka di kamarnya.

Monica senyum-senyum sendiri sambil menutup mulutnya. Ia tahu, pasti putrinya itu sengaja mengerjai Mentari. Will berjalan melewati gadis itu dan berhenti di depan putrinya.

"Itu ulahmu 'kan? Ayo jawab papa!" William membentak gadia kecil itu.

Bukan hanya Monic yang terperanjat, tapi Mentari juga ikut terkejut. Monica masih sangat kecil, ia baru berusia empat tahun. Rasanya sedikit keterlaluan, jika William sampai memarahinya sekeras itu.

Mentari segera berlari dan berdiri di depan Will. Ia menyembunyikan gadis kecil itu di belakang punggungnya. Monica memang anak yang nakal, tapi bukan berarti harus dibentak seperti penjahat.

"Maaf, Tuan, Anda tidak perlu berteriak seperti itu," ujar Mentari membela Monic.

"Siapa kau? Aku sedang mendidik anakku dan kau … tidak punya hak untuk ikut campur."

Monica mendorong Mentari, sehingga gadis itu tersungkur ke dalam pelukan Will. Sementara si pembuat ulah telah berlari keluar dari kamar. Tersisa mereka berdua yang saling menatap satu sama lain.

Hingga beberapa saat kemudian, Will mendorong tubuh Mentari sampai terbaring di atas ranjang. Keduanya merasakan detak jantung yang naik tak beraturan. Suasana canggung itu harus diakhiri, Mentari segera bangun dan pergi meninggalkan William yang masih membatu.

"Chh! Berapa umurnya, kenapa pendek sekali? Dan, itu … lebih kecil dari ukuran wanita dewasa pada umumnya," gumam William sambil tersenyum geli.

Tadi, ia tidak sengaja menyentuh bukit kembar milik Mentari. Ia menduga, gadis itu masih umur belasan tahun. William akan terkejut jika tahu usia gadis itu yang sudah menginjak dua puluh tiga tahun.

***

"Non Monic, pulang sekolah jam berapa?"

"Jam sepuluh. Kenapa? Tante mau kabur, ya?" tanya Monica menyelidik.

"Tidak. Tante ada urusan sebentar, nanti balik lagi, kok, jemput Non Monic."

"Bohong! Mereka semua juga bicara begitu, tapi mereka tidak kembali lagi," ucap Monica sambil menunjukkan wajah muram.

"Mereka, siapa?"

"Pengasuh. Mereka selalu bilang akan kembali menjemput, tapi mereka pergi dari rumah."

Gadis kecil itu menangis sedih. Mentari adalah pengasuh yang kesepuluh. Sembilan orang pengasuh terdahulu, mereka kebanyakan tidak tahan dikerjai oleh Monic. Sehingga, mereka selalu mengantarkan gadis itu ke sekolah dan pergi tak pernah kembali.

Mentari berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan gadis kecil itu. Ia memeluk Monica dan menenangkannya. Sebagai anak adopsi yang tak pernah tahu bagaimana rupa ibunya, ia sangat mengerti perasaan gadis kecil itu.

"Monic bisa pegang janji Tante. Tante pasti kembali menjemput, Monic. Jangan menangis," ucap Mentari sambil menepuk lembut punggung Monica.

Gadis itu masuk ke dalam TK. Glory. TK terbesar dan terbaik di Ibukota. Alasan Mentari tidak mengantar Monica sampai ke kelas karena ia takut bertemu pemilik sekolah taman kanak-kanak itu.

"Lebih baik aku pergi sekarang," gumam Mentari sambil melirik ke kanan dan ke kiri, lalu menyeberang jalan. Ia menyetop mobil taksi dan pergi dari sekolah.

Mentari mengenal pemilik sekolah itu, karenanya ia takut. Akan terasa janggal di mata wali murid yang lain jika mereka mengetahui seorang pengasuh mengenal pemilik sekolah mewah itu. Mereka akan mempertanyakan asal-usulnya.

***

Mentari tiba di sebuah taman. Ia menelepon seseorang dan mengajak bertemu di sana. Sesekali, pandangannya berkeliling, mengamati sekitar.

"Saya di taman," pungkas Mentari menutup panggilan telepon.

Dua puluh menit kemudian, ada seorang wanita yang menghampirinya. Ia duduk di samping Mentari dengan setumpuk file di pangkuannya. Mereka mengedarkan pandangan. Dirasa aman, baru mereka saling menyapa.

"Aduh, Mentari. Kenapa kita jadi seperti penjahat begini, sih?"

Wanita itu menggerutu. Ia adalah sahabat Mentari. Hanya dia yang bisa dipercaya untuk menyimpan rahasia dari gadis itu.

"Bawel. Sudah, cepat berikan dokumen yang harus ditandatangani! Aku harus segera kembali, takut terjebak macet."

"Nih!" Wanita itu menyerahkan berkas-berkas bermaterai yang harus ditandatangani oleh Mentari. Tidak terlihat jelas, surat apa yang ditandatangani olehnya.

Siapa sebenarnya Mentari? Kenapa mereka harus bertemu diam-diam seperti itu?

*BERSAMBUNG*

You May Also Like

Satu Malam Liar

Lucinda Perry, seorang penyendiri sosial dan pekerja keras, berjanji pada dirinya sendiri untuk benar-benar menggila di ulang tahunnya yang ke-25 dan bahkan mencetak one night stand jika ia mendapatkan promosi yang sudah lama ditunggu di pekerjaannya. Beberapa hari sebelum ulang tahunnya yang ke-25, dia dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi dan tidak hanya itu, tapi ke kantor pusat di kota yang berbeda. Harus menghabiskan malam ulang tahunnya di kota baru, dia pergi ke klub di mana dia bertemu dengan orang asing tampan, Thomas Hank, yang menawarkan diri untuk menjadi one night stand-nya setelah melihat daftar berani-melakukannya, yang termasuk memiliki satu malam berdiri. Thomas Hank, setelah digunakan oleh beberapa wanita di masa lalu, bertekad untuk mendapatkan wanita impiannya yang akan mencintainya untuk dirinya sendiri dan bukan karena kekayaannya. Jadi ketika dia bertemu Lucinda Perry yang imut dan polos di klub, dia memutuskan untuk menjaga identitas aslinya dari dia dan mencari tahu apakah dia layak untuk dia pertahankan. ***Excerpt*** Apa yang lebih menghibur daripada sisi karakter yang gila? Katakan halo pada Sonia dan Bryan. Jantung Sonia berhenti berdetak sebentar, lalu berbagai pemikiran mulai berterbangan di kepalanya pada saat yang sama. Bryan Hank? Idola selebriti yang dia naksir sedang berlutut tepat di depannya dan memintanya untuk menjadi istrinya? Apakah dia salah mengira dia dengan orang lain? Apakah mungkin ini adalah lelucon, atau mungkin ini seperti salah satu lelucon selebriti dan ada kamera-kamera di sekitar, menunggu untuk merekam dia membuat dirinya tampak bodoh? Atau mungkin dia sedang bermimpi? Sonia bertanya-tanya sambil melihat-lihat sekitar mereka, tetapi yang dia lihat hanyalah penonton yang penasaran. "Tolong! Jadilah istriku dan buat aku menjadi pria paling bahagia di Bumi," katanya dengan suara keras yang menarik perhatian semua orang. Editornya yang telah ditunggunya selama lebih dari satu jam karena dia mencoba menandatangani kesepakatan dengan produser film yang tertarik dengan salah satu ceritanya, muncul saat itu juga, "Sonia, kamu kenal Bryan Hank?" Tanyanya dengan heran saat melihat adegan di depannya. Sepertinya sudah berjam-jam sejak Bryan berlutut, tapi ternyata baru satu menit. Bryan tahu tidak ada wanita yang cukup gila untuk menerima proposal gila seperti itu, dan bahkan jika ada yang mau menerima, membayarnya dan membatalkan keseluruhan hal tersebut akan mudah karena yang dia inginkan hanyalah skandal yang bisa terjadi dari situ. Judul beritanya mendatang akan tentang proposal pernikahan yang ditolak atau pertunangannya yang dikatakan, yang cukup membuat Sophia lepas dari kaitannya. "Ya!" Jawab Sonia dengan semangat sambil menganggukkan kepalanya dan mengulurkan jarinya agar dia memakaikan cincin pertunangan. "Ya?" Tanya Bryan dengan bingung saat mendengar jawabannya. "Ya! Aku akan menjadi istrimu dan membuatmu menjadi pria paling bahagia di dunia!" Sonia berkata dengan tertawa dan menggerakkan jarinya hingga Bryan memasukkan cincin itu ke jarinya. Secara mengejutkan cincin itu adalah ukuran yang tepat untuknya, dan duduk di jarinya seolah-olah dibuat khusus untuknya. Suara tepuk tangan meledak di sekitar mereka saat Sonia berdiri dengan senyum lebar di wajahnya dan memeluk Bryan sebelum menciumnya tepat di bibir. Bryan sedikit terkejut dengan keberaniannya tapi cepat pulih karena ini adalah permainannya, dan dia harus ikut serta. Dia lah yang mendekatinya terlebih dahulu, bagaimanapun juga. Jadi ketika dia mencoba memutuskan ciuman, dia memegang dagunya dan perlahan menggigit bibir bawahnya sebelum membuka bibirnya dengan lidahnya dan mengisapnya dengan cara yang menggoda, mengeluarkan desahan dari Sonia. Sonia merasa pusing. Ini terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Itu haruslah mimpi. Bagaimana lagi dia bisa menjelaskan bahwa pada suatu saat dia duduk di lobi hotel menunggu editornya, dan pada saat berikutnya dia bertunangan dengan idola selebriti yang dia naksir dan menciumnya di sini di depan umum?

Miss_Behaviour · Urban
Not enough ratings
1009 Chs
Table of Contents
Volume 1

ratings

  • Overall Rate
  • Writing Quality
  • Updating Stability
  • Story Development
  • Character Design
  • world background
Reviews
Liked
Newest

SUPPORT