14 Menggoda istri

Tari membuat cupcake strawberry. Setelah menjemput Monic, ia membawa gadis cilik itu ke rumahnya. Ia membuat kue spesial untuk Monic dengan penuh kasih sayang.

Kini, ia bukan hanya seorang pengasuh, tapi seorang ibu. Gadis itu dengan pintarnya bersandiwara di depan orang lain, tapi di rumah, ia tidak menyembunyikan kebahagiaannya karena sudah memiliki seorang ibu. Di luar rumah, Monic memanggil tante, tapi saat di rumahnya dan rumah baru, ia memanggil mama.

"Enak sekali kuenya, Ma," ucap Gadis kecil itu dengan mata bersinar.

"Benarkah? Kalau kamu suka, mama bisa membuatnya setiap hari," ujarnya sambil mengelap sisa krim di pipi Monica. Seberapa pintarnya pun, gadis itu tetap anak kecil. Ia masih makan dengan berantakan, menyisakan makanan di pipi kanan dan kiri.

"Mama kenapa tidak tinggal di rumah papa?" tanya Monica dengan sedih. Ia ingin merasakan seperti teman-temannya. Mereka selalu bercerita, setiap mereka tidur, ibu mereka pasti menemani sambil memeluk. Sementara dirinya, sejak kecil hanya pengasuh dan papanya saja yang pernah memeluknya saat tidur.

"Itu …. Em … mama harus mengurus resto dan jaraknya sangat jauh dari rumah papa. Dari rumah ini, resto mama tidak terlalu jauh." Tari bersusah payah mencari alasan. Monica hanya anak kecil, tidak seharusnya mengerti masalah di antara ia dan William.

"Kantor papa juga jauh dari rumah, tapi papa tinggal di rumah lama," katanya sambil menatap langsung ke wajah ibu barunya.

"Monic mau berenang tidak? Mama kepanasan, nih. Berenang, yuk!'' ajak Tari kepada Monica. 

"Ayo,'' sambut gadis kecil itu senang.

Tari menarik napas lega. Ia sudah berhasil mengalihkan pembicaraan. Pertanyaan itu harus ayah Monic sendiri yang menjawab. Gadis itu tidak memiliki hak untuk mengungkapkan alasan pernikahan mereka kepada siapa pun, terlebih kepada Monica yang masih kecil.

Setelah mengganti baju mereka dengan baju renang, keduanya pun turun. Di rumah itu, hanya ada satu laki-laki, Pak Ran. Semua pelayan di rumah itu adalah perempuan dan ia tidak perlu merasa takut dilihat oleh laki-laki. Pak Ran tidak diperbolehkan masuk ke area kolam renang dan kamar Tari, membuat gadis itu dengan bebas memakai bikini.

Mereka bermain di sisi paling dangkal dari kolam renang itu. Saling mencipratkan air dan bermain lempar bola. Setelah cukup lama bermain, Monic naik ke darat. Ia duduk di kursi panjang sambil menyesap es jeruk.

"Monic! Mama berenang kesana dulu. Monic jangan kemana-mana, takut terjatuh ke tengah kolam. Kalau mau turun ke kolam lagi, di tempat tadi saja, oke!" Tari ingin merilekskan otot lengannya yang sudah lama tidak berenang. Ia menitip pesan panjang lebar kepada Monic karena khawatir gadis kecil itu turun ke sisi kolam yang dalam.

Saat gadis itu sedang asyik berenang, William mencari anak dan istrinya. Dari pelayan, ia tahu kalau mereka sedang berenang. Karena ia sedang stress di kantor setelah bertemu Sarah, ia memutuskan untuk ikut berenang bersama mereka. William pergi ke kamarnya untuk mengganti baju, setelah itu baru pergi ke kolam renang.

Awalnya, ia ingin bermain bersama anak dan istrinya. Namun, melihat Tari yang berbikini seksi, pikirannya pun berubah. Diam-diam ia mendekati Monica dan menyuruhnya pergi dari sana.   

William turun ke kolam perlahan-lahan, lalu berenang di dasar kolam. Ia terus berenang sampai tiba di samping Tari yang sedang berdiri untuk beristirahat sejenak. Tangannya menyentuh perut gadis itu dengan jahilnya.

"Akh!" Tari menjerit saat merasakan sesuatu yang lembut menyentuh perut datarnya. Ia mengedarkan pandangan, tapi tidak melihat ada orang lain di sana.

Rupanya, Will bersembunyi di belakang gadis itu, sehingga tidak terlihat meski Tari melihat ke dalam air. Merasa ada yang aneh, Tari pun segera naik ke darat. Namun, sebelum ia sempat melangkah pergi, Will menarik pergelangan kaki gadis itu.

"Woaa!"

Byur!

Ia terjatuh ke tengah kolam dan Will segera menangkapnya agar berdiri. Kedua mata ovalnya pun membulat saat melihat laki-laki itu di depannya, memeluknya dengan erat. Kulit mereka bersentuhan, menghadirkan kehangatan di kolam yang dingin.

"Lepaskan aku!"

"Tidak mau." William menjawab dengan senyuman nakal yang menghias bibirnya.

Tari memberontak dan berhasil lepas dari pelukan Will. Ia segera berenang ke tepi dan hendak naik kembali ke darat. Tentu saja, ia tidak berhasil, karena Will berhasil mengejar dan memerangkap gadis itu di antara dinding kolam dan tubuhnya.

Will mengecup tengkuk dan punggung basah milik sang istri. Sedangkan kedua tangannya aktif bermain di bagian depan tubuh Tari. Gadis itu mencoba melepaskan diri, tapi tenaganya kalah kuat dengan tenaga suaminya.

"Lepaskan aku, Will!''

Laki-laki itu justru semakin berani. Ia melepaskan tali penutup bukit kembar gadis itu dan melemparnya jauh ke darat. Tari semakin ketakutan dan menangis.

"Lepaskan aku, brengsek!"

''Panggilanmu sangat kasar. Jika kau ingin dilepaskan, panggil aku dengan mesra,'' goda Will sambil menggigit bahu polos Tari.

"Lepaskan aku, Mas." Tari berusaha menuruti permintaan William.

"Masih kurang mesra," ucapnya sambil menggerakan tangannya semakin ke bagian dada.

Panik. Tari pun memanggilnya dengan mesra. "Aku mohon, Sayang," ucapnya pelan dan lembut. Napas Tari terengah-engah menahan gejolak api hasrat yang membakar tubuhnya.

William menepati janjinya. Ia melepaskan tangannya dari tubuh Tari, tapi sebelum pergi, ia menggigit telinga Tari. Gadis itu pun berteriak.

"Dasar mesum! Kau ingkar janji," ucap Tari kesal.

"Aku tidak ingkar janji. Aku, 'kan, sudah melepaskanmu." William naik ke darat, lalu berjongkok dan mengulurkan tangannya.

"Tapi, tadi kamu …."

"Tadi, apa? Kenapa tidak dilanjutkan?'' tanya William semakin bersemangat menggodanya. Apalagi melihat pipi istrinya bersemu merah, ia semakin ingin menggodanya lagi, dan lagi.

"Dasar brengsek! Berani-beraninya di dalam kolam, kamu …. "

"Mencumbu. Kalaupun aku ingin melakukan hal intim denganmu, itu sah-sah saja. Toh, kita pasangan menikah," ucap William sambil mencolek dagu Gadis itu.

"Kita hanya menikah kontrak."

"Tapi pernikahan kita sah, meski hanya sebatas kontrak. Lagipula, aku tertarik dengan tubuh kecilmu itu. Apa salahnya jika bermain-main selama kita masih menjadi suami istri," ujar William tanpa dosa. Ia pergi sambil tertawa.

"Hei! Jangan pergi! Ambilkan itu untukku," ucap Tari. Ia menunjuk penutup dada yang tadi dilemparkan oleh suaminya. Namun, William tidak peduli, dan terus melangkah pergi.

'Dasar gila! Masa aku keluar tanpa memakai itu.'

Tari tidak punya pilihan lain. Setelah menoleh ke kanan dan kiri, ia pun naik ke darat. Saat ia hendak mengambil kain itu, Will kembali muncul, dan membuat Tari segera terjun kembali ke kolam.

''William!!" 

Mendengar teriakan Tari, ia segera berlari pergi. Mood buruknya hilang dalam sekejap setelah bertemu sang istri. Saat kembali ke kamar, ia melihat ponselnya bergetar. Itu telepon dari ayahnya, Dirga Prasetyo.

*BERSAMBUNG*

avataravatar
Next chapter