webnovel

Athlete vs Academician

Author: Bimbroz
Urban
Completed · 169.2K Views
  • 400 Chs
    Content
  • 5.0
    15 ratings
  • NO.200+
    SUPPORT
Synopsis

Arya Chayton, seorang remaja yang sangat menyukai olahraga. Cintanya pada olahraga tak setengah hati. Hampir semua permainan olahraga ia kuasai. Arya terkenal cukup nakal di sekolahnya karena sering bolos pelajaran. Ketika mengikuti pelajaran sekalipun, ia lebih memilih tidur atau berbicara dengan temannya sendiri. Namun saat mengikuti ekstrakulikuler, justru ia paling semangat. Sebaliknya, Arya memiliki teman bernama Amelia Regna. Ia gadis seumuran dengan Arya, dan mereka berteman akrab sejak kecil. Amelia sangat suka belajar dan sering mendapat nilai sempurna di semua mata pelajaran. Tak ada pelajaran yang ia benci, kecuali olahraga. Ia selalu mendapat nilai merah ketika menerima hasil ujian olahraga. Suatu ketika orang tua Amelia mendapat kesempatan untuk bekerja di Denmark. Mau tak mau mereka harus pindah rumah dan berganti kewarganegaraan. Arya terus menunggu hingga bertahun-tahun, mengharap kembalinya Amelia. Sejak itu, rasa cinta Arya pada Amelia mulai tumbuh hingga akhirnya mereka bertemu kembali di universitas yang sama.

Tags
3 tags
Chapter 1Pindah Rumah

Rumah Arya dan Amelia bersebelahan sejak mereka dilahirkan dan sekarang menjadi teman dekat. Arya merupakan anak yang cukup mandiri dan selalu ceria ketika bermain bersama temannya. Sedangkan Amelia, sifatnya sedikit pemalu dan selalu mengikuti Arya kemanapun ia pergi.

Tak hanya mereka berdua, orang tua mereka sama dekatnya seperti anak mereka. Sebab hal itu, orang tua mereka sepakat untuk mendaftarkan sekolah dasar yang sama agar Amelia perlahan akan dibimbing oleh Arya agar tak terlalu sering mengandalkannya.

Baik Arya maupun Amelia sangat menyetujui kesepakatan orang tuanya. Amelia tersenyum lebar, mengetahui keinginannya bersama Arya terkabulkan. Meski begitu Arya tak pernah merasa risih dan menganggap Amelia sebagai beban.

Namun disaat mereka menaiki kelas 3 SD, Amelia mendapat kabar kurang menyenangkan dari ibunya, jika ibunya mendapatkan tugas dari kantor untuk bekerja di Denmark, dan mengharuskan keluarga mereka pindah rumah.

Amelia merasa terpuruk mendengar kabar itu. Meski belakangan ini tak terlalu sering bersembunyi di belakang Arya, tetapi Amelia masih ingin bersamanya lebih lama lagi. Tugas tetaplah tugas, hal itu harus dituruti oleh Amelia mau tak mau.

Orang tua Arya telah mengetahui hal itu dan memberitahu kabar tersebut pada Arya. Setelah kabar tersebut sampai di telinga Arya, ia buru-buru mengunjungi rumah Amelia yang mana rumah mereka hanya bersebelahan.

Arya memanggil Amelia dengan teriakan cukup keras.

"Amel! Keluarlah! Aku ingin bicara denganmu!"

Sekeras apapun Arya memanggil namanya, Amelia tetap tak kunjung menampakkan wajahnya. Merasa tak enak menghiraukan sahabat anaknya, ibunya Amelia dengan baik hati menjawab teriakan dari Arya. Saat itu juga Arya berhenti teriak.

"Tante, dimana Amel? Aku ingin menemuinya." Arya berkata dengan wajah gelisah.

"Amelia sedang di kamarnya, Nak. Sepertinya ia tak akan keluar dari kamar untuk beberapa saat," ibunya menjawab dengan nada pelan. Ia merasa bersalah menceritakan hal itu pada anaknya dan kerabatnya.

"Kalau begitu, bolehkah saya membujuk Amel agar ia mau keluar dari kamarnya?" Arya masih bersikeras ingin menemui temannya. Ibunya hanya menunduk dan menghela nafas, masih memikirkan perasaan anaknya jika harus bertemu dengan temannya disaat anaknya sedang bersedih.

"Tante nggak melarang hal itu, Nak. Tapi tante sendiri masih belum tahu apakah Amel mau menemui teman atau tidak."

Arya tak memikirkan hal itu. Terlebih lagi mereka telah berteman sejak berumur 4 tahun. Dalam kondisi apapun, Amelia pasti selalu mengandalkan Arya disaat mereka sedang bersamaan. Disaat seperti inilah seharusnya Arya harus menghibur dan membantunya. Dengan kesiapan hati, Arya ingin sekali menemuinya.

"Gak apa, tan. Hanya mengizinkan saya menemui Amel itu sudah cukup. Sisanya saya bisa mengurusnya sendiri." Arya berkata dengan tekadnya yang dapat dilihat dari raut mukanya.

"Baiklah. Kamu boleh menemuinya," ibunya Amelia hanya bisa pasrah dan tak ingin membuat masalah lebih jauh. "Tapi tante ingatkan. Jika Amel sedang tak ingin menemuimu, tante ingin kamu tak memaksanya. Itu akan lebih gawat jika ia benar-benar meninggalkan keluarganya."

Meninggalkan keluarganya? Mendengar kalimat itu, Arya pikir, ia harus berhati-hati agar tak menyakiti hati Amelia dan keluarganya. Atas izin ibunya Amelia, Arya memasuki rumah dan berjalan cepat menuju kamar Amelia yang berada di lantai 2.

Sesampai di depan pintu kamarnya, Arya mendengar isak dari tangisan Amelia. Arya mengetuk pintu di depannya sebanyak 3 kali. Namun tak ada jawaban dari Amelia.

"Amel. Ini aku Arya. Aku ingin bicara denganmu." Arya terus mengetuk pintunya, berharap Amelia menjawab keinginannya. Tangisannya mendadak berhenti. Arya mendengar langkah kaki sedang menuju ke arahnya dari dalam kamar.

Setelah suara itu menghilang, pintu kamar terbuka cukup kecil. Arya hanya bisa melihat Amelia setengah badannya saja. Rambutnya berantakan, air mata di pipinya mengalir deras. Arya tahu betul perasaan Amelia saat ini.

"Pulanglah, Arya. Aku lagi gak pengen bicara denganmu."

Seumur hidupnya, baru kali ini Arya mendengar Amelia berkata seperti itu padanya. Ia merasa syok tetapi disisi lain ia berpikir bukan saatnya untuk mempermasalahkan hal itu.

"Mel, kamu bisa keluar dari kamar sebentar? Aku ingin bicara denganmu. Gak lama kok."

"Kamu gak denger ya, aku lagi gak pengen ketemu kamu. Aku lagi gak niat ketemu siapapun bahkan mereka sekalipun!" bentak Amelia, semakin kesal

Arya langsung tahu, mereka yang dimaksud ialah kedua orang tuanya. Ibunya saat ini sedang berada di ruang keluarga, lantai 1. Ayahnya masih bekerja dan selalu pulang di atas jam 9 malam.

"Tapi kenapa? Aku cuma bicara sebentar. Beneran, ini gak lama." Arya masih ngotot agar bisa berbicara 4 mata pada Amelia.

"Kalau aku bilang gak ya gak. Jangan maksa deh! Mending kamu pulang aja sebelum aku memukul tepat di wajahmu."

Untuk kedua kalinya Arya mendengar kalimat yang sama sekali tak pernah dilontarkan dari mulut Amelia. Sebisa mungkin Arya tak terbawa emosi dan tetap memaksa dengan hati dan pikiran yang tenang.

"Please 5 menit aja, atau gak 3 menit. Pokoknya sebentar, beneran. Kalo lebih dari itu, kamu boleh kembali ke kamar."

Arya masih teguh ingin berbicara dengannya. Tapi tetap saja, Amelia sedang tak menginginkan hal itu. Ia menggelengkan kepalanya dan kembali masuk ke kamarnya tanpa mengatakan apapun.

Jika sudah begini Arya tak bisa memaksa, sesuai keinginan ibunya Amelia. Dengan wajah murung, ia menuruni tangga dan kembali bertemu dengan ibunya Amelia, sedang mengusap air mata.

Setelah menuruni beberapa anak tangga, Arya menghampiri ibunya Amelia sedang duduk di depan televisi menyala seraya menangis tersedu. Melihat hal itu, dengan inisiatif sendiri, Arya mendekati ibunya Amelia dan duduk di sebelahnya. Saat itu juga, ibunya Amelia sadar jika Arya mendekatinya, sebab hawa keberadaannya cukup jelas dan menyela tangisan dari sang ibu.

Meski begitu, Arya tak tahu harus berbuat apa untuk memulai pembicaraan atau menenangkan seseorang yang menangis di sampingnya. Diumurnya yang terbilang masih muda, sejauh ini Arya selalu mengalami hal-hal menyenangkan dibanding menyedihkan. Menyadari hal itu, ia kecewa untuk apa ia mendekati ibunya Amelia tanpa melakukan apapun.

"Amel anak yang baik. Jadi kamu jangan marah padanya, Nak Arya." Ibunya Amelia mengatakan hal itu disaat ia sedang menahan tangisan. Arya terpekik, disaat ia sedang kebingungan harus mengatakan apa.

"Iya tan. Arya tau kok kalo Amelia anak yang baik. Hanya saja mungkin dia belum bisa menerima keputusan ibunya." Arya mencoba merespon pernyataan ibunya Amelia.

"Syukurlah kalo begitu. Mungkin kamu salah satu temannya yang sangat memahaminya. Atau bahkan satu-satunya. Jadi tante harap kamu bisa menerima dia dalam situasi apapun. Tante selalu percaya padamu." Meski terdengar sederhana, perkataan itu membuat hati Arya sedikit tersentuh.

You May Also Like

MARRY THE TWINS

Warning! (21+) Cerita ini, untuk kalian yang sudah berusia di atas 21 tahun. Harap bijak memilih bacaan, karena novel ini mengandung unsur kekerasan, adegan dewasa, dan kata-kata yang kurang pantas. Tokoh, latar, alur, dan segala unsur di dalamnya, merupakan hasil murni imajinasi penulis dan tidak terkait dengan apapun atau siapapun. Kenalan dengan tokoh Marry The Twins di Instagram yuk! Follow ig : zoyaalicia_dmitrovka Selamat membaca dan terima kasih! Illustrated by SHI_lunaticblue Cover designed by Deedesign Owned by Zoya Dmitrovka Silakan mampir juga ke novel Zoya yang lain: 1. My Immortal Store: Leveling Up System in Zombie Apocalypse 2. The Dominant Wife Of Young Master 3. The Romanov Diadem (Trilogi 1) 4. The Romanov Diadem: 100 RUB (Trilogi 2) 5. The Richman System 6. Istri Kontrak Tuan Nathan ** "Bagiku, hidup bagaikan bola salju. Semakin menggelinding, tentu akan semakin membesar!" (Kleiner Rutherford Stonevrustarios) Kleiner Rutherford Stonevrustarios, si tuan muda keluarga Stonevrustarios yang mewarisi kerajaan bisnis keluarga hingga ke Asia. Orang-orang menyebutnya dengan The Sexiest Demon. Ia menjalin cinta dengan Villearisa Cyra Demougust, si kembar dari keluarga Demougust yang hampir bangkrut. Di hari pernikahan mereka, Villearisa lari bersama selingkuhannya. Lalu sebagai gantinya, keluarga Demougust meminta putri kedua mereka alias saudara kembar Villearisa untuk menggantikan posisi sang kakak. But, who is she? Apakah The Sexiest Demon menyadarinya? Kemanakah perginya sang pengantin wanita? Dan, apakah si pengantin pengganti berhasil membuat Kleiner jatuh cinta? You may never know when love blossomed between them, but you may know how it feels like to lose someone you love and you realized it too late!

Zoya_Dmitrovka · Urban
5.0
424 Chs
Table of Contents
Volume 1

ratings

  • Overall Rate
  • Writing Quality
  • Updating Stability
  • Story Development
  • Character Design
  • world background
Reviews
Liked
Newest

SUPPORT