Wat terpaksa menikahi sahabatnya –Lin- agar tidak di jodohkan dengan perempuan yang tidak ia kenal. Sebagai pria gay, ia mampu menjalani kehidupan rumah tangganya dengan baik bersama istri dan dua anak kembarnya –Nas dan Pin-. Wat yang pada akhirnya menjatuhkan hatinya pada seorang pria bernama Win, yang berujung dengan hubungan pacaran, berencana untuk selamanya sehidup semati, tanpa memikirkan rumah tangannya bersama Lin. Apakah Lin mampu menjadi istri seorang gay dan bagaimana akhirnya hati Wat memutuskan? Tokoh dalam Novel ini : 1. Water Ionataurus 2. Lin Kalvinaceka 3. Win Archivitae 4. Pin Gonataurus 5. Nas Wyanataurus Untuk berteman lebih lanjut dengan saya, bisa follow akun instagram @puspasariajeng (dm for request) Terima kasih dan selamat membaca karya BL saya ini ^-^
"Di hadapan Tuhan, orang tua dan para saksi, saya Water Ionataurus, dengan niat yang suci dan ikhlas hati telah memilihmu Lin Kalvinaceka, menjadi istri saya. Saya berjanji untuk selalu setia kepadamu dalam untung maupun malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan juga sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Saya akan selalu mencintai dan juga menghormatimu sepanjang hidupku."
***
Water Ionataurus, pria dengan ketampanan paripurna yang selalu membuat silau mata siapa pun yang memandangnya. Pria yang kerap disapa Wat adalah seorang ketua OSIS di sekolah yang dipilih oleh seluruh murid dan civitas sekolah, bukan karena ketenaran dan juga tampang nya yang mendukung. Tetapi Wat memang salah satu murid yang aktif dan juga berprestasi.
Wat jarang berkumpul dengan teman-temannya di sekolah. Ia lebih sering terlihat bersama sahabatnya sejak kecil –Lin Kalvinaceka-. Lin, biasa disapa, menjadi satu-satunya perempuan yang beruntung mendapatkan hati Wat. Bukan untuk menjadi pasangannya, tetapi sahabat.
Tidak hanya di sekolah, Wat juga sering mengajak Lin ke rumahnya untuk mengerjakan tugas bersama atau belajar bersama dan mereka memang lebih sering melakukan kegiatan yang bersama.
Hingga kedua orangtua Wat maupun Lin, merasa kalau keduanya sudah sangat cocok dan begitu serasi. Dukungan dari para orangtua itu hanya dibalas dengan senyuman yang tidak tahu apa artinya.
"Ayah mau kok, kalau keputusanmu berakhir pada Lin," ujar Top –ayah Wat- berharap kalau anaknya melabuhkan hatinya pada Lin.
Wat hanya menggelengkan kepalanya dengan ceringai, berusaha untuk tidak merespon 'iya' atau 'tidak'.
Waktu yang terus berlalu, hingga akhirnya masa SMA mereka berakhir, Wat memutuskan untuk melanjutkan kuliah di universitas pilihannya, mengambil jurusan hukum. Sang ayah sama sekali tidak mempermasalahkan pilihannya, hanya saja ia ingin kalau anak satu-satunya itu menikah lebih dulu, agar bisa dengan segera melanjutkan perusahaan yang nantinya akan menjadi milik Wat.
"Aku belum memiliki rencana untuk menikah, yah. Aku juga sama sekali belum pernah menemukan pasangan yang bisa kujadikan sebagai pendamping hidup," balas Wat, ketika sang ayah memintanya untuk segera menikah.
"Ada Lin, Wat … kalian sejak kecil selalu bersama. Lin pasti akan setuju dengan perjodohan ini."
"Ayah … Lin itu sahabatku dan aku tidak akan pernah mencintai, apalagi menikahinya."
"Ada apa?"
"Lin itu … h—harus bekerja. Karena ia anak sulung dan harus membiayai keluarganya. Ayah tahu bukan, kehidupannya tidak sebaik kita. Jangan tambah lagi beban hidupnya," ujar Wat, masih mencari alasan untuk itu.
***
"Bagaimana Lin? kamu hanya perlu menerimanya saja, karena segala biaya hidup keluargamu, akan ditanggung oleh keluarga kami."
Lin diam, tidak mengerti mengapa tiba-tiba Wat datang ke rumah bersama ayahnya –Top. Apalagi kedatangan mereka yaitu untuk melamarnya.
Flash back
"A—aku suka, sama kamu Wat … tapi, aku harusnya sadar … kalau kita tidak akan bisa bersatu bukan, karena aku dan kamu hanyalah sebatas teman sejak kecil," tutur Lin, yang baru saja mengutarakan perasaannya kepada Wat.
"Lin … terima kasih, sudah berkata jujur padaku. Tanpa aku harus menjawab, yang nantinya akan membuat luka di hatimu, kamu sudah lebih dulu paham. Maafkan aku …," balas Wat.
Flash back off
"Bagaimana, Lin?" tanya Top mengulangnya lagi.
"Maaf, om … tapi, aku dan Wat hanya teman dan sebaiknya kami hanya berhubungan sebagai teman saja," jawab Lin sembari menunduk, sebenarnya kecewa.
***
Braaaak!!!
Top membanting pintu rumahnya hinggu tertutup dengan sempurna. Ia berhasil meluapkan emosinya karena sudah dibuat malu atas penolakan dari keluarga Lin.
"Yah, sudahlah … aku sudah bilang, kalau aku dan Lin tidak akan bisa menikah," ujar Wat lagi-lagi memperingati sang ayah, agar tidak lagi-lagi menjodohkannya.
"Keluarga Lin itu miskin, tapi ia berani menolak lamaran kita!"
"Ayah! Jangan pernah melihat orang dari materi. Benar apa yang Lin bilang, ia harus menjadi tulang punggung keluarga dan ia sama sekali tidak ingin merepotkan keluarga kita. Ayah tolong mengerti … aku juga masih ingin kuliah, tidak menikah."
"Tapi usia ayah sudah tidak lagi muda dan kamu juga, pewaris tahta keluarga satu-satunya harus belajar sejak dini mengelolanya."
"Ayah … aku bisa menggantikan ayah di perusahaan, tapi tidak untuk menikah lebih dulu," ujar Wat yang bersedia menggantikan posisi sang ayah.
Top berdecak, menaikkan sebelah bibirnya, menandakan senyum tidak senang.
"Kamu sendiri bahkan sudah tahu, kalau peraturan turun menurun di keluarga kita, pewaris itu harus sudah menikah dan sudah memiliki anak. Maka dari itu, ayah memintamu segera menikah dengan Lin dan segera memiliki anak untuk generasi penerus lagi," papar Top.
"Tapi aku gay! Dan aku tidak bisa menikah, ayah!"
"…"
Tidak ada jawaban dari Top. Pria tua itu hanya diam menatap Wat, dari atas ke bawah dan kembali lagi ke atas. Ia tersenyum, begitu sinis.
"Dengan tampang dan penampilan sempurna kamu ini, kamu menganggap kalau dirimu adalah gay? Yang benar saja …."
"Tapi aku benar, a—aku sama sekali tidka bisa jatuh cinta kepada lawan jenis, ayah," ujar Wat meyakinkan ayahnya.
"Kamu pikir ayah akan percaya?"
"Yah—"
"Apa kamu jatuh cinta kepada sesama pria?" tanya Top dengan tangan yang dilipatnya di atas perut.
"Belum. Aku belum pernah jatuh cinta pada pria mana pun," jawab Wat, memalingkan pandangannya.
"Semudah itu kamu mengaku sebagai seorang gay, iya?! tentukan pilihanmu sekarang … menikah dengan Lin atau ayah carikan perempuan lain untukmu."
***
Wat duduk dengan tangan yang bersimpuh di atas pahanya. Ia menunduk, menunggu kedatangan Lin, sesuai dengan janji temu yang telah mereka buat.
"Wat? Maaf membuatmu menungu terlalu lama."
Wat menoleh, menengadahkan kepalanya. Melihat kehadiran Lin yang kini duduk di sampingnya.
"Ada apa Wat?"
"Lin … ayah lagi-lagi memintaku untuk melamarmu," tutur Wat.
Lin membesarkan matanya, tidak menyangka kalau lamaran tempo hari, belum usai.
"Tapi Wat—"
Wat menyambar bibir Lin, ingin membuat Lin diam dan tidak banyak protes. Matanya terpejam, berusaha menikmati ciuman pertamanya itu. Namun Wat sama sekali tidak merasa ada desiran darah yang mengalir begitu deras dan jantung yang berdegup sangat kencang. Semuanya sama saja, begitu datar, tidak terasa getaran apa pun.
Sedangkan Lin masih terpenganga, benar-benar heran dengan apa yang terjadi pada pria bernama lengkap Water Ionataurus.
Wat membuka matanya, melepas pagutan yang sudah beberapa detik menyatu di bibir Lin.
"W—wat?"
"Lin … menikahlah denganku … s—siapa tahu, nanti aku bisa jatuh cinta padamu," ujar Wat.
Lin terkekeh, ia merasa apa yang dikatakan oleh Wat itu hanyalah sebuah candaan yang menurutnya sama sekali tidak membuatnya terhibur. Apalagi yang dibicarakannya adalah perihal pernikahan. Sesuatu yang sangat sakral, yang menurutnya hanya bisa dilakukan satu kali seumur hidup.
"Meski aku menyukaimu … tapi aku tidak pernah meminta atau menuntut kamu untuk membalas bahkan sampai memintaku untuk menikah denganmu, Wat."
"Lin … hanya kamu … atau dengan perempuan lain yang sama sekali aku tidak kenal dan mustahil untuk menyukainya."
"Wat …."