"Aku telah menunggumu selama 20 tahun dan melintasi setengah alam semesta untuk mencarimu. Aku akan bersabar," kata sang raja muda itu dengan penuh pengertian. Emma tersentuh oleh kata-katanya yang tulus. "Terima kasih." Satu-satunya yang Emma inginkan dalam hidup adalah bertemu keluarganya. Siapa nyana ia harus melintasi ruang dan waktu untuk menemukan mereka? *** Emma Stardust, yang ditinggalkan di depan panti asuhan ketika dia berusia empat tahun, ternyata adalah anak perempuan dari seorang putri pelarian dan seorang jenderal besar dari Planet Akkadia. Orang tuanya meninggalkannya untuk menyelamatkannya dari kejaran keluarga raja Akkadia. Tiga belas tahun kemudian, rahasia masa lalunya terungkap ketika ia tiba-tiba terbangun di puncak Menara Eiffel dan menyadari bahwa ia dapat mengendalikan api, angin, dan berbagai elemen lainnya. Dan Putra Mahkota Akkadia ingin Emma menjadi istrinya? Apa yang terjadi dengan orang tua Emma? Bisakah Emma menerima cinta sang pangeran? Akankah kekuatannya membawa teman... atau musuh? Ikuti perjalanan Emma saat ia mengungkap misteri tentang masa lalu dan masa depannya. PS: Novel ini tersedia dalam bahasa Inggris (Finding Stardust) dan Indonesia. Baca buku-buku saya yang lain: 1. The Alchemists: Cinta Abadi 2. Kisah Cinta Ludwina & Andrea 3. Pangeran Yang Dikutuk
"Jendral Kaoshin Stardust....!!!" Teriakan gadis itu terdengar frustrasi. "Aku sangat merindukanmu....!!"
Seperti biasa... tidak ada balasan. Ia tahu hanya ia yang dapat mendengar suaranya sendiri.
Dengan sekali lompatan saja ia telah melayang turun dari puncak menara yang demikian tinggi dan mendarat dengan indahnya. Horizon penuh dengan berbagai bintang, planet, dan nebula, yang memancarkan cahaya lembut. Gadis itu terus berlari dengan langkah ringan, dan akhirnya melayang ke sebuah batu karang besar yang berdiam tegak mengamati zaman.
Tiba-tiba ia tercenung memandang sebuah bola biru sebesar kelereng bersaput awan-awan putih di antara bintang-bintang angkasa.
"Huk... huk...." Gadis itu lalu menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis dengan amat pedih. "Jenderal Stardust, kenapa kau tidak pulang-pulang....?"
Ia terus menangis dan terduduk lemah di atas batu karang itu. Sang gadis memiliki rambut sangat panjang hingga ke mata kaki, warnanya platinum kebiruan, tergerai membelit tubuhnya.
Wajahnya sangat cantik dengan hidung mungil dan sepasang mata bulat berwarna biru muda yang sangat unik. Orang planet Bumi akan menyebutnya seperti peri karena penampilannya ini. Pakaiannya bermodel sederhana, panjang menjuntai hingga tumit, tetapi dibuat dari bahan yang sangat indah dan bermutu tinggi.
Setelah lama termenung, akhirnya ia mengambil sebuah keputusan penting. Ia berbalik ke menara yang tadi ia tinggalkan lalu memberi perintah pada komputer AI pengendali semua sistem di bangunan menara untuk membuka kubah merah.
"Tapi... Tuan Putri, Jenderal Stardust memerintahkan saya untuk mempertahankan Anda di sini. Saya tidak bisa menolak."
Tanpa mempedulikan protes sang komputer, gadis itu memasukkan beberapa kode dan memaksa sistem untuk melakukan perintahnya.
"Cepat lakukan apa yang kuperintahkan, komputer jelek! Kau harus menurut karena kodenya sudah kupecahkan!"
"Baiklah, Tuan Putri."
Terdengar suara bergetar hebat seolah bangunan itu hendak runtuh. Dari bawah tanah di samping bangunan yang besar itu, tiba-tiba muncul kubah raksasa berwarna merah yang segera membuka dan tampaklah sebuah pesawat kecil di dalamnya.
"Aku akan berangkat ke bumi untuk mencari Jendral Kaoshin Stardust. Bila dalam waktu dua tahun aku tidak kembali, kau harus menghancurkan dirimu sendiri."
"Tuan Putri Arreya!"
"Ada apa lagi?"
"Selamat jalan."
Arreya tertunduk lalu ia menoleh dan tersenyum tipis. Pelan-pelan ia melangkah ke pesawat lalu melompat masuk ke dalamnya. Sinar menyilaukan membungkus pesawat itu lalu tiba-tiba saja melesat meninggalkan daratan.
Sekejap ia terlihat seperti salah satu bintang yang menghiasi horizon dengan cemerlang.
Arreya menghempaskan tubuhnya ke kursi lalu memencet tombol merah di papan kontrol pesawatnya.
"Pindah ke kontrol otomatis. Tujuan Bumi."
Arreya sudah lama hendak mengambil keputusan ini. Ia hendak ikut turun ke bumi mencari Kaoshin Stardust, tetapi ia selalu ragu. Setahunya bumi adalah planet yang besar dan peradabannya sudah lumayan maju. Ia takut bila bertualang ke sana sendirian mencari Kaoshin.
Dulu, waktu kapsul mereka hendak didaratkan di bumi, dari satelit-satelit yang bertebaran di planet itu keluar serangan dahsyat. Kapsul mereka rusak dan terpaksa mendarat darurat di bulan yang gersang dan sunyi ini.
Ia tidak ingat sudah berapa lama mereka di sana. Yang jelas, semua robot yang mereka bawa berhasil membangun menara tempat mereka tinggal sekarang lengkap dengan sistem penunjang kehidupan. Semua itu pasti membutuhkan waktu yang lama, kan?
Kapsul mereka adalah kapsul kargo yang sangat besar dan memiliki semua yang dibutuhkan untuk memulai kehidupan di planet baru. Arreya tidak ingat kenapa ia bisa berada di kapsul kargo itu bersama Kaoshin. Hal terakhir yang diingatnya adalah pesta besar sebelum pernikahannya dan semua orang memberinya selamat dengan penuh sukacita karena akan segera menikahi Putra Mahkota.
Tahu-tahu ia sudah ada dalam dekapan Kaoshin yang panik dan memerintahkan sistem untuk mendaratkan kapsul mereka ke planet terdekat. Kapsul mereka bergetar hebat karena mengalami tembakan di beberapa bagian. Sistem terus saja menyebutkan kerusakan demi kerusakan yang dialami kapsul itu.
"AWA, diam! Kau tidak boleh menakuti Tuan Putri," tukas Kaoshin dan seketika suara komputer itu terhenti. Pemuda itu segera beralih kepada Arreya yang mengerutkan keningnya keheranan. "Sshh... kau akan baik-baik saja. Sekarang tidak ada waktu untuk menjelaskan. Tuan Putri duduk di sini, aku akan memasang sabuk pengaman dan mengendalikan kapsul kita ke planet terdekat. Planet di depan itu sepertinya tidak ramah."
Arreya yang masih kebingungan membiarkan saja Kaoshin mendudukkannya di kursi dan memasang sabuk pengamannya. Pemuda itu kemudian segera menghilang dan masuk ke anjungan kendali.
Ah... Arreya hampir lupa bahwa Kaoshin Stardust adalah jenderal termuda di planet Akkadia yang memulai kariernya dengan menjadi pilot. Ia dapat mengendarai semua benda yang dapat terbang. Tentu ia akan dapat menyelamatkan kami, pikir Arreya penuh harap.
Setelah beberapa jam yang sangat mendebarkan akhirnya kapsul raksasa itu mendarat di bulan. Selama setengah jam, tidak ada seorang pun yang bersuara. Arreya masih sangat shock. Ia tidak tahu mengapa ia tiba-tiba ada di kapsul luar angkasa yang sedang terbang, hanya bersama Kaoshin. Di mana yang lain? Apa yang terjadi sebenarnya?
Kaoshin sendiri masih sangat kelelahan karena mengemudikan sendiri kapsulnya untuk menghindari serangan-serangan dari Bumi, lalu membuat gerakan manuver untuk mengecoh mereka di balik sabuk asteroid terdekat dan kemudian mencari cara mendaratkan kapsul yang rusak di bulan.
"Jendral Kaoshin Stardust... " Akhirnya kesadaran kembali pada Arreya dan ia melepaskan sabuk pengamannya dan bangkit untuk mencari Kaoshin. Ia berjalan menyusuri lorong panjang hingga ke ujung dan menaiki tangga menuju anjungan.
Di sana ia menemukan pria yang dicarinya sedang duduk kelelahan dengan sepasang mata terpejam. Kaoshin Stardust adalah seorang laki-laki yang tampan dan tangguh. Sejak masih di akademi, ia selalu menjadi pemuda pujaan semua wanita, tetapi ia selalu setia kepada Arreya.
Tidak seorang pun di dunia ini yang mengetahui betapa besar cinta Kaoshin kepada Arreya, dan betapa besar Arreya mencintainya. Mereka selalu menyembunyikan perasaan mereka dengan sangat baik.
Arreya bahkan tidak pernah menyebut nama depan Kaoshin untuk menghindari kecurigaan orang lain atas hubungan mereka. Ia selalu memanggilnya dengan sebutan lengkap "Jendral Kaoshin Stardust. Hal itu kemudian menjadi kebiasaannya selama puluhan tahun.
"Di mana semua orang...?" tanya Arreya dengan suara halus, hampir seperti berbisik. Ia menghampiri Kaoshin dan mengusap rambutnya dengan penuh kasih sayang. "Apa yang terjadi?"
Pelan-pelan Kaoshin membuka sepasang matanya dan menampakkan iris berwarna biru hijau yang cemerlang seperti permata. Ia menatap Arreya dengan sorot mata lelah.
"Di sini hanya ada kita berdua," jawabnya pelan tetapi tegas. Kaoshin selalu bicara dengan nada tegas yang kentara. Ini adalah hasil dari puluhan tahun bergabung dengan militer. Arreya sangat menyukai suara Kaoshin ketika berbicara. Sayangnya pria itu selalu pelit dengan kata-katanya. "Aku belum tahu apa yang terjadi, aku masih menyelidikinya."
Ia menyipitkan mata dan mengulurkan tangannya menyentuh rambut Arreya yang terjuntai hingga ke lantai. Gadis itu menurunkan pandangannya dan seketika menjadi keheranan melihat rambutnya yang ada di telapak tangan Kaoshin tampak sangat panjang.
"Rambutku sepanjang ini????" Tanpa sadar Arreya menekap bibirnya karena terkejut. Biasaya rambutnya hanya ia biarkan tumbuh hingga bahu atau pinggang. Mengapa tiba-tiba sudah sampai menyentuh lantai?
"Kita tidur untuk waktu yang sangat lama..." Akhirnya Kaoshin mengambil kesimpulan. Pria itu sendiri tidak mengalami perubahan pada rambutnya karena sejak bergabung dengan militer, mereka telah diberikan injeksi khusus untuk menghambat pertumbuhan rambut. Ia mengangkat wajahnya dan menatap Arreya dengan pandangan meminta maaf. "Maafkan aku, Tuan Putri... aku tidak becus menjagamu."