webnovel

Ini Bukan Urusanmu

Mereka sarapan dan berbincang-bincang selama setengah jam. Setelah pramugari membereskan bekas makan mereka, keduanya duduk menikmati pemandangan dari luar jendela. Pesawat telah melewati Vietnam dan sebentar lagi tiba di Singapura.

"Kau mau mandi dan bersiap-siap? Sebentar lagi kita mendarat," kata Haoran satu jam kemudian.

Emma mengangguk. "Kau?"

"Iya, aku juga. Nanti kita turun duluan. Kita tunggu teman-teman di lounge saja," kata Haoran sambil beranjak dari sofa dan berjalan keluar suite. "Sampai jumpa nanti. di bawah."

Ketika melihat Haoran akan keluar, Emma tiba-tiba berdiri dan memegang tangannya. "Uhm.. sebenarnya suite ini untuk dua orang kan? Kenapa kita tidak duduk bersama di sini sambil menunggu mendarat? Aku senang mengobrol denganmu."

Haoran terhenti di tempatnya dan menatap Emma dengan sepasang mata berbinar. Ia kemudian mengangguk. "Tentu saja."

Sebagai lelaki sopan ia sama sekali tidak menyarankan untuk berbagi suite dengan Emma walaupun memang satu suite disiapkan untuk dua orang. Ia membiarkan Emma tidur sendiri dan menikmati suite sesuka hatinya. Ia hanya mengajak Emma sarapan bersama, tidak lebih.

Tetapi kini, Emma sendiri yang menyarankan agar mereka duduk bersama di suitenya sambil menunggu pesawat mendarat. Itu berart Emma merasa nyaman dengan kehadirannya dan bagaimanapun mereka adalah teman. Atau mungkin... sekarang sudah lebih dari teman? Bagaimanapun kemarin mereka sempat berciuman di Paris.

"Aku hanya perlu setengah jam untuk mandi dan berkemas," kata Emma saat mengantar Haoran keluar.

Pemuda itu mengangguk. "Aku akan kembali dalam setengah jam."

Ia lalu masuk ke suitenya yang ada di seberang kamar Emma. Gadis itu sendiri lalu bergegas mandi dan berganti pakaian segar. Ia mengenakan jeans berwarna gelap dan atasan berwarna biru muda dan menyanggul rambut panjangnya di atas kepala. Tas ranselnya telah dibereskan dan tidak ada satu pun barangnya yang tertinggal di suite.

Haoran mengetuk suitenya setengah jam kemudian dengan membawa tasnya sendiri. Ia meneliti isi minibar dan mengambil beberapa cokelat mahal dan minuman dari dalamnya.

"Ini untuk di jalan," katanya sambil tertawa. "Gratis kok. Aku juga mengambil isi minibarku untuk diberikan kepada anak-anak."

Emma mengangguk paham. Ia lalu mengeluarkan isi minibar yang serba mahal dan menyimpannya ke dalam ranselnya seperti yang dilakukan Haoran. Teman-temannya pasti senang diberikan oleh-oleh sebagai pengganti karena mereka tidak ikut terbang di suite.

"Minuman beralkoholnya juga," kata Haoran sambil menunjuk wine, wiski, rum, vodka, dll di dalam minibar. "Sebentar lagi David berulang tahun ke-18. Dia sudah bisa minum."

"Oh, ya?" Emma ingat bahwa di Paris, cowok-cowok itu memalsukan umur mereka untuk membeli wine dan minum di Champ de Mars di dekat Menara Eiffel. Ia mengambil botol-botol minuman berukuran kecil yang ditunjuk Haoran. Tetapi ia tak urung bertanya juga. "Sebenarnya mereka kan cukup kaya untuk membelinya sendiri. Apakah mereka akan senang menerima barang-barang ini?"

Haoran mengangkat bahu. "Semua orang senang barang gratisan. Aku juga."

Emma tertawa mendengarnya. Ia baru tahu bahwa bahkan orang kaya juga menyukai benda gratis.

"Baiklah, kalau begitu aku akan membawa sebanyak mungkin barang gratisan dari suite ini dan memberikannya kepada mereka," kata gadis itu.

"Piyama dan jubahnya juga bagus. Kau sudah mengambil untukmu?" tanya Haoran.

Emma mengangguk. "Jubahnya bagus sekali. Aku suka."

"Ambil juga yang ukuran besarnya. Alex pasti suka," kata Haoran lagi.

Emma akhirnya mengikuti saran Haoran dan mengambil jubah tidur dan piyama untuk Alex. Bahannya yang dari sutra memang sangat nyaman dan enak dipakai untuk tidur. Ia dapat membayangkan Alex akan merasa girang diberikan hadiah itu olehnya, walaupun ia mendapatkannya secara gratis.

Haoran tersenyum puas melihat Emma sudah mengisi penuh ranselnya dengan berbagai 'jarahan' dari suite. Tasnya sendiri sudah penuh dengan barang-barang yang sama. Setelah selesai, keduanya bertukar pandang dan tertawa.

***

Benar saja apa kata Haoran, teman-temannya yang sempat iri karena tidak ikut ke suite merasa sangat girang ketika mereka menerima oleh-oleh dari Emma dan Haoran saat mereka menunggu koper di carrousel.

Haoran telah meminta kepada pramugari untuk menaruh kopernya di antara koper penumpang ekonomi agar ia dapat menunggu kopernya keluar di carousel seperti teman-temannya dan tidak menimbulkan kecurigaan teman-teman sekolah mereka.

"Kalian dimaafkan karena meninggalkan kami di kelas ekonomi," kata Alex sambil berkedip. Ia memeluk piyama sutranya dengan wajah bahagia. "Cokelat dan oleh-oleh lainnya cukup memuaskan."

Emma mengangguk. Ia senang melihat mereka menyukai pemberiannya dan Haoran. Tanpa sengaja ia melihat Nadya berdiri di ujung carousel dan menatapnya dengan tanpa berkedip. Wajah Nadya tampak bingung dan heran. Emma menyadari, Nadya mungkin baru memperhatikan bahwa ternyata sejak Emma di Paris, Emma mulai dekat dengan kelima siswa dari kelas F.

Walaupun Emma dan Nadya cukup dekat di sekolah, tetapi selama di Paris Nadya banyak menghabiskan waktu dengan Bianca dan teman-temannya karena Nadya menginap sekamar dengan Sandra, teman Bianca.

Ia dan Emma berbincang-bincang di saat sarapan dan makan siang, tetapi di jam bebas Nadya lebih banyak bersama rombongan Bianca. Mereka sama-sama suka berbelanja dan mengunjungi tempat-tempat yang tidak disukai Emma, sehingga Nadya tidak memaksa Emma ikut dangannya.

Dua hari terakhir Nadya malah menjauh dari Emma karena menganggap Emma membela Haoran yang menurutnya bertanggung jawab membuat Mary sakit. Nadya tidak mengira, saat ia menjauhi Emma, ternyata gadis itu malah berteman dengan Haoran dan teman-temannya.

Ia memperhatikan betapa Emma begitu akrab dengan Alex, David, Dinh, dan Eric dan mereka tertawa-tawa sambil menikmati cokelat yang dibagi-bagikan Emma dari tasnya. Ia menjadi bertanya-tanya kapan Emma menjadi dekat dengan mereka dan sejauh apa hubungan mereka?

Emma membaca pikiran Nadya dan hanya bisa menghela napas panjang. Ia hendak mendekati Nadya dan menyapanya, ketika tiba-tiba Haoran menggamit tangannya dan menunjukkan koper Emma yang sudah ada di tangannya.

"Kopermu sudah keluar," kata pemuda itu.

"Oh, terima kasih." Emma menerima kopernya dari tangan Haoran.

"Stardust, kau ikut denganku ya, aku dijemput," kata Alex. Rumah Alex dan apartemen Oma Lin memang tidak jauh.

"Terima kash," kata Emma. "Aku mau pamitan kepada Nadya dulu."

Ia mengangguk dan berjalan menuju Nadya yang sedang menunggu kopernya.

"Hei, Emma..." kata Nadya. "Kau pulang sendiri atau dijemput?"

Emma menggeleng. "Tidak ada yang bisa menjemputku. Aku ikut teman. Kebetulan rumah kami dekat."

"Siapa?" tanya Nadya penasaran. "Haoran?"

"Eh.. kenapa kau menduga Haoran?" tanya Emma keheranan.

"Uhmm.. apakah kau menyukai Haoran?" tanya Nadya blak-blakan. "Aku hanya menduga dia yang mengantarmu."

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya Emma lagi. "Sebenarnya aku pulang bersama Alex."

"Oh..." Nadya tertegun. "Aku salah duga. Aku pikir kau menyukai Haoran dan ada apa-apa di antara kalian."

Emma menatap Nadya dan menepuk bahunya. "Nadya.. jangan berpikir macam-macam tentang aku dan Haoran. Hubunganku dengannya bukan urusanmu."

Nadya tertegun dan matanya seketika meredup.

"Kau benar. Itu bukan urusanku," katanya pelan. Ia lalu mengangguk dan berjalan mengambil kopernya yang bergerak di atas carousel. Setelah mengangkat kopernya ia lalu melambai kepada Emma. "Aku pulang dulu ya. Supir keluargaku sudah menjemput."

Emma balas mengangguk dan kemudian berbalik menuju Haoran dan teman-temannya.

"Kau bicara apa dengannya barusan?" tanya Haoran sambil lalu.

Emma hanya mengangkat bahu. "Aku hanya bilang bahwa hubungan kita bukan urusannya."

"Wahh... ada apa? Kenapa tiba-tiba kau bicara seperti itu?" Haoran menjadi heran. Emma hanya tersenyum sedikit, tidak menjawab.

Ia tidak akan memberi tahu Haoran bahwa barusan ia mengontrol pikiran Nadya agar tidak memikirkan hubungan mereka. Ia tak mau timbul gosip di antara teman-teman mereka di sekolah.

Nächstes Kapitel