Menceritakan kisah seorang wibu nolep pro frifayer anjay mabar slebew
Di bawa masuk ke depan pintu rumah itu di sambut dengan beberapa gadis berpakaian pelayan.
Aku bertanya-tanya dalam hati, apa yang terjadi padaku sejak tadi, aku terbawa ke sini tanpa alasan yang jelas.
"Tuan, kamu terlihat gelisah, tolong tenanglah"
Kata salah satu di antara kedua gadis berbaju pelayan yang pernah kulihat di banyak gambar web kesukaan ku.
Em tidak, maksudku jenis pakaiannya, aku tau ini jenis pakaian pelayan yang banyak kali kulihat sebelumnya, mereka ada banyak macam dan kebanyakan berwarna hitam dengan variasi kain kedua sebagai putih atau sebaliknya. Biasanya di ujung kainnya atau lengannya ada seperti sebuah kain yang di jahit di bagian perbatasan dengan motif bergelombang.
Gadis satunya matanya biru cerah dan kulitnya benar-benar putih bersinar, tapi kurasa dia cukup tinggi.
Hampir setara dengan tinggi ku.
Mungkin...
Tapi aku tetap lebih tinggi, sepertinya berbeda tujuh sentimeter.
Aku biasanya agak malu jika berbicara dengan seorang wanita yang lebih tinggi dariku.
Yang satunya lagi berdiri tepat di pintu rumah,
Kuakui rumah ini besar, kutarik kembali ucapanku.
Ini adalah rumah yang dua kali lipat lebih besar dari rumah ku sebelumnya.
"Tuan..."
"Tuan..."
"Tuan?"
Aku terlalu lama mengkhayal dan memikirkan sesuatu, hingga tak sadar tiga panggilan barusan adalah untukku.
"Siapa? Aku?"
"Tentu kamu, kamu hanya berdiri saja di sana, masuklah dan istirahatkan dirimu"
Kata gadis satunya lagi.
Baju pelayannya lengan pendek, rok nya tidak sepanjang gadis yang satunya, rambutnya berwarna putih juga, mereka berdua berambut putih. Kulitnya tidak terlalu putih yang tadi, kurang lebih hampir sama denganku.
Yang ini agak pendek, sepertinya setara dengan bahuku atau mungkin lebih.
Dan terlebih lagi...
Pakaian pelayan satu ini cukup terbuka, sial! aku bisa melihat setengah bagian atas dadanya yang begitu menonjol.
"Tuan, kamu terus diam daritadi di sana, lalu kamu menatap sesuatu?"
"Ahh, ah, tidak, aku terlalu banyak pikiran"
Pikirannya segera agak malu, karena mungkin dia ketahuan sedang menatap dada wanita.
"Masuklah"
Aiden ikut masuk duluan karena dia benar-benar di suruh untuk masuk sambil kebingungan.
Setelah dia masuk di dalam, mereka berdua juga ikut masuk dan menutup kembali pintu itu.
"Tuan, tolong duduk, anda benar-benar seperti orang yang hilang ingatan"
"Hah? hilang ingatan apanya? Aku sedang kebingungan karena aku tiba-tiba melihat sebuah kertas, lalu aku membukanya, lalu ada cahaya, lalu aku berjalan, lalu aku berlari, lalu aku berlari ke kanan"
"Lalu... lalu... dan lalu, mau sampai kapan kamu berbicara dengan kata itu di setiap sambungan kalimat mu? Cepatlah duduk"
Kata gadis yang berpakaian pelayan terbuka, sambil mendorong ku untuk duduk ke sebuah sofa yang empuk.
"Kalian ini siapa? Pelayan? Untuk apa kalian memperlakukanku seperti ini? Aku bukan majikan kalian"
"Tuan, tolong dengarkan."
Ucap gadis yang pakaiannya panjang.
"Astaga!! Berhenti memanggilku dengan sebutan itu, itu benar-benar tidak menyenangkan, aku seperti merasa menjadi bos kaya raya yang memiliki segalanya, itu tidak menyenangkan"
"Baiklah, bagaimana jika kita semua saling berkenalan?" Saran dari gadis pelayan yang tidak terlalu tinggi.
Kupikir itu ide yang bagus dengan menyebut namaku, daripada kalian harus memanggil tuan dan tuan itu terus menerus.
"Baiklah kalau begitu dimulai dariku, salam kenal senang bertemu denganmu tuan, namaku Amory Eugene."
Kata gadis dengan dada besar itu.
"Tunggu, aku harus memanggil yang mana?"
"Eugene, E. U. G. E. N. E... di baca Yujin, kamu bisa memanggilku dengan itu."
Baiklah sudah kuketahui, selanjutnya kamu.
"Senang bertemu denganmu tuan, Wanda Alexavier, panggil saja Wanda, aku siap melayani Anda sesuai perintah."
Baiklah, karena aku sudah mengetahui nama kalian semua, tinggal namaku saja.
"Namaku Aiden, lengkapnya adalah Aiden Leonore, senang bertemu kalian"
Ih, (walau tidak terlalu senang dengan kondisi ku seperti ini tiba-tiba)
Sekarang biarkan aku bertanya, kenapa aku harus datang ke dunia ini seperti sebuah paket dan di bawa oleh gadis iblis lain bergaun merah, kemudian melukai dan mengancamku?
Lalu dia hanya mengirimkan kesini tanpa satu pun kata pengantar agar aku tidak kebingungan.
"Jadi seperti ini, kami berdua adalah pelayan yang sudah di perintahkan untuk menjaga dan melayani anda, kami di tugaskan agar menjaga anda dengan baik, anda tidak boleh melarikan diri dari sini."
"Hah? Untuk apa? Di tugaskan siapa?"
"Raja iblis."
"Raja iblis kami memerintahkan untuk menjaga anda dan membuat anda hidup senyaman mungkin, ini adalah bagian dari rencananya yang tidak dia beritahu walau kami sudah bertanya lebih dari dua kali."
"Jaminan apa yang akan ada jika aku terus hidup disini?"
"Kami tidak bisa menjamin, namun kami berdua akan berusaha membuat anda nyaman dan hidup disini selamnya dengan tenang."
"Apa? Selamanya? Jadi aku tidak bisa kembali?"
"Sepertinya begitu."
Ucap Wanda dengan meyakinkan ku agar pasrah.
"Akhh! Jadi aku sekarang adalah seorang iblis yah?"
"Humphh" Wanda mengangguk.
"Dan pertama-tama, kamu perlu mengganti pakaian mu, ini bukan lagi ritual perubahan iblis, kamu adalah iblis sekarang."
"Baiklah, aku seorang iblis, apakah ada guru iblis? Iblis berwujud kakek tua? Atau mungkin presiden iblis?"
"Hal seperti itu sebenarnya adalah hal biasa disini, semuanya baik-baik saja."
Nampaknya, dunia iblis yang di datangi Aiden tidak berbeda jauh dengan dunia manusia tempat dia berasal, mereka sama-sama berwujud seperti manusia juga, bertubuh, berkulit halus, berbicara, dan bertingkah layaknya manusia.
Seperti yang dia harapkan, ini benar-benar seperti yang ada di dalam fiksi-fiksi kesukaannya.
"Raja iblis ada?"
"Bukankah aku tadi sudah mengatakan kepada anda bahwa kami di perintahkan raja iblis untuk menjaga anda?"
"Hah? Atas dasar apakah itu?"
"Kami tidak tahu soal itu, kami hanya harus menuruti perintahnya." Ucap Eugene.
"Seperti apa rupanya?"
"Kami tidak tahu seperti apa rupanya, namun dia bisanya menggunakan wujud yang berbeda secara terus-menerus." Ucap mereka dengan sungguh-sungguh.
"Begitu yah?"
Kemudian yang satunya mulai mengantarku ke sebuah kamar dimana aku bisa tidur disana dan mengganti pakaian aneh ini.
"Oh ya, apakah ada hal lain lagi yang ingin kami lakukan?"
"Hal lain? Benar juga, aku tidak bisa diam saja dan terus berdiam di rumah ini sambil mengangkat kaki ku di sofa empuk itu."
"Kamu bebas menentukan."
Ucap gadis pelayan ini.
Pelayan Wanda ini duduk tepat di sampingku, di atas kasur besar ini.
Lalu yang satunya masuk dengan membawa dua gelas di atas plastik datar pelayan itu, sama seperti yang biasanya di gunakan di restoran ketika pelayan mereka membawa makanan minuman di atasnya.
Lalu, dia menawarkan keduanya pada Aiden.
"Teh? Atau Kopi? Silahkan di pilih.
"Teh."
Tentu saja aku akan memilih teh."
"Lalu, hal apa yang bisa kulakukan?"
"Mungkin hal seperti di dunia mu sebelumnya? apa yang pernah kamu lakukan?"
"Bermain video game, menonton anime, membaca manga, novel dan banyak lagi."
"Hah? Apa itu? Kami tidak pernah mendengarnya."
Keduanya binggung dengan semua benda yang di sebutkan Aiden.
"Apakah benda seperti itu ada disini?"
"Bisa jelaskan ciri-ciri nya?"
"Yah, itu adalah sebuah ponsel, berbentuk persegi, di gunakan untuk menelfon orang, tapi jaman sekarang di gunakan kebanyakan orang untuk bermain game dan sosial media."
....
Tidak ada respon sama sekali.
"Begitu yah, sepertinya hal seperti itu tidak ada disini, tidak apa-apa aku akan mencoba menahan diri beberapa waktu saja."
"Maaf, jika kami tidak bisa menemukan apa yang kamu inginkan." Ucap Wanda dengan nada seolah-olah dia kecewa.
"Tidak apa-apa, tenang saja, aku tidak menuntut akan hal ini, lagipula aku sedang memikirkan sesuatu yang menarik."
"Umm, kamu bisa sihir?"
"Ahh iya! Sihir! Itu adalah hal yang kulihat disini sebelumnya, tentu saja aku tidak bisa, bagaimana dengan kalian?"
"Kami bisa, tapi hanya beberapa hal kecil saja."
"Tunjukkan padaku."
Kemudian Wanda mulai menunjukan sihir dimana dia bisa membuat kedua gelas ini melayang.
"Waw! Luar biasa! Ada lagi?"
Kemudian Eugene mencabut sehelai rambut nya lalu menariknya menjadi sebuah sapu dari yang tadinya hanya sehelai rambut putih.
"Hebat! sihir ternyata nyata disini! walau tidak ada teknologi."
"Apa kamu menyukainya?"
"Lebih dari suka, aku selalu mengimpikan untuk menyaksikan sihir nyata langsung di depan mataku."
"Jadi kamu tidak bisa melakukan sihir sama sekali?"
"Ah, benar, sayang sekali."
"Tuan, emm ... maksudku Aiden, kamu bisa bersekolah saja dan mempelajari sihir."
"Hah? Ada yang seperti itu? Dimana! Aku ingin."
"Kamu bisa datang minggu depan tepat berada di kota, kebetulan itu adalah seluruh penerimaan angkatan baru."
"Bagus, aku akan mendaftar."
"Aku akan belajar sihir, dan menjadi raja iblis suatu hari nanti."
EKHEM... EKHEM...
"Hah? Kenapa kamu batuk begitu? Ah, pasti kamu mengejekku secara halus."
"Ah maaf, bukan seperti itu, itu tidak seperti kelihatannya, namun sebenarnya menjadi raja iblis adalah tugas yang sulit."
"Benarkah?"
"Benar, ada hal tertentu yang harus di capai untuk mendapatkan posisi setinggi itu, namun di sisi lain, dia harus melindungi seluruh umat iblis dari serangan hal lain di luar alam iblis."
Dengan itu, Aiden mulai memutuskan untuk bersekolah dan belajar sihir. Tanpa ada satupun sihir yang dia pahami.
Entah bagaimana caranya, dia harus bisa melakukannya, datang ke dunia ini adalah hal yang kebetulan bagus.
Tidak ada teknologi, walau dia tidak bisa lagi bertemu dengan keluarga nya. Dia benar-benar tidak peduli dengan kehidupannya sebelum kesini.
Pada akhirnya, sihir itu nyata, tidak ada lagi seseorang yang bisa menyangkal Khayalanku, sihir itu nyata! Berada di dunia lain.