Kemudian guru itu mulai menghampiri Marie sambil membawa buku dan seperti bulu ayam atau bulu burung, apa? Bulu ayam sihir, sepertinya di gunakan dengan sihir hingga mengeluarkan tinta.
"Kisaragi Marie ya, silahkan tunjukan yang sudah kamu lakukan."
Ucap guru ini.
Kemudian Marie mulai membuat seperti yang dia lakukan sebelumnya, membuat api itu menyala dari pertengahan telunjuknya hingga berkobar kecil di ujung jari nya.
Banyak siswa melihat nya dengan kata...
"Wah, hebat sekali"
"Hanya semudah menyalakan macis gas? Dia luar biasa."
"Gadis ini keturunan iblis bangsawan? Tapi siapa dia?"
Aku mendengar kata-kata kecil dan bisikkan-bisikkan itu dari para murid lainnya yang berbicara satu sama lain. Sepertinya teman baru ku benar-benar hebat dan berpotensi dengan bakat luar biasa dalam sihir.
"Sempurna." Ucap guru itu sambil menuliskan sesuatu di sana.
Marie tidak merasa gugup sama sekali dan tetap tenang seperti sudah terbiasa melakukan seperti itu.
"Sekarang kamu, Aiden Leonore, perlihatkan yang sudah kamu lakukan."
Setelah pandangan banyak orang kepada Marie, semuanya beralih pada ku. Membuatku gugup dan entah harus mulai dari mana.
Rasakan aliran energi sihir dari dalam tubuhmu...
Baiklah...
Kemudian satukan aliran-aliran itu ke titik telunjuk untuk menciptakan api.
Dan...
Push!
Hanya sepercik api seperti ketika kedua batu di gesekkan dalam membuat api unggun, itu hampir tak terlihat dan benar-benar payah.
Semua murid terdiam...
Lalu, aku mencoba nya lagi dengan sekuat tenaga.
"Aiden, kamu sepertinya tidak fokus dan tidak melakukannya dengan sungguh-sungguh."
Ucap guru.
"Begitukah? Aku akan mencoba sampai ketiga kalinya."
Aku mencoba lagi, dan bahkan tidak ada yang terjadi, aku sendiri belum bisa melakukan apapun saat ini di banding yang lainnya.
"Kurasa kamu perlu belajar lagi, ketika pulang nanti, kamu harus terus mencoba dan aku akan mengambil kembali uji kompetensi padamu besok."
"Baik, bu."
Guru itu kembali pergi ke meja nya di bawah sana.
"Tidak apa-apa, kamu sudah berusaha."
Tahap pembelajaran berikut nya adalah lawan dari api, itu adalah air.
"Gelas ini isinya kosong, kalian harus melakukan hal yang sama seperti sebelumnya dengan metode yang berbeda, kini, mengeluarkan elemen air dari jari kalian untuk membuat gelas ini terisi, perhatikan dengan baik."
Kemudian Bu Gina itu mulai menunjukan lagi cara kerja berbeda dari mengeluarkan api, sebenarnya metodenya sama saja, namun air bukan berkobar, melainkan jatuh ke bawah mengikuti gravitasi, maka dari itu, pembelajarannya adalah dengan mengisi air yang berhasil di ciptakan murid untuk di teteskan ke dalam gelas, seberapa banyak yang bisa mereka lakukan.
Semua murid maju satu-persatu untuk melakukan pembelajaran kedua nya.
Setiap murid akan di beri gelas baru, sejauh mana dan setinggi apa gelas itu terisi.
Guna uji kompetensi sejak awal adalah mengumpulkan nilai-nilai setiap murid tidak hanya berlaku pada satu kelas, namun seluruh kelas dan siswa angkatan baru.
Akademi ini terbagi menjadi dua bagian di dalam satu angkatan.
Empat kelas biasa, dan dua kelas elit. Kelas elit untuk angkatan baru kami, semua masih memiliki empat kelas dengan semua kelas adalah kelas biasa. Pengambilan nilai uji kompetensi adalah untuk membuat nilai-nilai terunggul dari banyak kelas masuk ke kelas elit.
Tapi, empat kelas biasa dan dua kelas elit itu hanyalah awal pendaftaran waktu itu, kini sudah ada banyak sekali kelas, semuanya terus bertambah setiap hari dengan murid baru sebagai angkatan baru. Pada saatnya tiba, itulah waktu seleksi untuk masuk ke kelas elit.
Hal itu bisa membuat mereka bangga akan prestasinya dalam sihir. Tidak selamanya keluarga bangsawan iblis dapat melakukan sihir sempurna dan masuk ke kelas elit, murid yang hanya iblis biasa pun bisa menembus kelas elit jika kompetensi dan nilai mereka benar-benar mampu melampaui nilai target.
Empat kelas dengan nilai-nilai tertinggi, maka murid dari kelas-kelas itu akan di pisah lagi menjadi dua kelas elit. Elit A dan B.
Aku berusaha agar bisa mencapai itu setelah mengetahuinya, namun masih mencoba untuk mengeluarkan api dan air yang bahkan belum bisa ku lakukan.
Kini, giliranku tiba untuk di panggil ke depan semua murid lagi, berbeda dengan ketika guru harus berjalan satu-persatu seperti tadi, kini satu-persatu dari mereka yang akan maju ke depan dengan menunjukan kemampuan yang sudah mereka lakukan.
"Anak suram ini, begitu payah, mengapa dia harus masuk ke akademi sihir?"
Aku mendengar kata-kata itu dari seorang anak lelaki yang menggunakan seragam hitam merah bersama teman-temannya di bagian itu.
Itu membuat hatiku panas.
Sambil maju dan mencoba lagi membuat setetes saja untuk keluar dari ujung jari ku, hingga itu menetes sekali dan semua murid tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.
"Apa yang kamu lakukan?"
"Kurasa itu bukan sihir, lebih tepatnya keringatnya dari usaha yang sia-sia."
Setelah banyak menerima kata-kata ejekan, semuanya di akhiri oleh tawa yang benar-benar seperti membuatku di remehkan dan tidak berarti.
Aku tidak bisa melakukan lebih baik bahkan ini membuatku cukup merasa malu setelah kembali dari bawah sana.
"Kenapa menjadi seperti ini? Mereka semua bisa melakukannya, apa yang salah denganku? Apakah aku bukan seseorang yang lahir dari iblis murni? benar juga, aku hanyalah manusia biasa yang di ubah menjadi iblis, kurasa itu akan sulit bekerja."
Tik...
Kemudian sehelai rambutku di tarik dengan sangat kuat dan berasa gatal hanya dengan satu helai yang lepas dari kepalaku. Itu adalah Marie yang mencabutnya dan tersenyum kepadaku.
"Jangan berkecil hati walaupun kamu bukan terlahir sebagai iblis dari awal." Ucap Marie.
"Tunggu, kenapa kamu tahu seperti itu? Bukankah aku satu-satunya manusia yang menjadi iblis disini? Bahkan kamu tidak kaget."
"Emm, tidak ... maksudku aku mendengar kamu berkata sebagai manusia yang di ubah menjadi iblis lalu tidak memiliki kompetensi dalam sihir, tapi jangan berkecil hati akan itu, mungkin aku bisa membantumu."
Bantuan seperti apa?
Marie: "Membantumu sepulang sekolah belajar sihir-sihir yang bisa kita pelajari."
Benarkah?
Marie: "Tentu."
sambil tersenyum dengan rambut merahnya twintail yang beterbangan ketika dia beralih pandangan.
"Apa yang harus kulakukan? pergi bersamamu?"
"Ayo kita pulang bersama." Ucapnya sambil tersenyum.
"Eh? Tapi rumahku bukan berada di kota, itu agak jauh dari kota."
"Tidak masalah."
"Lalu, kamu ini tinggal dimana?"
"Aku? tidak perlu kamu tahu, suatu saat nanti kamu akan tahu."
Dia wanita yang baik, benar-benar pertama kalinya aku bertemu gadis yang bahkan mau berbicara denganku sejauh ini selain para pelayan itu, ini membuatku canggung dan salah tingkah.
Dia tidak terlalu banyak berinteraksi juga kepada orang lain selain diriku di hari pertama ini.
Tapi kurasa, jika dia sudah menemukan teman lain, dia tidak akan lagi sering berbicara denganku atau menganggapku sebagi tidak ada apa-apanya. Kemungkinan pada akhirnya aku akan sama seperti sebelumnya, menjadi pendiam dan suram tanpa satupun teman.
"Aku kasihan dengan pemikiranmu, tapi itu tidak akan terjadi, kita akan tetap menjadi teman."
"Hah? Kenapa? Apa yang barusan kamu katakan? Kamu membaca pikiran ku?"
"Entahlah, aku hanya merasa kamu mengucapkan kalimat-kalimat itu tadi di dalam pikiranmu, aku bisa mendengarnya."
Astaga! Gawat, gadis ini bisa membaca pikiranku.
"Astaga gawat? Gadis ini bisa membaca pikiranku?"
Itu kan! Benar seperti yang ku duga! Kamu bisa membaca pikiranku! Itu tidak menyenangkan.
"Ah, jangan seperti itu."
Darimana kamu belajar sihir membaca pikiran seperti itu?
"Entahlah, ini sudah ada sejak aku kecil, aku hanya mendengarkan isi hati bahkan membaca pikiran orang ketika aku menginginkannya." Ucapnya sambil menjelaskan padaku.
Hentikan itu, malah jadi aku yang takut untuk berteman denganmu.
"Tenanglah, aku tidak seburuk yang kamu bayangkan." Sambil mencoba meyakinkanku.
Hingga akhirnya waktu pulang berakhir. Dia berjalan bersamaku ke luar gerbang sekolah menuju perjalanan pulang masing-masing, jika seperti itu, maka berarti dia bukan tinggal dari kota ini.
Di perjalanan, Aiden menanyakan padanya apakah dia dari keluarga iblis bangsawan. Namun Marie tidak menjawab dan hanya menatapnya saja.
Dengan tatapan itu, Aiden tidak lagi bertanya padanya, mungkin ada sesuatu privasi yang tidak boleh di tanyakan.
Lagipula agak tidak sopan ketika aku yang hanya manusia menjadi iblis biasa bahkan berpakaian putih berjalan bersama gadis iblis dari keturunan hebat yang menjadi salah satu murid dengan seragam hitam dan merah.
"Kamu sering menunduk begitu? Ada apa?"
"Ah, aku tidak menunduk."
Sebenarnya, dia mencoba menyembunyikan tanda goresan hitam di lehernya itu dengan kerahnya yang cukup tersembunyi, dia tidak ingin orang-orang melihat hal itu, di dunia manusia, itu mungkin sama saja seperti tatto, namun yang dia miliki di cap dengan lebih ngeri dari pada memakai alat, itu langsung dari kuku iblis yang tidak di kenalnya.
Entah mengapa darimana dia mendapat bekas gerakan besar di leher nya itu, tapi dia lupa mengapa itu ada di lehernya dan perasaan yang membuatnya tiba-tiba merasakan harus menyembunyikan itu.
Kami berjalan di padang rumput hijau yang subur dan lembut, entah mengapa Marie berhenti di sana dan langsung duduk di situ.
"Apa yang kamu lakukan? Itu bisa membuat pakaianmu kotor!"
Aiden mengulurkan tangannya untuk membantu Marie berdiri dan berjalan lagi. Kemudian Marie langsung menarik tangannya dengan erat dan membuatnya terjatuh ke Padang rumput juga.