webnovel

Marie Disappear

Kupikir itu memang benar, jika Cade adalah orang yang memulai semua ini guru, bahkan dia memang memukul wajah Aiden lebih dulu.

Seperti itulah kata Eiji sambil membela ku.

Tidak kusangka, murid yang sempat mengejekku di hari awal karena aku benar-benar tidak bisa melakukan sihir apapun, dia tiba-tiba memberikan pembelaan kepadaku.

Bu Kana sepertinya mulai mengerti dengan situasi yang terjadi karena penjelasan ini, masalah ini memang akan menjadi masalah yang di sebabkan Cade itu, namun aku merusak dinding sekolah ini.

Syukurnya, aku tidak di suruh mengganti kerugian untuk perbaikan gedung kelas ini, karena akademi sihir akan beregenerasi dan memulihkan kondisinya dalam beberapa jam atau semalam.

Walau begitu, aku masih bisa hidup tanpa uang, aku memiliki sebuah rumah bagaikan mansion mewah, dimana aku hidup sebagai pemilik rumah dan hidup bersama dua pelayan ku.

Kami pun diizinkan keluar dari ruangan yang tidak menyenangkan itu, sebelum keluar dari ruangan dan berdiri dari kursi ku, aku hanya mengucapkan "Terima kasih" pada Eiji, aku begitu kaku dan sulit untuk berbicara, satu kata itu saja, namun sebenarnya bermakna bagiku bahwa aku berterima kasih kepadanya telah membantuku dalam masalah.

Dia membalas dengan "Sama-sama" disertai sebuah senyuman sebelum aku meninggalkannya dan pergi ke kelas lebih dulu.

Cade yang sudah ku buat babak belur akan tetap tinggal di ruangan itu dan membuat surat pernyataan tentang kesalahannya.

Surat pernyataan itu akan di tulis sendiri oleh setiap murid dengan kertas bermerek yang sudah di sediakan dari sekolah ini.

Batas surat adalah dua kali, dengan dua pelanggaran yang di lakukan, setelah melanggar lebih dari dua kali, maka tidak ada lagi pelanggaran dan kamu akan segera di keluarkan dari sekolah.

Dia memang berlagak dan bertingkah seolah-olah dia bisa melakukan segalanya hanya karena dia keluarga iblis yang terhormat.

Dia begitu percaya diri, bukankah aku yang akan menjadi raja iblis? Hahaha benar ... aku lah yang akan mengatur hidup kalian suatu saat nanti.

"Bukankah aku yang akan menjadi raja iblis? Mmm cukup percaya diri juga, aku senang mendengarnya."

"Eee..."

Aiden segera terdiam dengan suara yang dikenalinya ketika dia berada di koridor. itu adalah suara Marie yang tanpa dia sadari daritadi berjalan di sampingnya karena dia menghayal cukup serius.

"Astaga, benar-benar memalukan."

"Maaf, aku harus terus membaca yang kamu inginkan, bukankah kamu begitu sering diam? jika berbicara kamu hanya banyak bertanya saja."

"Ahh, begitu ya, tapi itu terasa membuatku jatuh dalam rasa malu ketika kamu harus membaca semua pikiran di otakku."

"Tapi itu menyenangkan bagiku."

Kata Marie dengan senyuman yang jahat.

Ekhem...

Tiba-tiba terdengar suara batuk yang di sengaja untuk menyinggung agar membuatku berbalik ke arah suara itu, sorang batuk wanita. Ketika aku menghadap ke belakang, rupanya itu Bu Kana.

"A-A...Bu guru yah, aku minta maaf lagi soal perbuatanku tadi pagi."

"Bukan soal perbuatanmu, masalah itu sudah selesai untukmu, tapi aku ingin bertanya, kamu berbicara dengan siapa tadi?"

"Tentu saja aku berbicara dengan Mar-"

"Eh?"

Ketika Aiden melihat ke sampingnya, Marie sudah tidak ada.

"Siapa?"

"Aku tadi berbicara dengan Marie disini, dia berjalan dan berbincang bersamaku."

"Tapi aku dari tadi hanya berjarak delapan meter di belakangmu, tidak ada siapa-siapa dan kamu berbicara sendiri. Aku khawatir mungkin kamu memiliki masalah psikologis, hingga membuat kamu berbicara sendiri seperti itu, jika ada murid sekolah melakukan perundungan padamu, segera laporkan.

"Iya, bu, tapi tadi aku sungguh melihat Marie disini."

"Itu mungkin hanya khayalanmu, untuk sekarang kamu ikut bersamaku."

Aiden mengikuti guru Kana di bawa ke ruangan kosong yang cukup luas di dalam sekolah ini.

Ada sebuah meja tunggal dan kursi disana. Guru Kana langsung duduk ke meja yang tepat berada di dekat tembok ruangan kosong ini.

"Sekarang ini adalah latihan tunggal mu, aku hanya memberi kesempatan ini sekali lagi padamu, aku masih berbaik hati dan memiliki inisiatif untuk membiarkanmu belajar juga, semua harus bisa."

"Begitu yah, kalau begitu aku harus mulai dari mana?"

"Api, lakukan seperti yang kemarin sudah di jelaskan, kamu hanya perlu melakukannya dengan benar, waktuku mengawasinya disini hanya satu jam saja, jadi berlatihlah dengan baik."

Sementara itu, mereka yang berada di kelas jadi memiliki jam kosong tanpa pelajaran sihir apapun yang di berikan, karena guru bersama Aiden disini untuk melatih dan mengujinya kembali.

Sangat menyedihkan, ketika murid didiknya bahkan tidak bisa mengeluarkan sepercik api pun dari tubuh mereka sendiri, dia akan merasa menjadi seorang guru yang payah.

Aiden mulai mencoba seperti yang di lakukannya kemarin, mengumpulkan semua energi sihirnya untuk membuat sebuah api.

Dalam sekejap, sebuah api muncul dari jarinya lalu menjalar ke pergelangannya hingga menyelimuti seluruh telapak tangannya dan terbakar-bakar tanpa membuat tangannya merasa panas sedikitpun, yang dirasakannya hanyalah seperti sesuatu yang berkobar tanpa rasa dari telapaknya.

"Wow!! Hebat!! Aiden, kamu langsung bisa. Sepertinya kamu benar-benar berlatih dengan giat di rumahmu yah, murid-murid lainnya pasti belum bisa sepertimu."

"Um, yeah... kurasa begitu, temanku membantu ku belajar sihir ini kemarin. Jadi, apakah aku berhasil?"

"Tentu, kamu benar-benar berhasil, sekarang lakukan latihan keduanya, dengan air."

Aiden mengumpulkan lagi konsentrasi nya untuk membuat setetes air yang cukup untuk membuktikan pada gurunya bahwa dia tidak gagal di hari pertamanya, itu hanya masalah tidak fokus dengan pikirannya yang kemana-mana.

Dan dengan cepat, sebuah butiran air tercipta dari ujung jari nya dan jatuh menjadi beberapa tetes ke lantai.

"Itu saja?"

"Masih belum."

Kemudian jari telunjuknya yang di arahkan ke titik jatuh itu seperti terhubung bersama dan membuat lantai bergetar cukup dahsyat.

Sepertinya dia harus memperlihatkan sedikit perbuatannya yang lebih banyak dari murid lainnya tanpa mereka lihat. Ini adalah waktu yang tepat untuk membuktikannya.

Ketika lantai-lantai sekolah retak dan bergetar hingga akan tumbuh sebuah pohon di dalam ruangan ini.

Sepertinya kali ini akan tumbuh lebih besar dan lebih cepat.

Sampai retakannya yang membesar terbelah dan mengeluarkan pohon dalam sekejap dan tumbuh secepat kedipan mata.

Guru Kana cukup tercengang melihat ini.

Akan gawat jika ada orang lain yang melihat ku bisa melakukan sihir, aku akan membuat diriku terlihat tidak bisa melakukan apa-apa.

PRAK... PRAK... PRAK...

....

Bu Kana yang duduk di kursi itu dengan kakinya yang menyilang sebelah tiba-tiba bertepuk tangan beberapa kali, sangat pelan, namun tepukan yang cukup keras seolah-olah memang kagum pada Aiden.

"Sangat bagus! Kamu berlatih seharian? Atau mungkin kamu memang menyembunyikan kekuatanmu?"

"Soal itu, aku hanya berlatih dengan giat, Bu."

Guru Kana menatap matanya cukup lama, dia biasanya bisa mengetahui kebohongan seseorang hanya dengan menatap mata mereka saja.

"Tapi sepertinya kamu berbohong."

"A-Apa??"

"Kamu berbohong soal kamu berlatih seharian penuh, aku yakin kamu berbohong, aku bisa menilai itu dari tatapan matamu yang dari tadi kesana kemari tak karuan melihat ke segala arah. Apa yang kamu pikirkan?"

Aiden terdiam sesaat ketika dia ketahuan berbohong soal latihan kerasnya.

"Kemampuan seperti ini, seharusnya kamu cukup berpotensi untuk masuk ke kelas elit, bahkan aku tahu kamu tidak berusaha mempelajarinya, tapi kamu mungkin sudah bisa melakukan ini jauh sebelum kamu mempelajarinya disini. Siapa yang mengajarimu?"

"Benar, aku mungkin di ajari oleh seseorang, dan itu memang baru saja terjadi kemarin."

"Kemarin. Katamu? Hal seperti ini harusnya bisa di lakukan oleh murid dasar setelah belajar selama sekitar satu bulan."

Kemudian bu Kana langsung mengarahkan tangannya ke arah pohon yang tumbuhkan di dalam ruangan ini dan hanya dengan gerakan jarinya yang menurun, pohon besar di dalam ruangan ini segera menjadi kecil layaknya tumbuhan yang baru tumbuh selama satu minggu.

"Aku tidak mempelajari nya dari waktu yang lama, aku baru mempelajarinya kemarin, dan aku hanya di ajari oleh temanku, Marie."

"Marie, ya? Sepertinya dia cukup bagus."

"Benar, dia menemaniku belajar sihir yang anda ajarkan sampai saya benar-benar bisa."

"Tapi kamu luar biasa saat ini, segera tingkatan lagi, kelas selanjutnya adalah kelas berpedang."

Aiden tidak bertanya lagi, karena dia berpikir terkadang dia banyak bertanya. Berharap sebuah jawaban di berikan.

"Kelas berpedang, sihir tidak selamanya harus bekerja dari tubuhmu sendiri, kamu juga butuh kemampuan berpedang di saat bertarung, dimana teknik berpedang dengan energi magis yang akan di gabungkan secara teratur."

"Begitu yah, jadi, bolehkah aku kembali ke kelas?"

"Hum, silahkan."

Aiden segera keluar dari ruangan itu dan kembali menuju ke kelasnya.

"Jadi, bagaimana hasilnya?"

"Ehh?"

Dengan rasa terkejut karena Marie ada di depannya ketika dia setelah keluar dari ruangan itu. Dia sudah daritadi berada di dalam ruangan yang sama sebenarnya.

Dia memanipulasi tubuhnya sejak awal untuk membuat dirinya menjadi tak terlihat dan mampu menembus objek apapun yang diinginkannya. Dia sudah daritadi berada disana dan melihat.

"Em, lumayan."

"Gurunya, menurutmu baik?"

"Cukup baik, namun aku akan sulit berbohong ketika dia harus menatap mataku lagi."

Aiden mulai merasa tidak enak soal Marie yang tadinya benar-benar terasa nyata berjalan bersamanya tapi tidak dapat di lihat oleh bu Kana. Dia memilih siapa yang bisa melihatnya dan siapa yang tidak bisa.

Next chapter