webnovel

Ardy & Erza

Autor: wholoveya
LGBT+
Concluído · 104.4K Modos de exibição
  • 208 Chs
    Conteúdo
  • Avaliações
  • NO.200+
    APOIO
Sinopse

[!]Warn : Gaya penulisan Non-Baku Kisah klise tentang seorang anak remaja bernama Ardy yang diam-diam suka Erza sang sahabat dari SD, berparas lembut dan manis dengan sifat yang rapuh membuat Ardy ingin melindungi dan mencintainya. Sulit bagi Ardy untuk mewujudkannya terlebih karena hubungan sesama jenis itu dilarang, perasaannya bersembunyi dibalik kebadungan masa remajanya. Selain Ardy dan Erza, ada pula selingan kisah dari teman-teman mereka dengan berbagai masalah dan konflik masa remaja, bagaimana mereka bisa menghadapinya? dan apa yang akan terjadi selanjutnya dalam kisah Ardy & Erza ini? bisakah Ardy mengungkapkan perasaannya pada Erza atau akan tetap ia kubur selamanya dan terlupakan? Tapi... mampukah Ardy melupakan perasaannya itu? [!]Bab baru setiap hari kamis.

Tags
3 tags
Chapter 1Erza ketemu Ardy

"Sipit!"

"Ih orang Cina."

"Putih banget, masa cowok putih sih?"

Erza udah empet banget dikata-katain, memangnya salah kalau matanya agak sipit terus kulitnya putih? Dia pikir itu cakep tapi ternyata nggak sama sekali menurut teman-temannya.

"Heh toko emas, bagi duit dong buat beli kartu gosok." Erza agak dongak natap si anak cowok yang biasa malakin uang jajannya buat beli lotre kartu gosok.

"Aku gak ada uang." Erza ceritanya mau tegas dan jalan lewatin anak yang tambun itu tapi dia langsung dicegat.

Badannya menuhin jalan jadi Erza nggak bisa ngeles gitu aja.

"Jangan bohong, gue gak lihat lo jajan berarti duit lo masih ada!" Tukas si gembul.

"Nggak ada!" Erza bentak si cowok gembul ini karena kesel, uang jajannya lagi dia tabung buat beli mainan baru tapi si gembul dari kemarin minta uang terus.

Tapi bentakan Erza nggak bikin si gembul takut sama sekali, dia malah jadi marah dengan pipinya yang berubah warna jadi merah. Erza nelen ludahnya reflek karena ngerasa sesuatu yang buruk bakal terjadi, perlahan dia dongak lagi dan wajah si gembul jadi makin nyeremin. Erza takut juga kaget, dia mundur tapi malah jatuh mendaratkan pantatnya di keramik yang dingin.

Erza tutup matanya rapat karena takut dipukul sewaktu si gembul narik kerah seragamnya. "Berani lo sama gue? Pinjemin duit doang apa susahnya sih? Lo juga kaya kan!" Tukasnya murka.

Bugh!

Erza meringis saat rasain nyeri di pipinya, dia baru aja dipukul tapi untungnya dia nggak lihat itu terjadi jadi dia bisa tahan tangisnya. Tubuh Erza yang mungil dan kurus itu dilempar sampai lagi-lagi pantatnya sakit nyentuh keramik.

"Aw!" Keluh Erza dengan mata yang masih tertutup rapat.

Erza pasrah sewaktu si gembul mulai geledah setiap kantong dipakaiannya dan akhrinya ngambil semua uang jajannya hari ini. "Pelit amat sih lo, minta pinjem duit aja susah." si gembul nunjukin duit yang dia dapet dari geladah kantung celana Erza.

Erza mau nangis, harusnya hari ini dia bisa beli mainan yang dia pengen karena uangnya udah cukup, tapi karena udah diambil si gembul jadi gagal deh.

"Gue cabut, ntar kalau dapet permen gue kasihin deh." Dan si gembul pergi lewatin Erza yang masih terduduk di lantai keramik.

Erza berani buka matanya karena dia pikir udah mau aman, tapi sewaktu nengok ke belakang ternyata si gembul masih ada, Erzapun balik badan dan tutup mata lagi nunggu si gembul bener-bener pergi.

"Apa lo lihat-lihat, dekil? Minggir!" Sewot si gembul karena ada anak yang halangin jalannya.

"Jangan malak anak kecil," ucap si anak yang halangin jalan si gembul ceritanya mau jadi hero.

"Apa lo kata?" Si gembul condongin wajahnya ke anak cowok tinggi kurus yang berada di depannya.

"Balikin duitnya," Titah si anak tinggi.

"Sok jagoan lo, dekil!"

Bugh!

Tapi si anak cowok tinggi ini malah sama kena pukul dan duduk jatuhin pantatnya ke keramik juga. "Jangan macem-macem lo!" Ancam si gembul setelah berhasil ngalahin si anak cowok yang ceritanya mau jadi pahlawan itu.

Si gembul pergi bawa duit Erza dan sekarang korban pukulnya malah nambah. Erza noleh dan natap si anak yang tadi sok berani, si anak ini juga lihatin Erza balik kemudian nggak lama mereka malah ketawa bareng karena ngerasa lucu banget dengan apa yang terjadi barusan. Si anak tinggi bangun duluan kemudian bantuin Erza untuk bangun.

"Gak apa-apa dek?" Tanya si anak tinggi.

Erza gelengin kepala jawab pertanyanya sembari senyum. Erza belum pernah lihat anak ini di Sekolahnya atau dia yang baru lihat ya? Entahlah dia agak nggak peduli juga sih.

"Ke-kelas berapa kak?" Tanya Erza.

"Kelas empat, baru pindah hehe," Jawab anak itu sembari garuk-garuk rambut bagian belakang kepalanya.

Eh? Erza kerjap-kerjapin matanya karena denger jawaban dari si anak tinggi itu. Si anak tinggi ini berarti seumuran dong sama dia? Dia juga baru kelas empat. "Aku juga kelas empat!" Serunya kemudian.

"Seumuran dong kita? Kecil banget sih kamu kayak kelas satu hahaha." Si anak tinggi agak ngejek Erza yang bikin dia jadi manyun sebel.

"Aku Ardy Januarto dari Bandung." Si anak tinggi ngenalin dirinya, namanya Ardy.

"Aku juga dari Bandung! Namaku Erza," sahut Erza seneng banget bisa ketemu temen baru satu domisili.

"Yes! kita temenan ya Za, biar kamu gak digangguin lagi kamu kudu punya temen kayak aku!" Seru Ardy cukup percaya diri meskipun tadi nggak sama sekali ngebantu Erza.

.

.

.

Ardy baru aja pindah kemarin ke Komplek di mana Erza tinggal dua hari lalu, Ardy baru aja masuk sekolah dan kebetulan tadi ketemu Erza yang lagi diganggu. Sekitar jam satu siang mereka udah pulang, katanya mereka mau main bareng sepulang sekolah karena Rumah mereka berjarak beberapa blok. Sewaktu Ardy pulang ke Rumah, ibunya nggak ada dan cuma ninggalin note di kulkas kalau beliau pergi ke Rumah tetangga buat silaturahmi, Ardy belum makan siang dan dia laper tapi dia juga nggak sabar mau main sama Erza.

Yah bodoh amat sama perut keroncongannya, Ardy langsung ambil uang buat jajan terus ambil layangannya kemudian sepedanya di garasi. Naik sepeda siang bolong sembari bawa layangan? Pantes aja sih kulit Ardy agak hitam. Nyusurin jalan komplek sembari gendong layangan di punggungnya udah kayak tas backpack, nyari Rumah yang pagernya warna cokelat kayu sama ada kincir angin warna biru seharusnya nggak sulit.

Ardy nemuin Rumah dengan satu-satunya yang punya kincir angin warna biru, dan tanpa basa-basi Ardy langsung dorong pagarnya buat dia parkirin sepedanya di dalam. "Assalamualaikum, Eza, Eza main yuk!" Teriak Ardy yakin banget kalau ini Rumahnya Erza.

Pintu Rumah kebuka dan ada ibu-ibu keluar, natap Ardy keheranan. "Cari siapa dek?" Tanya ibu itu.

"Cari Eza, ini Rumahnya kan?" Jawab dan tanya Ardy.

"Iya ini Rumahnya Erza, kamu temennya?" tanya ibu itu lagi dan Ardy ngangguk kemudian senyum manis.

"Erzanya mau bobo siang dulu, nanti sore aja ya mainnya?" jelas si ibu kemudian senyum ramah.

Ardy jadi kecewa, dia nggak bisa main untuk yang pertama kalinya sama Erza dong? Tapi dari belakang si Ibu ada si mungil yang maksa banget keluar sampai lewat bawah rok ibunya. "Ardy!" Panggil Erza setelah berhasil ngintip di bawah rok ibunya.

Ibu tadi kaget sewaktu lihat di bawah roknya ada putranya. Iya bener ibu-ibu itu adalah ibunya Erza. "Erza ngapain di sana?" Tanya ibunya.

"Hehehe..." Erza malah ketawa. "Aku mau main ma," Jawabnya kemudian.

"Gak boleh nanti sakit, lagi panas mending bobo siang," ucap ibunya yang biasa dipanggil mama itu.

Ibunya Eza gak asik! Seru Ardy dalam benaknya setelah denger itu dari mamanya Erza.

"Itu kamu pipi lebam gitu, kenapa? kalau papa tahu kamu dimarahin nanti!" Ancam mamanya Erza berubah jadi agak marah, kacak pinggang sembari melototin Erza yang masih ada di bawah roknya.

"Ng... Aku kan gak kelahi ma, aku udah bilang tadi." Jelas Erza sembari nunduk dan mainin jarinya.

"Kamu bohong diajarin siapa?" tanya mamanya menginterogasi.

Loh kok jadi gini? Ardy jadi nggak enak lihat Erza dimarahin gitu, tapi dia juga nggak bisa ngapa-ngapain karena dia juga takut sama mamanya Erza. "Kenapa teh? Kok ribut di depan pintu?" Tanya seseorang di belakang mamanya Erza.

Ardy melotot kaget sewaktu lihat ibunya nongol dari belakang mamanya Erza, nggak nunggu apapun lagi Ardy langsung teriak manggil ibunya. "Ibu!"

"Eh? Ardy kok di sini?" Tanya ibu Ardy.

"Terus itu kenapa pipi kamu? Kamu kelahi ya?" lanjut ibu Ardy dengan wajah curiga yang beliau tunjukin sewaktu natap putranya itu.

Mama Erza dan Ibu Ardy kemudian saling lihat wajah dari anak-anak mereka bergantian kemudian berakhir menatap satu sama lain dengan ekspresi terkejut disana setelah serentak dipikiran mereka terbesit sesuatu tentang luka lebam dimasing-masing putra mereka.

"Kalian berantem?!" Tanya mereka barsamaan sembari melototin putra mereka.

Loh kok jadi mereka dituduh berantem? Ardy jadi panik, dia geleng-geleng kepala bantah itu soalnya takut dilaporin terus nanti sepeda sama PS2-nya disita sama ayahnya. "Nggak kok bu, aku nolong Erza yang diganggu!" Jelas Ardy dengan panik.

Erza ngangguk dan bantuin Ardy biar orang tua mereka percaya, "Aku diganggu tapi aku gak pukul balik anak itu kok, Ardy juga gak pukul anak itu," tambah Erza.

"Kita dipukul tapi gak pukul balik!" Jelas final mereka bersamaan dengan berteriak.

Erza udah mau nangis, takut mamanya nggak percaya sedangkan Ardy nggak nangis cuma panik aja dengan air mata yang udah membendung dimatanya yang besar dan tajam bak mata burung rajawali. Ya intinya sih dua-duanya udah mau nangis takut dilaporin ke bokapnya masing-masing.

"Oke, oke ayo masuk aja ya? Mama gak akan laporin ke papa, Ardy juga yuk masuk mainnya di dalem sama Erza." Mamanya Erza senyum berusaha nenangin mereka, nggak mau sih ada tangisan di siang bolong gini, berisik.

Ardy kemudian beralih natap ibunya untuk mastiin kalau ibunya juga harus bilang sesuatu kayak mamanya Erza. Tapi ibunya Ardy nggak bilang apapun dan malah ngejek ekspresi wajahnya yang ceritanya lagi memelas itu.

"Jelek Ardy jangan jebleh* gitu."

Você também pode gostar
Índice
Volume 1 :Vol 1 : Ingin kamu
Volume 2 :Vol 2 : Adukan Emosi
Volume 3 :Vol 3 : Jujur
Volume 4 :Vol 4 : Semakin Dalam
Volume 5 :Vol 5 : Semakin sulit
Volume 6 :Vol 6 : Segala cara
Volume 7 :Vol 7 : Akhir dari rahasia
Volume 8 :Vol 8 : Mengikuti Kemana Air Mengalir