webnovel

Pesan Cinta Effendik

Historia
En Curso · 36.6K Visitas
  • 55 Caps
    Contenido
  • valoraciones
  • NO.200+
    APOYOS
Resumen

“Menata hati bukan ikwal membalik telapak Mencairkan luka jua tak sekedar meneguk kopi Menyapu keresahan masa lalu jua teramat tak mampu Semua adalah garis takdir qada Mau tak mau harus terlewati Di sisinya ada jurang di sisi yang lain ada lubang Di tengah-tengah ada serapak dua kaki Bila salah sedikit neraka jahanam adalah ujung tanpa tepi Bukan masalah hanya mengucap Bismillah Atau mengusap kedua tangan kemuka dengan Allhamdulillah Tapi terus berjalan di jalanan yang benar Setegak alif sekuat baq berjuang demi menjaga keimanan dan kesalehan hati Terus berusaha hidup dengan lafaz shalawat dan tabuh genderang takbir langit” *** Begitulah serat cinta lampiran sebait puisi Effendik yang iya tulis rapi bak catatan buki diari. Sore menjelang magrib dengan segelas kopi dan sebungkus rokok di atas meja berteman sunyi sebuah gang desa bernama Mojokembang. Sebuah desa pinggiran kota Jombang. Ini ikhwal sebuah cerita dan album masa lalu Bagus Effendik. Seorang lelaki muda yang sedang mencari jati diri. Benturan demi benturan kenyataan pahit terus ia lalui. Kehidupan sederhana dari orang tua yang sederhana membuat ia harus selalu berjibakuh dan kerja keras untuk mencari sesuap nasi. Bagus Effendik yang sering dipanggil dengan sebutan Cacak Endik. Adalah pemuda biasa dari kebanyakan pemuda kampung lainnya. Namun di balik penampilannya yang biasa saja terselip kalam-kalam illahi yang indah yang selalu tergetar di mulut dan hatinya. Jalan takdir yang ia miliki membuatnya selalu resah dengan keadaan yang diterimanya. Iya selalu bertanya dalam hati apa itu cinta sebenarnya dalam arti mana harus ku kerahui cinta apakah dalam arti kiasan atau secara hakikatnya

Chapter 1Cerita masa kecilku

Denting alam sore menjelang malam kali ini meniupkan syahdunya bebunyian angin yang masuk merambat melewati jendela ventilasi ruang dapur yang baru selesai di pugar di rumahku.

Dawai merdu suara bambu di belakang desa bersahut gemercik air kali mengalir kini terasa menyejukkan hati. Aku dan ruangan dapur seakan menyatu menari menjadi satu bersahutan dengan burung malam sejenis burung hantu yang akrab di sebut warga desa burung Dares.

Atau sebuah burung mitologi pembawa pesan kematian berkoar menikmati suguhan orkestra yang dibuat oleh alam perdesaan desa ku. Lalu tersentuh kalbu ini berbisik lembut pada sanubari damainya ciptaan Allah Taala.

Kletek..., kletek...,

Nyaring sendok mengaduk-aduk gelas bercampur dengan bubuk kopi dan gula menjadi satu kesatuan yang disebut seduhan terpaut wangi sari pati di tangan kananku. Perlahan kuhirup sajian yang disediakan alam teruntuk insani yang di cipta Illahi Rabi dan berucap Alhamdulillah di lidah dan hati.

Minggu 4 Juli 2021, hati sudah kembali tenang, otak sudah tak pernah meracau lagi seluruh badan mulai teratur mengikuti instruksi Kalbu untuk terus berucap Sallallahualamuhammad.

Segelas seduhan kopi hitam dengan wangi merebak ku tenteng menuju ruang tamu.

Sebungkus rokok bermerek gembok dan kunci kuraih sebatang serta kusulut saat menempel di muka bibir. Sekali hirup dan sekali hisap kembali terlontar asap membumbung dengan ikhlas kenikmatan yang di anugerahkan Gusti Illahi Rabi.

Lelah mengenang masa lalu aku ingin menyajikan kenyataan kali ini. Mataku sedang memandang masa depan yang mungkin terang, yang mungkin kelam entah yang pentung terus ikhtiar dan berdoa serta ratusan Shalawat terus aku lantunkan.

Bapak datang dari ruang tengah wajahnya sudah semringah alias bahagia kelegaan terpancar di sana. Guratan rasa puas sudah ada di tiap pori pipi. Sebab hari ini adikku Nuriva yang sudah sarjana kini sudah bekerja kemarin telah membantu ikut menutup hutang-hutang bapak jua. Sebab aku anak lanang, anak lelaki pertama sudah kembali bekerja seperti dahulu tukang rombeng yang penting halal dalam benaknya.

"Le, tole, minta kopinya sedikit ya," begitulah ucapan yang tersahut dari bibirnya yang semakin tua namun ada guratan bahagia di sana sudah.

Hanya ku sahut senyum mengembang dan mempersilahkan dengan anggukan perlahan. Ada raut kebanggaan dengan syukur Allah telah menghadirkan kebahagiaan kepada keluarga kami. Setelah bertahun-tahun kami berjuang dan kami masih terus berjuang tapi kali ini kami berjuang untuk memperbaiki ibadah kami.

Tak terbayang betapa sulitnya dahulu kami harus melangkah dengan penuh kehati-hatian. Dengan penuh perhitungan dan kepasrahan pada Sang Pencipta alam maya pada dan semesta.

Hari ini jalanku sedikit demi sedikit sudah menemukan titik terang menuju yang benar. Dan seorang guru kiai telah menerimaku sebagai santri ada cahaya harapan di langkahku kali ini. Kembali terus dan kuulang terus ada bercak rasa bahagia yang tiba-tiba rindu Sang Kuasa dan Rindu pada Sang terkasih Nabiyalah Muhammad SAW.

Walau sebuah pandemi luas dan global pada dunia atau yang ilmiahnya disebut Covid 19 masih terus berjalan dan entah kapan berhenti. Setidaknya kami masih diberi nikmat sehat dari keluarga kami semoga terus sehat dan Covid cepat berhenti.

Satu teguk kopi hitam agak pahit meluncur pada kerongkongan membasahi dahaga tenggorokan telah terlaksana sudah. Terlihat ibu sedang duduk bersimpuh di atas kursi panjang saksi bisu perpisahanku bersama Jingga enam tahun yang lalu. Dan ibu rupanya sudah tersenyum lagi sambil memegang jarum dan benang menjahit baju kerja bapak yang sudah robek di lengannya.

Walau kami sesederhana dalam masa sulitnya dunia kali ini akibat musim pandemi yang tak kunjung usai tapi kami bersyukur masih diberi senyum di setiap wajah kami. Setelah melalui setiap malam dengan kengerian yang begitu ngeri tak terbayang betapa dahsyatnya guncangan setahun yang lalu akibat sebuah penyakit hati iri dan dengki seorang kawan satu profesi dengan bapak.

Sampai-sampai mereka berkerumun satu keluarga bersiasat untuk membunuh kami. Mungkin akan kuceritakan nanti di kemudian hari.

Kini badan kusandarkan di kursi panjang teras rumah pas di depan dua buah daun jendela yang sama enam atau tujuh tahun yang lalu. Pernah jatuh saat keluarga Jingga baru saja duduk di rumah ini. Ah ya sudahlah itu masa lalu dan hanya bisa ku petik pelajaran berharga dari pengalaman kelam dan hitam yang tak selamanya menjadi sebuah sampah

Tapi terkadang bisa menjadi sebuah lembar buku yang kusimpan di rak otak sebelah pojok. Untuk kubuka lain waktu ku ceritakan pada anak cucu.

Sejurus dengan waktu yang panjang sebuah penantian walau aku terus menunggu kembali sebuah kata jodoh sebenar-benarnya jodoh dari langit pilihan Gusti pinariyung jagat atau yang kami sembah dalam sujud Pencipta dari segala makhluk hidup.

Walau waktu penantian penungguan dari sang bidadari surga yang dipilihkan untukku belum jua kelihatan. Tetap aku terus bersabar karena itu memang sebuah sarat untuk menunggu sebuah hadiah dari Allah dengan sungguh-sungguh.

Kali ini sungguh hatiku begitu lapang tiada resah dalam penantian tiada bertepi walau tiada pasti tapi sungguh keyakinan di sanubari berkata aku akan terus menanti dengan menyediakan kesabaran tanpa batas.

Sebab aku memiliki sebuah pemahaman dari hasil pengalaman selama berjalan dalam pedih bertahun-tahun yakni bukan mencari yang baik agar ikut menjadi baik tapi mengubah diri menjadi baik agar mendapatkan yang terbaik.

Begitulah hukum alam yang tertera pada sebuah kalam wahyu Allah sang guru sejati.

Aku yakin ada satu untukku wanita salihah yang di berikan untukku dalam penantian ini. Aku yakin suatu saat nanti aku di pertemukan sebuah gadis berhati bidadari menyebutku yang terkasih dari Allah lalu menatapnya dengan Bismilah sahaja bukan memandangnya dengan nafsu durjana.

Melihat senyum ibu aku jua melihat senyum-senyum kecil dari bibir kecil dan tangan mungil yang meraih peci bapak pada sebuah pigura foto yang terpasang rapi di atas ibu yang tengah menjahit di atas kursi ruang tamu.

Dia Si Bagus kecil dengan senyum tanpa batas dan belum mengerti kejamnya tipu-tipu dunia. Dia Si Bagus kecil yang dengan riang meraih peci bapak dengan terbahak kala 27 tahun yang lalu.

Masa itu begitu terkenang semasa aku sebagai Si Bagus kecil. Masih dalam timang-timang ibu dan masih merengek minta ini dan itu bila ada seorang penjual mainan lewat depan rumah kami.

Betapa indahnya masa lalu yang satu ini sebuah masa lalu penuh arti awal cikal bakal Cacak Pendik terbentuk seperti sekarang ini dengan tegak menantang si batu karang penghalang jalan dimana lurusnya pada Allah tanpa pandang pilih bila sebuah penghalang menghalangi sebesar gunung jua akan ku hantam jua bila itu menghadang di tengah jalanku saat ibadahku menuju Allah di halangi jua.

Akhirnya album kecil lama dan usang kuraih dengan membuka pintu almari kamarku. Meniup debu sedikit yang menempel pada gambar depan dan membalik satu halaman perlahan.

Di sana terpampang jelas seorang istri yang sedang hamil tua dan masih tampak ayu bernama Amanah dia ibuku. Bersanding dengan seorang lelaki gagah bergaya bak roma irama masa muda dengan baju kemeja rapi dimasukkan ke dalam celana ujung bawahnya terlipat rapi di pinggang dengan celana bermerek jin warna biru pas berpadu padan dengan kemeja warna putih tulang begitu rupawan namanya Kasturi sedang menanti anak pertamanya terlahir dialah bapakku saat masih muda begitu rupawan.

Kisah Si Bagus kecil ini di mulai saat Ibu tengah bermimpi tentang anak lelaki dan rembulan emas.

También te puede interesar

PRAHARA DI KAHURIPAN

Pada saat Prabu Dharmawangsa Teguh Anantawikrama dari Kerajaan Medang Kemulan merayakan pesta pernikahan kedua puterinya yaitu Dewi Sri Anantawikrama dan Dewi Laksmi dengan Pangeran Airlangga dari kerajaan Bedahulu di Bali, tiba-tiba menyerbu prajurit raja Wura-wari dari kerajaan Lwaram Dalam penyerbuan itu Prabhu Dharmawangsa Teguh dan permaisuri serta seluruh menteri dan bangsawan kerajaan tewas. Istana Watu Galuh dihancurkan. Airlangga dan kedua isterinya didampingi pelayan setianya, Mpu Narottama dan beberapa pengawal berhasil meloloskan diri dan berlindung di Gunung Prawito. Tiga tahun hidup di hutan Prawito sebagai pertapa, tahun 931 Saka Airlangga kedatangan serombongan orang dipimpin oleh beberapa pendeta untuk menyampaikan keinginan rahayat Medang agar Airlangga kembali membangun kerajaan baru meneruskan dinasti Ishyana. Dengan bantuan para pendeta, reshi dan brahmana, Airlangga menyusun kekuatan membangun kerajaan Medang. Diantara para reshi terdapat Mpu Bharada penasehat spiritual mendiang prabu Dharmawangsa Teguh, dibantu oleh Ki Ageng Loh Gawe, pertapa di Gunung Anjasmara Pada tahun 931 Saka istana Wotan Mas selesai dibangun dan Airlangga diangkat sebagai raja dengan gelar Abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramatunggadewa. Kerajaan yang baru bernama Kahuripan. Atas jasanya membantu pembangunan kerajaan Kahuripan, Prabu Airlangga menghadiahkan tanah perdikan di desa Giri Lawangan kepada Ki Ageng Loh Gawe. Dalam kunjungannya ke Wotan Mas, Ki Ageng Loh Gawe mengajak muridnya bernama Ki Puger berusia 20 tahun. Mengetahui Ki Puger murid Ki Ageng Loh Gawe yang ikut membantu membangun Wotan Mas, Prabhu Airlangga meminta agar Ki Puger bersedia dinikahkan dengan sepupu raja yang bernama Dewi Centini Luh Satiwardhani atau Ni Luh Sati. Setahun setelah perkawinan itu lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Aryosetho Jayawardhana. Tahun 954 Saka atau 1032 M Giri Lawangan diserbu gerombolan pimpinan Gagak Lodra. Sehari sebelum itu Ki Puger dan keluarganya pergi meninggalkan Giri Lawangan menuju ke pertapaan Kaliwedhi untuk menghindarkan Aryosetho Jayawardhana dari penyerbuan Gagak Lodra karena ia dipilih oleh para dewa sebagai cikal bakal yang kelak akan menurunkan raja-raja besar di tanah Jawa. Di Kaliwedhi Aryosetho digembleng dengan keras oleh Reshi Sethowangi. Berkat ketekunannya ia memperoleh ilmu mahadahsyat ciptaan Sang Hyang Wishnu yang bernama Bhayu Selaksha dan menerima pedang sakti Sosronenggolo Setahun kemudian Aryosetho bersama Ki Puger turun gunung membantu Prabu Airlangga merebut kembali tahta kerajaannya yang direbut oleh Ratu Arang Ghupito. Berkat perjuangannya Aryosetho berhasil membantu Prabu Airlangga merebut kembali tahta kerajaannya. Dalam perjalanan dari kraton Dhaha kembali ke Kahuripan, ia dan prajuritnya berhasil menumpas gerombolan Gagak Lodra. Selesai menjalankan tugasnya Aryosetho mengajak sahabat masa kecilnya ke Kaliwedhi menjemput calon istrinya yang bernama Dyah Ayu Rogopadmi Aninditho Prameshwari alias Dewi Condrowulan. Beberapa waktu lamanya di Kaliwedhi, Aryosetho kembali ke Giri Lawangan memboyong Dewi Condrowulan yang telah menjadi istrinya dan hidup sebagai pertapa. Setelah 93 tahun pernikahannya Dewi Condrowulan di karuniai seorang putri. Namun kebahagiaan bersama sang putri yang dinantikan selama puluhan tahun hanya berlangsung selama 40 hari, setelah hari itu Dewi Condrowulan harus menyerahkan putrinya untuk diasuh oleh orang lain seperti dirinya dulu ditemukan Reshi Sethowangi di tengah hutan. Bayi tanpa nama itu diserahkan kepada Mpu Purwo, seorang pertapa sakti yang kemudian memberinya nama Ken Dedes. Ken Dedes kelak akan melahirkan keturunannya menjadi raja besar di kerajaan Singhasari dan Majapahit. Aryosetho dan Dewi Condrowulan telah berhasil menjalankan tugas yang diberikan oleh Dewata Agung sebagai pepunden cikal bakal raja-raja besar di tanah Jawa.

Uud_Bharata · Historia
5.0
3 Chs

NITYASA : THE SPECIAL GIFT

When death is a blessing. Bagaimana jika lingkup sosial kita di isi oleh orang-orang menakjubkan? Diantaranya adalah orang yang mempunyai anugerah di luar nalar. Salah satunya seorang bernama Jayendra yang berumur lebih dari 700 tahun dan akan selalu bertambah ratusan bahkan ribuan tahun lagi. Dia memiliki sebuah bakat magis yang disebut Ajian Nityasa. Kemampuan untuk berumur abadi. Mempunyai tingkat kesembuhan kilat ketika kulitnya tergores, tubuh kebal terhadap senjata dan racun, fisik yang tidak dapat merasakan sakit, serta tubuh yang tidak menua. Namun dari balik anugerah umur panjangnya itu, gejolak dari dalam batinnya justru sangat berlawanan dengan kekuatan luarnya. Pengalaman hidup yang dia lewati telah banyak membuatnya menderita. Kehidupan panjang tak bisa menjaminnya untuk bisa menikmati waktunya yang melimpah. Kebahagiaan tak lagi bisa dia rasakan. Dari semua alasan itu, maka baginya kematian adalah hal yang sangat ia damba. Tetapi malaikat pencabut nyawa bahkan tak akan mau mendekatinya yang telah dianugerahi umur abadi. Pusaka yang menjadi kunci satu-satunya untuk menghilangkan Ajian Panjang Umur itu telah lenyap ratusan tahun lalu. Maka jalan tunggal yang harus ditempuh adalah kembali ke masa lalu. Tidak, dia tidak bisa kembali. Orang lain yang akan melakukan itu untuknya. Seorang utusan akan pergi ke masa lalu bukan untuk merubah, tetapi untuk menguji seberapa besar batasan kepuasan manusia. Masa lalu berlatar pada awal abad 13 di Kerajaan Galuh pada masa kepemimpinan Maharaja Prabu Dharmasiksa. Di zaman itulah misi yang semula hanya untuk mengambil sebuah pusaka seolah berubah menjadi misi bunuh diri. Kebutaan manusia akan sejarah membuatnya terjebak pada konflik era kolosal yang rumit. Mampukah mereka melakukannya? Atau akan terjebak selamanya?

Sigit_Irawan · Historia
4.9
240 Chs
Tabla de contenidos
Volumen 1