webnovel

Lamaran Mas Kas

Dengan peci hitam dan sajadah hitam tersampir dipundak Kasturi mulai melangkahkan kaki menghitung perjengkalnya dari kata pahala. Dengan baju kokoh putih bekas pemberian tetangga desa di kala masih bersua kampung halaman beberapa tahun yang lalu menempel mesra di badannya yang mungkin teramat letih.

Dan sarung hitam terlipat rapi dari pinggang hingga ujung kaki Kasturi. Berpadu padan rapi memantaskan setiap sudut pandangan yang memandang.

Masjid agaknya terlalu jauh satu kilo meter dari tempat Kasturi tinggal. Namun tak menyurutkan niat Kasturi untuk hadir di setiap waktu berkata Magrib untuk sebuah kewajiban Haqiqi seorang muslim akan Fardu tiga rakaat dan kehadirat dalam forum Allah Tuhan semesta alam.

Magrib hari ini Kasturi tak sendiri berjalan untuk menikmati kesungguhan akan segala nikmat Allah yang disuguhkan kala magrib menjelang. Ada seorang bidadari Muslimah dengan kebaya coklat dan mukena berumbai dan menjuntai tersemai manik-manik di ujung-ujungnya. Seorang gadis yang menjadi buah bibir di setiap mulut para pemuda desa dan berjuluk Si Bunga desa kini berjalan beriringan bersama Kasturi sambil terus tersenyum sesekali menatapnya.

Dia gadis manis adik ipar Mas RT Sumadi juragan dimana tempat bekerja Kasturi mengais rezeki. Dan Magrib hari ini bersanding bersamanya melangkah bersama menuju Masjid desa sebelah utara.

Amanah tampak sangat anggun dengan kebaya dan mukena yang ia kenakan serta sajadah yang ia lipat rapi di tangan kanan.

Membuat mata dan pandangan Kasturi serasa enggan berkedip. Ingin terus menatapnya berlama-lama tak bosan jua.

"Ada apa sih Mas Kas, kok dari tadi pandangi Adek terus seperti itu. Memang ada yang salah ya dengan wajah Adek, apa bedaknya ketebalan?" celetuk Amanah sambil menepuk-nepuk beberapa bagian pipi dan kening sembari mengusap-usapnya meratakan bedak sekiranya ada beberapa bagian yang ketebalan.

"Enggak pas kok Dek jadi tambah Ayu, eh itu bedak yang Adek pakai Mas belikan minggu lalu kan?" tanya Kasturi mulai menggoda Amanah dan Amanah semakin tersipu malu-malu.

"Ia katanya suruh pakek, Mas jangan keseringan membelikan Adek bedak dan bibir. Adek loh enggak suka dandan, kalau bukan Mas menyuruh Adek untuk berdandan. Adek mah ogah lama-lama di kaca. Sebaiknya kalau ada uang lebih Mas Kas tabung saja kalau nanti ada jodohnya bisa untuk biaya pernikahan Mas," tutur Amanah menjelaskan perihal pemberian bedak oleh Kasturi.

"Sebenarnya Mas ingin saja membelikanmu bedak dan gincu alias bibir Dek. Sesuai janji Mas waktu itu kalau sudah gajian Mas belikan. Pantang bagi Mas mengingkari janji dong, sebenarnya walau tanpa bedak dan bibir kamu sudah begitu menawan mata Mas Dek. Seakan tak mau lepas pandangan Mas di wajahmu. Seperti ada suatu daya yang menarik Mas untuk selalu dan terus selalu memandangmu," tutur Kasturi kembali merayu Amanah seperti biasa Amanah kembali tersipu kali ini wajahnya memerah namun tetap tampak menawan di balut hijab putih bermanik-manik ungu.

"Oh iya Dek Amanah sampai kapan kita terus begini ya?" Kasturi mencoba memancing Amanah dengan pertanyaan yang menjurus agaknya rasa hati di dalam sanubari Kasturi mulai terpaut pada Amanah yang semula iya anggap sudah seperti Adik sendiri.

"Maksud Mas Kas dengan kita begini itu apa ya Mas Adek enggak mengerti?" jawab Amanah dengan melontarkan kembali sebuah pertanyaan lugu dengan wajah yang menggurat aurat polos dan semakin membuat Kasturi tak dapat menahan kecemasan akan rasa mekarnya bunga cinta yang mulai bersemi di halaman hati.

"Maksud Mas apa kita selamanya menjadi Adik dan Kakak tidak terpikirkah engkau Dek Amanah. Untuk melangkah lebih jauh lagi akan hubungan ini bukan hanya sekedar Adik dan Kakak tapi lebih ke arah yang serius lagi," ucap Kasturi terus berjalan namun tak menyadari kalau amanah telah berhenti berjalan dan terhenti di belakangnya agak jauh.

Sebab Amanah telah mengerti apa yang dimaksud oleh Kasturi. Dan memang selama ini Amanah menunggu akan kejelasan hal ini dari mulut sang Mas Kas sendiri.

"Loh, loh, Dek, Dek Amanah kamu dimana?" Kasturi mengira Amanah pergi dan kembali pulang mengurungkan niatnya untuk salat Magrib di Masjid desa sebab marah oleh omongan yang ia lontarkan.

Saat Kasturi menoleh ke belakang mencari keberadaan Amanah. Kasturi mendapati Amanah yang tersenyum simpul sambil menatapnya lekat penuh arti. Kasturi ikut tersenyum menyahut senyuman manis dari rekahan bibir kecil nan tipis namun pas tampak ayu di jajaran antara hidung mancung dan dagu lancip Amanah.

"Loh kenapa berhenti, Adek Marah ya, Maaf kalau Masmu ini salah bicara. Tak akan Mas ulangi perkataan yang barusan Mas ucapkan, Mas janji. Adek jangan diam, apa Adek Amanah Marah?" Kasturi terus meracau sambil berjalan menghampiri Amanah yang terus terdiam sambil memandangi Kasturi sorot matanya sebenarnya menimbulkan arti yang dalam akan persetujuan namun Kasturi belum memahaminya.

Sampai pada Kasturi dan Amanah saling berhadapan di pinggir jalan desa Sentullio sebelum Magrib dikala suara takmir Masjid masih mengumandangkan Shalawat dan puja-puji akan Nama indah dan kedudukan tinggi yang paling dicintai Allah Nabi besar Nabi Muhammad SAW.

"Mas, dengarkan Adek bicara," amanah mulai mengatakan perihal sesuatu yang telah ia pendam lama akan satu kata cinta yang selama ini belum bersua akan rasa yang sama oleh seseorang yang menganggapnya hanya sebatas Adik tak lebih. Dan Kasturi mendengarkan secara saksama tiap kata yang terlontar dari bibir manis Amanah.

"Mas Kas, kalau demikian kemauan Mas akan Adek dan ingin Adek temani hingga hari tua Mas, besok sampaikanlah pada kakak ipar Adik yakni Mas Sumadi. Maksud baik Mu itu akan memiliki Adik seutuhnya," getaran kata-kata dari bibir indah Amanah semakin menggetarkan seluruh dinding jantung Kasturi.

Seakan ingin terkena serangan jantung mendadak atau tersambar petir namun tetap menikmati rasa sambaran atau hantaran listrik yang ditimbulkan. Bagai bunga setaman semua mekar dan bunganya di petik keseluruhan lalu ditumpahkan pada hati Kasturi.

Menimbulkan wangi yang tak terhingga.

Begitulah rasa dalam hati Kasturi bersua akan kata-kata gadis yang ia cintai bahwa ia setuju akan lamarannya walau hanya tersirat dari kata-kata samar dan makna perumpamaan. Kasturi sudah memahami bibirnya mulai kembali tersenyum lebar menatap mata Amanah yang menatapnya lekat saling berhadapan.

"Kalau begitu Adik mengerti maksud dari kata-kata Mas, Adik juga menyetujui akan maksud Mas itu benar Dek," ucap Kasturi begitu terkejut dengan pernyataan Amanah dengan anggukan tanda setuju dan menyetujui akan maksud Kasturi dengan senyum indah yang membuat setiap lelaki atau pemuda desa selalu menunggu saat iya lewat di depan mata mereka.

"Aduhai Adik Amanah besok saksikanlah Mas mengungkapkan maksud Mas pada kakak iparmu Mas RT Sumadi. Dimana yang selalu di takuti oleh teman-teman ku dan pemuda yang lain akan bersua kakak iparmu. Akan aku lakukan besok dengan sungguh niat baik yang kubawa," ungkapan Kasturi membuat hati Amanah di penuhi bunga-bunga sebelum Magrib menandakan ikomah.

Sore itu menjelang Magrib dua insan di penuhi cinta di tatapan mata dan terus bersua jalan bersanding beriringan hingga bersua Masjid untuk melaksanakan kewajiban Fardu Magrib tiga rakaat.

Like it ? Add to library!

Cacak_Endik_6581creators' thoughts
Siguiente capítulo