Ini kelanjutan kisah cinta mantan leader Bangsat Boys. Kisah cinta si Bos dan Bu Bos ternyata tak semulus yang diharapkan, cinta mereka karam ditengah jalan. Sekarang si Bos bukan anak berandal seperti beberapa tahun lalu, ia telah menjadi mahasiswa jurusan bisnis manajemen merangkap owner kedai Boba. Bu Bos juga sudah bukan remaja polos lagi, kini ia telah menjadi selebgram hits yang kondang dimana-mana. Lama berpisah, keduanya kembali dipertemukan dalam keadaan yang berbeda. Kali ini apakah hubungan mereka akan berhasil? Atau kembali karam? Benarkah cinta hanya butuh waktu?
"Ladies and Gentlemen, we shortly will be landing at Changi Airport in Singapore...". Seruan pramugari membuat atensi Yeri teralihkan. Gadis itu meregangkan otot-nya untuk menghilangkan pegal, penerbangan dari Jakarta ke Singapura cukup melelahkan. Yeri menoleh kearah samping dimana sosok Abang-nya masih betah bobo manis dengan mata ditutup eye-mask bergambar animasi Cooky dari BT-21 miliknya.
Jeka terlihat sangat menyedihkan jika dilihat dari sisi manapun. Semenjak mendapat kabar jika Unaya mau tunangan, pemuda itu lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur. Yeri pernah membaca sebuah artikel katanya orang yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur tandanya orang itu sedang galau akut dan kesepian. Bukan hanya sering tidur sih, tapi Jeka juga kerap marah-marah tak jelas bak gadis PMS. Dan menurut artikel yang Yeri baca, orang yang suka marah-marah tanpa sebab tandanya membutuhkan cinta.
Hari ini dan didetik ini juga Jeka, Yeri, Jeni, Sonia, dan satu lagi Om Jun hendak menghadiri acara pertunangan Unaya dengan seorang dokter bernama Mas Guan. Masih asing dengan sosok Om Jun kan? Om Jun ini adalah kekasih Sonia. Jeka, Yeri, dan Jeni memanggil Om Jun dengan sebutan 'Om Papa' karena lelaki itu belum menjadi Papa mereka tapi bakal menjadi Papa dalam waktu dekat sehingga munculah panggilan Om Papa itu.
Omong-omong soal Jeka, pemuda itu akhirnya ikhlas melepas Unaya-nya. Lebih tepatnya sok ikhlas, aslinya mau nangis aja sambil lompat dari atas pesawat. Tapi ya sudahlah Jeka bisa apa? Pemuda itu tahu diri kok kalau ia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan dokter muda bernama Guan itu. Andai saat ini Jeka sudah mapan dan ada yang bisa ia banggakan didepan Papa Unaya, sudah pasti pemuda itu akan mengobrak-abrik acara pertunangan gadis itu.
"BANG JEKA YANG PALING GANTENG SEKAMPUNG DURIAN RUNTUH!!!KITA UDAH SAMPAI!". Teriak Yeri tepat ditelinga Jeka. Gadis cantik satu ini tak menghiraukan tatapan sinis dari penumpang lain karena kelakuan bar-barnya.
"Bacot! Gue udah bangun dari tadi!". Umpat Jeka sembari melepas eye-masknya kemudian melemparnya begitu saja.
"Woy rese banget sih! Ini barang impor tahu Bang huhu". Rengek Yeri sembari mengelus-ngelus eye-mask Cooky-nya dengan sayang.
"Lagian lo bacot banget! Gak tahu apa gue lagi melamun!". Omel Jeka mulai sensi. Tuh kan udah dikasih tahu kalau Jeka sekarang mendadak sensian, padahal kan niat Yeri baik mau bangunin Abang-nya yang dikira tidur, eh gak tahunya lagi melamun Pft...
"Yaelah, gamon mah gamon aja gak usah sok-sokan ikhlas". Ledek Yeri dengan sangat menyebalkan, Jeka mengumpat tanpa suara. Jeka sudah bangun sekitar lima belas menit yang lalu, pemuda itu melamunkan hal-hal konyol seperti membawa kabur sang gadis dihari pertunangannya atau melenyapkan si dokter muda itu dengan jurus kameha-meha. Tanpa sadar Jeka terkekeh sendiri hingga membuat Yeri beringsut menjauh karena takut.
"Ma, kayaknya Bang Jeka udah mulai sinting deh karena ditinggal Kak Unaya tunangan".
"Yeriiiii!!!". Tegur Sonia dengan jengkel. Wanita itu paham jika saat ini Jeka sedang menguatkan hati sebelum menghadiri acara pertunangan gadis yang amat ia cintai. Sonia tahu hal itu bukanlah perkara mudah, namun ia mengakui sikap Jeka gentle sekali. Alih-alih menghindar dan larut dalam kesedihan, pemuda itu justru dengan tulus menghadiri untuk mengucapkan selamat.
"Marahin aja Ma, udah yok turun. Jeka mau bobo lagi di hotel". Kata Jeka dengan lesu, yang dulunya aktif tawuran sekarang berubah jadi mageran.
"Habis ini kita mau nyalon kali Bang, emang lo gak mau rapi-rapi? Kok malah mau tidur di hotel". Omel Yeri. Jeka berdecak sebal sebelum berdiri dan membuka mantel yang ia pakai. Semuanya melongo, Jeka bahkan sudah mengenakan kemeja rapi yang dimasukkan kedalam celana bahan.
"Wihhh niat banget datang ke acara tunangan mantan?". Komentar Jun sambil bertepuk tangan. Jeka menyugar rambutnya sombong, pemuda itu meraih buket bunga yang sedari tadi ia pangku sebelum berujar.
"Kurang niat apa gue Om Papa, pakai kemeja udah, bunga juga udah bawa...". Jun, Sonia, Yeri, dan Jeni mengamati Jeka dengan seksama menilai apakah yang kurang dari pemuda itu.
"Bang Jeka udah ganteng banget, cuma ya gitu Bang... kurang gandengan aja". Celetuk Jeni dengan polosnya sembari meringis lebar.
"Pfftttt...". Yang lain hanya bisa menahan tawa begitu melihat wajah Jeka berubah masam.
"Sini lo aja yang jadi gandengan gue". Jeka langsung merangkul bahu Jeni saat mereka mulai keluar dari pesawat. Jeka mengapit kepala Jeni dengan gemas kemudian mengacak-acak rambut gadis itu.
"Jeni udah berani nakal sama Abang-nya. Diajarin Yeri pasti nih".
"Loh jangan asal nuduh dong Bang, salahin aja muka lo yang hina-able banget". Ledek Yeri kemudian terbahak bersama Jeni.
"Kampret!". Jeka hendak menjitak kepala adik-adiknya namun mereka keburu kabur. Jeka yang tadinya sebal justru terkekeh sendiri, dua adik perempuannya itu memberi hiburan tersendiri untuknya. Bayangkan kalau tidak ada Yeri dan Jeni, segelap apa hidupnya? Apalagi setelah ditinggal Unaya pergi. Jeka mendongak menatap langit yang cerah sore ini.
"Oh jadi ini langit yang ditatap Unaya selama ini, cantik juga". Gumam Jeka kemudian tersenyum menatap segumpal awan yang seakan membentuk wajah cantik Unaya.
"Sekarang Unaya kayak gimana ya? Ah pasti dia nambah cantik. Masih gembul gak ya?". Kekeh Jeka yang sebenarnya sudah tak sabar ingin bertemu Unaya setelah tiga tahun tak bersua. Hal yang Jeka sesali adalah hari ini mereka hendak bertemu bukan untuk menjemput rindu, melainkan menjemput luka.
Sementara itu gadis yang dalam beberapa jam lagi bakal menjadi milik orang itu hanya mampu tertunduk dalam saat beberapa orang suruhan Papa-nya mendandani wajah bulatnya. Unaya mengembuskan nafas beberapa kali dan tak jarang meremat kuat dress soft pink yang ia kenakan. Rasanya ingin bilang pada Papa-nya kalau ia tidak mau bertunangan dengan pemuda yang beliau pilihkan. Tapi sayang Unaya tak sampai hati.
Unaya menghianati janjinya pada Jeka, gadis itu yang meminta Jeka untuk menunggunya kembali tapi gadis itu juga yang seakan meminta Jeka untuk berhenti menunggunya. Andai Unaya punya sedikit saja keberanian untuk membangkang pada Papa-nya, mungkin sekarang ia tidak akan duduk didepan kaca besar ini untuk dirias.
Rasa sedih dan bersalah pastilah mendominasi, ia mencintai Jeka tapi ia dipaksa bertunangan dengan pemuda lain yang katanya lebih baik dari pemudanya. Ini semua bermula dari Suryo yang berteman baik dengan Somad; dokter spesialis kanker yang menanganinya. Lelaki itu punya anak laki-laki bernama Guan, Guan merupakan dokter muda yang masih magang di rumah sakit dan kerap membantu Somad.
Pokoknya hanya karena pertemanan antara Suryo dan Somad itulah hingga Unaya jadi korbannya, sinetron banget gak sih? Dua Bapak-bapak yang punya anak seumuran lalu dijodohkan biar katanya pertemanan mereka semakin erat. Duh, Unaya muak sekali! Kenapa bukan Helena saja yang dijodohkan dengan Guan? atau Jeni mungkin? Kenapa harus Unaya? Ya karena Guan tertariknya dengan Unaya. Dan pada saat itu Suryo bilang begini pada Unaya;
"Om Somad kan sudah bantu kita selama ini, bahkan kamu sudah mau sembuh. Apa kamu gak mau balas kebaikan mereka? Guan pemuda baik dan mapan, Papa yakin kamu bahagia sama dia. Tolongin Papa, Unaya". Dan karena rasa tak enak hati Papa-nya itulah yang membuat Unaya luluh.
Unaya menatap sekali lagi pantulan wajahnya di kaca. Gadis itu mengelus surai sedagunya yang dipotong model Bob. Beberapa tahun ini Unaya kerap menjalani kemoterapi hingga membuat rambut panjang bergelombangnya rusak. Dan karena itulah ia memilih untuk memotong pendek rambut kesayangannya. Gadis itu tersenyum kecil, wajah yang dulu imut kini menjadi semakin imut. Unaya pasrah kali ini, ia akan coba menjalani hidup yang telah dipilihnya.
"Oh, halo Jeni. Kalian udah di hotel...". Sayup-sayup Unaya mendengar Helena yang seperti tengah menerima telepon dari seseorang. Gadis itu menoleh kebelakang dimana Kakak-nya berada. Helena sudah sembuh dari depresinya berkat rutin menjalani pengobatan, ia telah menikah dengan rekan bisnis Suryo dari Korea, Tae Oh namanya.
"Ini aku baru nemenin Unaya dandan, Heum... oh Jeka ikut". Mendengar nama Jeka disebut, Unaya sontak berdiri dan mendekati Helena dengan wajah penuh harap. Mendadak jantung Unaya berdebar kuat, jangan-jangan Jeka datang untuk menggagalkan acara pertunangannya. Sungguh Unaya berharap demikian, terakhir kali gadis itu mendengar kabar Jeka dari Ririn yang bilang jika pemuda itu sudah punya pacar baru. Mungkin saja Jeka berubah pikiran kan? Dan karena itulah Unaya seakan mendapat secercah harapan untuk bisa kembali bersama Jeka.
Helena menatap Unaya yang matanya sudah berkaca-kaca. Wanita itu mengucapkan beberapa patah kata pada Jeni kemudian mematikan ponselnya.
"Kenapa?". Ujar Helena. Unaya terlihat gugup namun berusaha bersikap biasa saja.
"Itu... Jeka...".
"Heum, dia datang buat kamu. Semoga apa yang kamu harapkan terjadi ya". Ujar Helena sembari menepuk pelan pipi Unaya dan pergi begitu saja. Unaya sempat mematung beberapa detik namun setelahnya gadis itu justru terisak, ini isakan bahagia. Angan Unaya tinggi sekali, berharap Jeka benar-benar akan menggagalkan acara pertunangannya. Namun sayang, angan sang gadis bertolak belakang dengan sang pemuda.
--Ex-Bangsat Boys--
Sepuluh menit lagi pesta pertunangan Unaya dan Guan berlangsung. Jun sudah berdandan setampan mungkin agar bisa mendapat point plus dimata Unaya. Jeka, Jeni, dan Yeri mungkin sudah bisa menerima keberadaannya sebagai kekasih Sonia. Namun tidak untuk Unaya, gadis itu hatinya masih keras. Unaya belum rela Mama-nya menikah lagi, sikap gadis itu juga terkesan dingin terhadap Jun.
"Om Papa nanti kalau Unaya udah tukar cincin, miss call gue ya". Ujar Jeka santai sembari berbaring di ranjang dengan penampilan sama seperti saat di Bandara tadi.
"Loh, kenapa gak berangkat bareng aja kita Bro?". Tanya Jun yang meski sudah berumur namun bisa mengimbangi gaya anak muda seusia Jeka. Karena itulah dua lelaki itu akrab bak Kakak-Adik.
"Gue mau siapin mental dulu Om Papa. Nanti kalau gue nangis pas doi tukar cincin gimana". Sahut Jeka sembari menutup wajahnya dengan bantal. Jun terkekeh kemudian geleng-geleng kepala, lelaki itu menendang kaki Jeka yang menggantung di ranjang sebelum keluar dari kamar.
Setelah mendengar pintu di tutup, Jeka mulai terisak. Hatinya sakit sekali kalau boleh memberi tahu. Jeka tahu ia lebay, bucin, lemah! Cuma ditinggal cewek aja sampai segitunya. Tapi please, hati Jeka buatan Tuhan btw bukan made in China wajar kan kalau bisa remuk?
Penantiannya selama tiga tahun rasanya sia-sia, ia ingin menyalahkan Unaya yang tidak berusaha berkorban untuknya tapi buat apa? Nasi sudah menjadi bubur, Jeka-pun bingung ingin menambahkan toping apa sehingga ia hanya bisa menerima dengan lapang dada. Selalu yang Jeka percaya, merpati tak pernah ingkar janji. Sejauh apapun ia pergi, ia tak akan lupa jalan pulang.
Selama pesta berlangsung Unaya hanya berdiri kaku ditempatnya sembari mengulas senyum palsu. Orang-orang menganggap jika hari ini ia bahagia tapi kenyataannya tidak begitu. Hanya Irene dan Helena yang tahu betul bagaimana perasaan Unaya saat ini, karena itulah Irene sedang dalam mode perang dingin dengan Suryo. Irene tidak suka dengan Suryo yang semena-mena seperti itu. Oke mungkin menurut Suryo, Unaya akan bahagia karena Guan punya banyak materi tapi menurutnya kebahagiaan tidak berpatok pada hal itu.
"Prosesi selanjutnya adalah tukar cincin...". Seruan MC membuat lamunan Unaya buyar. Gadis itu matanya berputar untuk mencari sosok Jeka yang sedari tadi telah ia nantikan. Bukannya menemukan sosok Jeka, gadis itu justru tak sengaja kontak mata dengan Jun. Lelaki yang katanya kekasih Sonia itu tersenyum lebar sembari melambaikan tangannya kearah Unaya. Unaya langsung melengos kearah lain karena tidak suka.
"Unaya, kok diam aja. Ayo pasangin cincin aku". Tegur Guan dengan lembut.
"Ha?". Sumpah Unaya blank sampai-sampai jadi bahan tertawaan para tamu. Saking otaknya penuh dengan sosok Jeka, ia tidak sadar kalau Guan sudah menyematkan cicin dijari manisnya.
"Ya ampun kamu lucu banget sih kalau lagi gugup". Kata Guan yang membuat Unaya tersenyum kecut. Unaya masih berharap Jeka menggagalkan acara pertunangannya, tapi sampai ia menyematkan cicin dijari Guan-pun pemuda itu tak kunjung menunjukan batang hidungnya.
Sementara itu didalam kamar hotel, Jeka tengah menatap pantulan dirinya dikaca lemari. Pemuda itu menatap ponselnya yang berkedip tanda panggilan masuk, Om Papa miss call artinya Unaya sudah terikat dengan lelaki lain. Jeka menghembuskan nafas berat kemudian menatap gelang rantai perak pemberian Unaya di hari ulang tahunnya yang ke tujuh belas waktu itu.
Pemuda itu ingat betul pesan Unaya, dibalik gelang yang ia pakai ada gambar bulan kecil. Artinya meski Unaya berada ditempat yang jauh, namun rasanya seperti sedekat nadi dengan adanya gelang ini. Jeka mulai menegakkan tubuhnya dan membenahi kerah kemejanya, jadi cowok harus kuat. Cukup tadi nangis dibalik bantal, sekarang waktunya move on. Apa yang perlu dikhawatirkan jika ia dan Unaya masih menapaki bumi yang sama? Setidaknya mereka tidak berbeda alam.
"Meski Unaya udah terikat sama cowok lain, tapi gue masih punya hak buat suka sama dia. Suka sama orang kan hak segala bangsa". Gumam Jeka sebelum melangkah keluar dari kamar sembari membawa buket bunga ditangannya.
--Ex-Bangsat Boys--
Dengan gagah Jeka berjalan menuju ball room hotel tempat dilaksanakan acara pertunangan. Tanpa ragu pemuda itu berjalan kearah seorang gadis bergaun soft pink yang ia yakini ratu diacara malam ini.
Pemuda itu tak menghiraukan seruan Sonia yang memintanya untuk tidak asal menghampiri Unaya yang tengah menemani Guan ngobrol dengan rekan kerjanya. Jeka memang cenderung santai dan tak peduli dengan bisikan orang-orang yang mengatainya tidak sopan. Para tamu undangan rata-rata dari kalangan atas jadi wajar saja kaku begitu. Tujuan Jeka hanya ingin mengucapkan selamat pada Unaya kok, terus langsung pulang. Udah gitu aja :')
"Unaya?". Panggil Jeka lembut tepat dibelakang sosok gadis berambut sedagu itu. Mendengar suara yang amat familiar untuknya, Unaya langsung menoleh kebelakang.
"Jeka?". Sontak saja Unaya membekap mulutnya dengan telapak tangan begitu melihat sosok Jeka yang berada tepat didepannya. Jeka menjilat bibirnya gugup, sial Unaya nambah cantik. Gadis itu terlihat sangat cocok dengan rambut pendek sedagunya.
"Bangsat! Menang banyak lo Khong Guan". Umpat Jeka dalam hati. Meski kesal setengah mati namun pemuda itu berusaha mengulas senyum selebar mungkin.
"Hai, selamat ya. Maaf baru bisa nemuin kamu sekarang". Ujar Jeka dengan tulus sembari mengulurkan buket bunga yang ia bawa kearah Unaya. Unaya menatap buket bunga yang diulurkan Jeka dengan tatapan kosong, pemuda itu datang bukan untuk menggagalkan acara pertunangannya ya? Ya ampun mikir apa sih Unaya! Unaya merutuki dirinya yang sudah berfikir aneh-aneh sejak tadi, gadis itu tersenyum getir sebelum menerima buket bunga dari Jeka.
"Makasih Jeka". Ujar Unaya dengan suara serak menahan tangis, gadis itu menatap Jeka dengan mata berkaca-kaca. Jeka tersenyum tipis menanggapinya sebelum beralih menatap Guan yang sedari tadi diam menyimak.
"Selamat Bro, titip Unaya ya". Ujar Jeka dengan senyum teduhnya sembari menjabat tangan Guan.
"Pasti". Sahut Guan pendek kemudian merangkul pinggang Unaya posesif. Guan tahu Jeka mantan pacar Unaya, Suryo sudah menceritakan semuanya. Dan karena itulah sebisa mungkin Guan menjaga Unaya agar tidak berpaling pada sang mantan.
"Ya udah kalau gitu gue...".
"Jeka, hiks...". Unaya menahan ujung baju Jeka saat pemuda itu hendak pergi. Gadis itu terisak tanpa sadar hingga membuat Jeka terenyuh seketika. Ingin sekali Jeka membawa Unaya kedalam pelukannya, namun apa daya merasa tak berhak. Alhasil pemuda itu hanya bisa mengepalkan tangannya erat-erat menahan diri.
"Maaf, Jeka. Maaf...". Cicit Unaya sembari menunduk menyembunyikan air matanya.
"Unaya ini hari bahagia kita, gak seharusnya kamu nangis kayak gini". Tegur Guan dengan nada tegas. Jeka melepaskan tangan Unaya yang masih menarik ujung bajunya dengan lembut.
"Jangan nangis dong, masa ratu pesta malah nangis. Aku datang buat kasih selamat, bukan bikin kamu nangis". Ujar Jeka lembut, ingin menyentuh Unaya tapi canggung. Alhasil hanya bisa menyentuh gadis itu dengan tatapan teduhnya.
"Aku boleh peluk kamu?". Pinta Unaya sembari terisak. Jeka menatap Guan tidak enak seakan meminta ijin.
"Aku ijinkan kamu peluk dia untuk kali ini. Tapi janji setelah itu lupakan dia". Kata Guan. Jeka dan Unaya sama-sama menghela nafas berat, saling melupakan ya? Mungkin bisa, tapi tidak janji.
Unaya mematung setelah itu, namun tanpa ragu Jeka membawa Unaya kedalam pelukannya hingga para tamu dibuat kaget. Mereka mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi, karena setelah Jeka memeluk Unaya, gadis itu justru meraung terdengar sangat pilu. Pemuda yang memeluknya ini adalah cintanya, cinta yang sesungguhnya bukan karena paksaan. Jeka memendamkan wajahnya dibahu sempit Unaya, menghirup rakus aroma manis gadis itu sebelum berbisik.
"Hari ini kamu boleh menangis, tapi besok aku harap gak ada air mata lagi. Ayo kita saling melupakan, kita kembali ketitik awal dimana kita tidak saling mengenal. Bahagia terus ya Unaya".
"Ini demi kamu...". Lanjut Jeka dalam hati.
--Ex-Bangsat Boys--