webnovel

Veintiséis (Dua Puluh Enam)

Author: SkylaMaryam
Teen
Ongoing · 38.5K Views
  • 13 Chs
    Content
  • ratings
  • N/A
    SUPPORT
Synopsis

Sebuah angka dan guratan takdir mempertemukan Catur dan Allea. Meski dalam keadaan yang tidak terlalu baik, ternyata keduanya pernah memiliki ikrar janji yang sama sama dilupakan.

Tags
3 tags
Chapter 1Satu

Mata Catur menatap nanar, memandang begitu banyaknya anak manusia sedang berada di lapangan sekolah SMA Satu Bangsa. Senin pagi adalah rutinitas seperti sekolah pada umumnya—mengadakan upacara bendera. Menyebalkan sekali. Bukan berarti ia tak suka dengan upacara bendera, melainkan hari ini adalah hari pertamanya menginjak sekolah baru ini. Seragam yang tidak singkron dengan murid lainnya membuat sorot mata tertuju padanya. Tentu saja itu yang membuat kentara bahwa dia adalah murid pindahan di sekolah ini.

Catur mendesis sebelum tersenyum maklum. Ia memandang satu per satu seluruh mata yang seolah berbincang padanya, "Anak baru", "Murid pindahan", "Pasti di sekolah sebelumnya pernah kasus", dan lain sebagainya. Persisnya, ia seperti jadi bahan pergunjingan di sana. Hanya menjadi tontonan setiap berjalan menuju di mana tempat kelasnya berbaris. Tidak ada orang yang dikenalnya, tidak ada yang mengajaknya berbincang. Catur terus tersenyum meski terpaksa. Ia juga bagian dari mereka. Apa setiap kali ada murid baru di sini menjadi bahan tontonan seperti ini?

"Hai, Cowok …." Seorang gadis menepuk bahunya. Ia menyunggingkan senyum aneh. Catur hanya menatap gamang gadis itu.

"Kayaknya kamu salah kamar, deh," imbuhnya. Gadis berambut ikal dikuncir kuda itu saat ini tengah berada di depan Catur. tepatnya di barisan para siswa.

Catur menilik badge kelas yang dikenakan oleh gadis itu, XI IPA 1. Padahal kelasnya XI IPA 4. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Eh … sori," ujarnya segera permisi.

"Tunggu." Gadis itu memegang lengan Catur. "Mending kamu ikut baris di sini aja. Kelas kamu ada di bagian paling ujung. Sebentar lagi upacara dimulai." Dan benar saja, suara dari protokol upacara sudah terdengar di gendang telinga.

"Sekarang kamu baris paling belakang depan aku," ujar gadis itu seolah mengomando. "Tenang aja, aman. Guru enggak akan perhatiin kamu, kok." Mau tak mau, Catur akhirnya merestui ucapan gadis itu. Berada di barisan siswa paling belakang, di depan barisan siswi.

"Oh iya. Kamu murid pindahan?" tanya gadis itu di balik punggung. Disusul dengan anggukan dari Catur sebagai jawaban.

"Dari?"

"Jogja," jawab Catur singkat.

"Jauh banget." Gadis itu manggut-manggut. "Terus, di sini tinggal sama siapa?"

Catur mencoba untuk tidak merespons ucapannya. Vide! Tiga Pasukan pengibar sudah menuju tiang bendera dan gadis di belakangnya sedari tadi tak henti-hentinya mengajak ngobrol dirinya.

"Hey …." Gadis itu mentowel. "Jawab, dong."

"Bendera, siap!"

"Kepada, sang merah putih. Hormaaat … grak!" seru pemimpin upacara. Seluruh peserta upacara hormat dengan semestinya dan lalu disusul dengan lagu Indonesia Raya.

Gadis itu kembali mentowel. Membuat Catur tidak nyaman di sana. "Jawab pertanyaanku tadi. Kamu tinggal sama siapa di Bandung? Semua keluarga kamu pindah ke sini? Atau kamu punya saudara di sini?"

Catur hanya bergeming. Meski benaknya menggumam, Ayolah, kita selesaikan upacara ini, kemudian bicaralah sepuasmu!

"Ah iya, kita belum kenalan." Rahang Catur semakin mengeras. Giginya bergemelatuk, ingin sekali mengultimatum gadis di belakangnya saat ini juga. Dalam kondisi hormat begini masih saja ada pembahasan yang dibicarakan.

Baru kali ini Catur menemukan gadis yang abnormal seperti ini. Seharusnya pertanyaan tadi yang tidak dijawab sudah menandakan bahwa lawan bicaranya enggan untuk memperpanjang. Tapi rupanya tidak berlaku untuk gadis satu ini.

"Namaku Jasmine Camallea Brotoasmoro. Boleh dipanggil Jasmine, Camallea, Allea, Lea, terserah. Asal jangan panggil nama belakang," serunya hiperbolis dan sedikit lebih kencang dari suara paduan suara yang mengiringi jalannya pengibaran bendera.

Catur mengerling. Suara nyaring dari gadis itu membuat barisan samping kanan dan kiri mereka menyengir cekikikan. Ia menghela napas dan lalu kembali memaksakan lengkungan bibirnya untuk tersenyum canggung. Bedanya, gadis di belakangnya sama sekali tidak terganggu dengan itu semua.

"Nama kamu siapa?" tanya Allea dengan kembali mencolek seperti sabun bukrim.

"Aw!" Keduanya mengaduh kesakitan karena ada dua tangan yang tengah menjewer telinga mereka.

"Kalian berdua, ikut saya ke belakang!" ujar si pemilik tangan yang ternyata itu adalah Bu Floren, guru BK yang sejak tadi mengawasi mereka berdua di belakang barisan.

"Yaaah … terciduk akhirnya si anak baru dan bunga desa sekolah," ujar salah satu siswa, disusul dengan tawa dari beberapa murid lainnya.

"Teo! Kamu juga mau saya bawa ke belakang?!" pekik Bu Floren.

"Enggak, Bu. Peace."

"Makanya diam. Jangan cari masalah juga!"

Teo hanya menyengir dan menatap kepergian kedua anak manusia yang tengah dibimbit oleh guru BK dengan senyum kemenangan.

-OoO-

Langkah kaki terus berderap cepat menuju kelas. Catur benci dengan hari pertamanya yang begitu memuakkan. Sepagi ini sudah banyak sekali masalah yang ia dapat di sekolah barunya. Apalagi setelah upacara bendera tadi. Ia disuruh berdiri hormat di depan tiang bendera. Tentu saja sorot mata kembali memandanginya. Bahkan terang-terangan berghibah ria ihwal dirinya dan gadis sial itu yang kerap kali melewati lapangan. Dan sebaliknya, gadis itu justru cuek dan tersenyum tanpa beban.

Aneh. Dihukum malah cengar-cengir.

"Hey …," cegah seseorang. Catur terkesiap kaget. Kehadiran orang di hadapannya itu sama sekali tidak terendus.

Napasnya tertahan setelah melihat siapa seseorang yang tengah menghadang jalannya. "Ada apa lagi?" ucapan Catur terdengar desperate.

"Kamu belum jawab pertanyaanku."

"Yang mana?"

"Nama kamu siapa?"

"Catur Putra Dinasti," ujar Catur pada akhirnya.

"Nama yang bagus." Gadis itu manggut-manggut tidak jelas. "Aku panggil kamu Dinasti Catur, ya. Biar kayak nama penguasa kerajaan." Sembari menulis trivianya di buku catatan kecil. "Dan panggil aku Putri Allea," imbuhnya tersenyum tengil.

Catur hanya bergeming. Masa bodoh dengan ucapan gadis aneh itu.

"Alamat tinggal?"

Catur mengernyit. Pertanyaan Allea seperti pihak instansi yang sedang menginterogasi dirinya.

"Alamat tinggal?" tanyanya sekali lagi.

"Ngekos."

"Di mana?

"Belakang gedung sekolah," jawab Catur sekenanya.

Gadis itu terkekeh. "Murid baru berani bohong, ya. Belakang sekolah ini enggak ada pemukiman warga. Kamu ngekos di sawah, hah?"

Catur menelan salivanya berat. Bodohnya, ia tidak survei lokasi di sekitar lebih dulu. Kebiasaannya yang tidak kerap berbohong sangat mudah terbongkar.

"Sudahlah, lupakan. Pertanyaan berikutnya."

Hey! ini bukan kuis berhadiah. Apa-apaan pertanyaan berikutnya, batin Catur.

"Udah punya pacar?"

Catur hanya menggeleng.

"Kalau begitu, nomor WhatsApp."

"Enggak punya juga."

"Hmm ... masa, sih?" tanya Allea penuh selidik.

"Aku enggak ada waktu. Tolong minggir."

"Tunggu," sergah Allea. "Kamu masih punya hutang sama aku."

"Hutang? Hutang apa?" Sepertinya, lusa Catur harus membawa aspirin agar tidak pusing berhadapan dengan gadis di depannya ini.

"Hutang karena tadi pagi aku tolongin kamu saat upacara. Sebagai gantinya, kamu harus bayar pajak buat sewa tempat karena baris di kelas XI IPA 1."

"Bayar berapa?"

Allea menggeleng. "Aku enggak butuh uang. Aku minta yang lain."

Catur menghela napas panjang. "Terserah kamu, lah."

"Benarkah?" Allea sedikit memiringkan wajahnya. "Kalau begitu, umumkan ke seluruh penjuru kelas. Hari ini kita jadian."

Senyap mengambil alih tepat setelah Allea berbicara. Detik berikutnya mata Catur membulat sempurna setelah mencerna kalimat dari gadis itu. "Enggak!"

"Katanya tadi terserah. Buruan bilang kalau kita hari ini pacaran."

Catur memutar tumitnya seraya berkata, "Cewek sinting." Lantas berjalan melewati ruang guru. Ia lebih memilih jalan yang sedikit lebih jauh untuk menuju kelasnya. Daripada berhadapan dengan makhluk paling aneh di bumi ini. Dan lengkap sudah penderitaan Catur. Urusan hari pertamanya di sekolah baru ini benar-benar runyam.

Allea hanya mengantar kepergian Catur dengan tatapannya. Tersenyum megar seperti biasanya. Tidak salah memang jika lelaki itu menganggapnya 'cewek sinting'. Baru kenal hari ini sudah mengajaknya untuk jadian. Tapi tidak ada salahnya untuk mengutarakan perasaan bukan?

"Catur Putra Dinasti. Aku akan ingat nama itu. Kita lihat saja, siapa yang nantinya lebih 'sinting'," gumam Allea dengan senyum penuh arti.

You May Also Like

PROMISE (a way to find a love)

"Aku tidak akan meninggalkan mu." Aku janji pada adikku, tapi aku tidak menepatinya. Ketika seorang William Alexander, pria sempurna yang memiliki sebuah rahasia besar dimasa lalu, seorang anak adopsi yang meninggalkan adiknya untuk menggantikan posisi seorang pewaris kerajaan bisnis yang memiliki kebutuhan khusus. William harus menepati janjinya untuk setia dan menuruti apapun permintaan dari ayah angkatnya Jackson Alexander, pengusaha kaya yang ambisius dan berhati dingin agar Jackson mempertemukannya dengan adiknya kembali. Suatu ketika Jackson memintanya kembali ke negara asalnya, untuk menjadi seorang gubernur agar memudahkannya melakukan pembangunan real estate, untuk itu ia harus menikahi seorang wanita, Rose gadis berumur dua puluh tiga tahun, seorang superstar yang di cintai seluruh masyarakat yang ternyata adalah kekasih dari adik kandungnya sendiri yaitu Rayhan Adamson yang telah tumbuh menjadi seorang produser musik yang terkenal tanpa William ketahui, ia hanya ingin segera bertemu dengan adiknya seperti apa yang dijanjikan oleh Jackson jika ia berhasil menjadi seorang gubernur dan mendapatkan ijin pembangunan maka Jackson akan mempertemukannya dengan Rayhan adiknya. Akankah William akan dapat kembali bertemu dengan Rayhan, menebus dosanya yang telah meninggalkan Rayhan saat ia masih berusia tujuh tahun dan mendapatkan cintanya yang perlahan tumbuh tanpa disadarinya kepada Rose? *** hi, terimakasih karena sudah membaca novel buatan ku Aku akan sangat menghargai setiap review serta komen yang kalian berikan. Kalian bisa menghubungi ku di : lmarlina8889@gmail.com

mrlyn · Teen
4.9
450 Chs

Farmakologi Cinta

Dikisahkan dua remaja SMA yang bersahabat. Danu yang tampan, pendiam, dan pintar, bersahabat dengan Pradita si cewek tomboy, tapi punya daya tarik tersendiri. Gara-gara kalah balapan, Pradita dihukum harus menjadi pacarnya Bara selama seminggu. Wah, beneran gak tuh pacarannya? Menurut para cewek-cewek, Bara itu adalah cowok tercakep dan terkeren seantero sekolah farmasi. Udah cakep, keren, tajir, model, pinter lagi. Aaah, sempurna banget sih? Gak juga. Bara juga punya kekurangan. Ia memiliki masa lalu yang tidak akan ia ceritakan pada siapa pun selain ... Pradita. Well, Danu tidak bisa tinggal diam melihat sahabatnya terjerat cinta pada cowok menyebalkan seperti Bara. Danu terus menerus mencari-cari kesalahan Bara hingga membuat Pradita jadi kesal. Padahal Danu sendiri sudah berpacaran dengan Arini, si gadis cantik manis seperti gulali. Pradita dan Danu jadi bermusuhan. Belum lagi, Pradita menjadi rebutan para laki-laki di sekolah. Jadi, sebenarnya Danu itu sayangnya sama Arini atau Pradita ya? Lalu, apa Bara sebenarnya sayang sama Pradita atau semua ini hanya sekedar permainan? Setelah lulus SMA, mereka semua berpisah dan menjalani hidup masing-masing. Suatu hari mereka saling bertemu kembali. Siapa sangka jika Pradita si gadis preman bisa berubah menjadi wanita yang anggun dan cantik jelita? Tidakkah Danu merasa menyesal karena sempat bermusuhan dengan Pradita? Akankah Danu mencoba untuk menyatakan perasaannya yang sebenarnya pada Pradita? Siapakah pria yang akan berhasil mendapatkan hati Pradita? Temukan kisah mereka hanya di Webnovel. PERHATIAN! Buku ini mengandung konten dewasa. Harap yang masih di bawah umur untuk tidak membaca buku ini. Bijaksanalah sebelum memilih bacaan Anda. Terima kasih. Silakan follow IG saya: santi_sunz9

Santi_Sunz · Teen
5.0
405 Chs

SUPPORT