webnovel

My Destiny from the Dream

[PROSES REVISI] Ini merupakan mimpi-mimpi kematian yang dibawa oleh seorang gadis bernama Aya. Siapapun yang mengenalnya, akan mendapatkan kematian melalui kejadian yang menjadi kenyataan dari mimpi Aya. Ini merupakan kisah dimana Aya sang gadis kutukan mimpi yang penyendiri dan juga kisah cinta dari sahabat kecilnya yang tidak takut mendapatkan kematian dari Aya. * Hai semua! Ini adalah cerita keduaku disini Romansa yang sedikit berbumbu fantasy Berharap kalian suka:)) Jangan lupa beri power stone Sangat terbuka untuk komentar yang membangun Cover by apgraphic_ Terima kasih! Chuuby_Sugar

Chuuby_Sugar · แฟนตาซี
Not enough ratings
353 Chs

Kacau

Suasana tampak riweh begitu Aya menginjakkan kakinya di ruang rapat. Semua orang didalam timnya tampak sangat sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.

Aya menghampiri Yuda yang sibuk mengotak-atik komputer dan beberapa dokumen.

"Yud, ada apa?"

"Ya, lo dari mana aja? Dua hari ditelfon gak ada respon." Aya melihat sekeliling, merasa bersalah kepada rekan setimnya karena meninggalkan tanggung jawab sebagai ketua proyek.

"Itu gak penting. Yang penting sekarang kenapa kalian sibuk banget gini? Bukannya sudah hampir final?"

"Mei lo jelasin ke Aya gih. Lo kan yang handle semua selagi Aya gak masuk." Semua orang duduk mengelilingi Aya dan Meira.

"Jadi perusahaan yang minta proyek ke kita, tiba-tiba merombak semuanya dari awal, itu kita gak masalah. Tapi yang masalahnya, kita gak bisa minta perpanjangan waktu buat mulai dari awal." Aya membolak-balikan dokumen yang diminta oleh perusahaan Genie untuk merombak semuanya dari awal.

"Lanjut."

"Padahal kemarin Senin aku sama Vano udah kesana buat nyerahin hasil akhir, tapi mereka gak puas dan minta ulang dari awal." Tambah Angel menjelaskan.

"Kamu tanya apa saja yang bikin mereka gak puas?"

Angel dan Vano menggeleng serempak. Aya memijit keningnya yang berdenyut nyeri, mungkin sekarang Aya tidak bisa menghemat energinya.

"Harusnya kalian tanya." Aya menatap semua anggota timnya yang menunduk dalam.

"Oke, ini salah aku yang gak ngawasin kalian. Habis ini Angel sama Vano ikut aku ke Genie, kita temuin langsung atasan mereka tanya alasan mereka menolak ini." Angel dan Vano mengangguk patuh.

Toktok!

Suara ketukan pintu menginterupsi diskusi mereka.

"Aya, ikut aku." Wati memberi Aya aba-aba untuk mengikutinya. Aya segera bangkit dari duduknya keluar dari ruangannya.

"Mati lo ya! Kena marah Bu Wati lo!" Aya mendelik kearah Yuda yang masih sempat-sempatnya meledek Aya ditengah kekacauan ini.

"Sialan lo Yud." Aya berjalan keluar kemudian kembali lagi ke ruang rapat.

"Van, jangan hubungin Genie dulu atau gak mereka punya alasan untuk kabur dari kita. Kita buat kejutan. Oke?" Vano segera meletakkan gagang telfon ke tempat semula.

Mungkin setelah ini Aya akan kena amukan Wati dan kemungkinan terburuknya Aya akan kena SP.

*

Aya mengetuk pintu ruangan Wati, kepala bagian memang memiliki satu ruangan khusus. Terlebih disebuah perusahaan desain ternama tempat Aya bekerja ini.

Begitu Aya masuk, Aya segera diseret Wati masuk dengan cepat.

"Ada apa Bu?"

"Gak usah formal."

"Ada apa Ti?"

"Gimana gue bisa sabar kalau lo sama Citra gak ada kabar selama dua hari ini, gue pikir kalian liburan bareng atau semacamnya. Tapi lihat lo berangkat sendiri kayaknya lo gak sama Citra, gue kan jadi bingung mau kasih kabar gembira tapi kalian gak bisa dihubungi."

"Bentar, Citra gak masuk dua hari?"

"Iya."

"Terakhir gue telfon sih kayaknya lagi nyeri haid. Mungkin masih sakit." Aya memaksakan fikirannya untuk terus berfikir positif.

"Bentar Ya, bibir lo kering banget sumpah, mana warnanya kayak mak lampir lagi." Aya mengambil bedak yang didalamnya terdapat cermin itu.

"Iya, apa lipstik yang aku pake expayed ya? Soalnya lama banget gak pernah aku pake."

"Lagian kenapa pake warna aneh gitu sih?"

"Gue nutupin bekas ciumannya.. Tian." Aya merutuki dirinya yang dengan mudahnya mengatakan hal itu kepada Wati. Coba lihat sekarang, Wati menatapnya aneh.

"Oh jadi kamu dua hari ini sama Tian terus ya. Lo pasti disuruh olah raga terus kan?"

"Apa sih, enggak!"

"Jangan bohong, waktu kemaren aku ke apartnya si Tian lo juga ada disana kan?"

"Iya! Kenapa?!" Kalau itu memang benar, hanya saja olahraga? Aya sendiri merinding jika membayangkan maksud dari Wati.

"Sekarang cerita, ada kabar baik apa?" Jika Aya tidak segera mengalihkan pembicaraan, pasti Wati akan terus menggodanya.

"Cuma mau kasih tahu, aku sama Verdi gak jadi cerai. Udah sih itu aja, gak terlalu spesial kan? Aku tahu." Aya menggeleng sembari mendecakkan lidahnya mendengar Wati bertanya dan menjawab pertanyaannya sendiri.

"Gue kira lo bakal kasih gue SP gara-gara gak masuk karena sakit."

"Itu nanti, setelah lo beresin kekacauan yang tim lo perbuat."

"Siap, Yang Mulia. Saya undur diri dulu melaksanakan tugas." Aya membungkukkan setengah badannya ala-ala dayang kepada sang ratu.

Wati hanya bisa terkekeh, melihat tingkah Aya. "Harus beres ya?" Ucap Wati sebelum Aya benar-benar keluar, menutup pintu.

*

Aya, Vano dan Angel pergi ke kantor pusat Genie untuk meluruskan masalah yang terjadi. Berani-beraninya mereka meminta perombakan kepada anggota timnya tanpa konfirmasi dengan ketua timnya.

Aya meregangkan tulang lehernya dan jari-jarinya hingga berbunyi khas tulang yang sedap didengar. Aya terhenti di depan gedung yang tingginya melebihi gedung kantornya ini.

Genie, perusahaan yang mengelola aplikasi belanja terbesar dan terbaik di negara ini. Untuk acara ulang tahun Genie yang ke lima tahun, Aya dan timnya dipercaya untuk memperbarui tampilan website dan membuat situs belanja versi aplikasi mereka. Apa mereka tidak punya tim desain sendiri? Ya, mungkin karena kinerja perusahaannyalah yang membuatnya dipercaya.

"Ayo masuk."

Aya dipersilahkan masuk, setelah berusaha mati-matian untuk meyakinkan sekretaris pimpinan untuk menyampaikan pesan bahwa Ketua Tim Proyek Aplikasi Perusahaan ingin menemuinya walau hanya sebentar saja.

"Tunggu, hanya boleh satu orang saja yang masuk." Cegah sekretaris itu, membuat Aya tertawa sumbang tak percaya dengan apa yang dilakukannya.

"Kalau gitu aku saja." Aya mengajukan diri.

Aya baru menyadari jika Angel dan Vano memiliki sikap yang sedikit kekanakan menurutnya, pasalnya sebelum Aya masuk mereka berdua tampak antusias mengepalkan tangan bersamaan dengan mulut yang berbicara namun tidak bersuara. Membentuk kata 'semangat' untuknya.

Sesekali Aya mengusap kedua tangannya yang memakai kemeja sesiku. Dokumen yang dibawanya digunakan untuk menutupi pahanya karena memakai rok diatas lutut.

Ruangan ini begitu bersih dan rapi, sayangnya Ac diruangan ini di setel terlalu rendah.

Tak lama Aya menunggu, pintu ruangan terbuka menampilkan sosok pria yang sedikit tampan dan berpenampilan rapi. Hanya saja masih kalah jika dibandingkan dengan Tian.

Tunggu, kenapa Aya malah memikirkan itu sekarang?

"Selamat siang." Aya segera berdiri menyambut uluran tangan pimpinan itu. Dari papan nama yang ada diatas meja, Aya tahu nama pimpinan ini adalah Kevin.

"Selamat siang pak, Saya Aya, ketua proyek untuk mengembangkan pasar bapak ke ranah aplikasi." Aya menyadari kediaman Kevin yang menunggunya untuk mengatakan maksud dan tujuannya kesini.

"Jadi pak, saya kesini mau bertanya tentang aplikasi yang sudah dibuat oleh tim saya tiba-tiba di rombak dari awal tanpa mengundur waktu deadline. Kira-kira alasannya apa ya pak?"

Aya sedikit tidak suka ketika orang yang ada dihadapannya ini malah mendecakkan lidah bukannya menjawab pertanyaannya.

"Kenapa kamu bilang ini ke saya? Bukannya saya sudah mengutus orang dari perusahaan untuk menanganinya?"

Aya benar-benar ingin menjambak orang di depannya.