webnovel

Meledak

Daniel dan Jessy menikmati setiap waktu mereka dengan hati riang. Apapun yang diinginkan Jessy selalu dipenuhi Daniel walau terkadang Daniel hanya bisa garuk-garuk kepala saat Jessy ngidam hal yang sulit didapatkan.

"Ayah dan Ibu pasti senang melihat foto USG calon cucunya," ujar Daniel antusias setelah kepulangan mereka dari rumah sakit dan berencana ingin menunjukkan USG pertama anaknya ke Ardan dan Sekar.

"Iya … mereka pasti senang," balas Jessy.

Daniel lalu membuka pintu rumah, "Helowwww anybody home?" teriak Daniel saat ia tidak melihat satu anggota keluarga pun di ruang keluarga. Biasanya Ardan dan Sekar selalu menghabiskan waktu di ruang keluarga untuk sekedar menikmati acara televisi atau menunggu kepulangan anak-anaknya.

"Kok sepi ya?" tanya Daniel ke arah Jessy.

"Mungkin sudah tidur," balas Jessy. Daniel melirik jam di tangannya dan rasanya tidak mungkin seluruh keluarga tidur saat jarum jam baru di angka delapan. Keluarganya punya kebiasaan tidur selalu di atas jam sembilan.

"Mungkin di kamar … kamu tunggu di sini," Daniel menyuruh Jessy duduk dan ia memanggil kedua orangtuanya ke kamar.

"Apa kamu bilang?" tanya Ardan dengan nada tinggi. Daniel menghentikan langkahnya dan mendengar asal suara dari ruang kerja milik Ardan. Daniel lalu mendekati ruang kerja itu dan membukanya pelan. Ia melihat Ardan, Sekar, dan Galih sedang duduk dalam posisi tegang. Bahkan Ardan tidak tahu kalau Daniel sedang mengintip pembicaraan mereka.

"Hey, kamu ngapain?" tanya Jessy. Daniel membuat gerakan dengan tangannya agar Jessy diam.

"Aku mencintai Ayana dan aku mau Ayah membatalkan pertunangan Ayana dengan laki-laki bajingan yang tadi dipergoki Ayana sedang bersama wanita lain di hotel," ujar Galih dengan wajah serius.

"Ya ampun," Daniel menutup pintu dan melihat ke arah Jessy.

"Ada apa?" tanya Jessy.

"Perang … sebentar lagi akan terjadi perang di rumah ini. Biyandra jujur tentang cintanya ke kak Yana dan aku yakin Ayah dan Ibu pasti murka, ya Tuhan kenapa rumah ini tidak bisa tenang. Selalu saja ada masalah yang bisa bikin sakit kepala," Daniel memegang kepalanya, Jessy membuang napasnya dan berusaha menenangkan Daniel.

"Sudah seharusnya Biyandra melakukan itu demi cintanya. Aku mendukungnya walau akan berdampak hubungan mereka akan berantakan, kamu ingat selama Biyandra di Amerika? Dia selalu membahas Ayana Ayana dan Ayana," ujar Jessy. Daniel mengangguk dan akhirnya mengajak Jessy pergi dan membiarkan Galih menyelesaikan masalahnya.

"Mencintai Ayana? Kamu mencintai kakak kamu?" tanya Ardan masih tidak percaya setelah mengetahui Galih mencintai Yana.

"Kami tidak ada ikatan darah dan dia bukan kakak kandungku," bantah Galih. Ardan langsung memukul meja dengan tangannya. Sekar tersentak begitupun Galih.

"Keluarga itu tidak sekedar ikatan darah tapi banyak hal yang mengikat hubungan. Kamu dan Ayana sama-sama anak Ayah dan Ayah tidak akan mengubah ikatan persaudaraan di antara kalian menjadi ikatan gila seperti yang kamu bilang tadi," tolak Ardan.

"Aku mencintai Ayana sejak kami tinggal di rumah ini … Ayah tahu apa alasan aku akhirnya bisa bicara? Karena Ayana … dia yang membuat aku belajar melupakan masa lalu dan menghapus rasa trauma itu dan akhirnya sembuh seperti laki-laki normal lainnya karena Ayana. Hanya dia dan kini aku akan berjuang untuk mendapatkannya,"

Sekar membaca isi hati Galih melalui matanya dan lagi-lagi Sekar melihat kemiripan Ardan dan Galih dalam hal sikap dan cara menyampaikan isi hatinya.

"Itu hanya obsesi Galih. Kamu hanya ingin Ayana bersamamu dan ketika dia memutuskan untuk menikah …" Ardan masih berusaha menolak tapi melihat keberanian Galih ia pun sadar kalau anak laki-lakinya sedang jatuh cinta.

"Aku mencintai Ayana. Ini bukan obsesi seperti yang Ayah pikir … aku yakin dengan hatiku dan bukankah kita harus berjuang demi wanita yang kita cintai, seperti Ayah dulu memperjuangkan Ibu setelah Ayah melakukan kesalahan yang mungkin bagi setiap wanita di luar sana sulit untuk dimaafkan," balas Galih lagi.

"Maksud kamu apa?" tanya Ardan. Kata-kata Galih tersirat penuh sindiran.

"Aku mau Ayah batalkan pernikahan Ayana dan jangan biarkan Ayana menikah dengan laki-laki itu. Dia bajingan dan tukang selingkuh bahkan tadi Ayana memergokinya bersama wanita lain, seharusnya Ayana menikah dengan aku!" Galih hilang kesabaran saat Ardan tak kunjung mengerti dengan hatinya.

Perdebatan demi perdebatan semakin memanaskan suasana, berkali-kali Sekar mencoba menenangkan Ardan dan Galih yang sama-sama tersulut emosi. Tapi, mereka bagai pinang dibelah dua. Keras dengan ego masing-masing dan tidak ada yang mau mengalah. Ardan merasa hubungan Yana dan Galih tidak bisa berubah dari hubungan kakak adik menjadi suami istri, sedangkan Galih tetap pada pendiriannya untuk menikahi Yana.

Alleia dan Galang akhirnya sampai di Jakarta keesokan harinya. Alleia pasrah jika nanti kedua orangtuanya marah dan menghukumnya. Setelah menunggu puluhan jam baru malam ini Alleia dan Galang tiba di Jakarta.

"Apapun yang terjadi kakak nggak boleh menyerah ya, kalau kakak cinta sama aku jangan berhenti berjuang dan kalau Ayah marah kakak diam saja dan jangan melawan. Ayah paling tidak suka kalau sedang marah dijawab. Aku takut kesehatan Ayah semakin memburuk," ujar Alleia saat mereka akhirnya sampai di rumah.

"Jangan terlalu dipikirkan," Galang merapikan anak rambut di pipi Alleia dan setelah itu barulah mereka turun dari mobil. Galang membuka pagar dan melangkah masuk ke dalam dengan rasa was-was. Alleia mengikutinya dari belakang dan tidak berhenti membaca doa agar semuanya baik-baik saja.

"Tenang Alleia ... Ayah dan Ibu sangat menyayangi aku dan tidak mungkin mereka membiarkan aku sedih," ujar Alleia dalam hati.

Sebelum masuk Alleia dan Galang menarik dan membuang napas secara bersamaan. Mereka saling melirik satu sama lainnya dan bersama-sama masuk ke dalam rumah.

"Ayah ... Ibu ... Alleia sudah pulang," teriak Alleia.

"Lancang!" teriakan Ardan membuat Alleia langsung terkejut. Alleia langsung menegang dan wajahnya pucat mendengar teriakan Ardan, Alleia lalu memegang Galang dan menggelengkan kepalanya.

"Aku takut kak ... Ayah tidak pernah semarah ini," ujar Alleia. Galang membuang napasnya dan berusaha menenangkan Alleia. Galang mendengar keributan dari arah ruang kerja Ardan dan menyuruh Alleia untuk segera naik ke atas.

"Kak … Ayah kenapa bisa semarah itu?" tanya Alleia penasaran.

"Stttts, mungkinkah Tuan bertengkar lagi dengan Den Galih atau Den Biyandra?" tanya Galang. Alleia mengangkat bahunya dan semakin ingin tahu apa yang dipertengkarkan ayah dan kakaknya.

"Seharusnya Ayah bangga aku jujur tentang perasanku dan meminta izin untuk menggantikan posisi bajingan itu. Seharusnya Ayah bangga aku mencintai wanita seperti Yana bukannya gadis tidak jelas seperti yang Ayah dan Ibu takutkan selama ini. Seharusnya …" ujar Galih masih dengan emosi tinggi.

"Kamu!" Ardan mencengkram gelas yang ada di mejanya. Sekar berusaha menenangkan Ardan dan memberi kode Galih untuk menghentikan pertengkaran ini sampai emosi Ardan turun dan bisa diajak bicara.

"Seharusnya ayah senang aku meminta izin langsung ke Ayah bukan dengan cara memerkosanya untuk bisa memiliki tubuhnya. Tidak seperti Ayah yang tega memerkosa Ibu! Seharusnya ..." Galih habis kesabaran dan akhirnya melontarkan kata-kata yang akan ia sesali nanti. Sekar menatap Galih dan terkejut Galih bisa tahu tentang rahasia Ardan dan Sekar.

Ardan tidak lagi membalas dan memilih diam setelah Galih menyindirnya dengan kenyataan yang selama ini ia tutupi dari anak-anaknya. Tidak ada yang tahu perbuatan jahatnya dulu dan kini Galih tahu. Sekar lalu mendekati Galih dan langsung melayangkan tangannya ke pipi Galih.

Plakkkkk

"Anak nakal!" Tidak pernah Sekar semarah ini. Galih memegang pipinya dan meringis menahan rasa panas di pipinya. Ia menatap mata Sekar yang mulai menitikkan airmata.

"Anak nakal!" ujar Sekar sekali lagi.

Alleia menutup mulutnya dan tidak percaya kalau ternyata hubungan Ardan dan Sekar sangat menyedihkan.

"Tahu apa kamu hah!" tanya Sekar dengan suara bergetar, "Ayah dan Ibu mengadopsi kamu dan Yana karena kami sangat menyayangi kalian. Ibu pikir rasa cinta yang kamu rasakan ke dia tulus dan wajar karena kalian tidak punya ikatan darah. Ibu bahkan berjanji akan membujuk Ayah untuk mengizinkan kalian menikah tapi setelah melihat perangai dan sikap egois yang kamu tunjukkan barusan. Ibu tidak akan membiarkan Yana menikah dengan kamu," ujar Sekar dengan tegas.

Galih tertawa miris, "Kenapa? Karena aku bukan anak kandung Ibu? Dan aku tidak berhak untuk bahagia?" tanya Galih.

"Karena kamu belum dewasa. Kamu sedang diliputi rasa amarah dan semua ini hanya kamu jadikan pelarian untuk membalas Ibu. Ibu tidak akan membiarkan kamu menikahi Yana," Galih semakim tertawa miris. Ia menjambak rambutnya dan melihat Sekar dengan tatapan penuh amarah, kecewa, dan miris.

"Kenapa sejak kecil aku tidak diizinkan untuk bahagia. Kenapa saat aku ingin bahagia walau hanya sedikit ada saja halangannya. Bahkan kebahagianku kini di tangan orangtua yang membuangku, kenapa! Kenapa!" teriak Galih dengan suara bergetar dan ia mendekati dan memegang bahu Sekar.

"Kenapa Ibu membuangku? Kenapa Ibu buat aku sedih? Kenapa Ibu melarangku untuk bahagia? Ibu tidak berhak atas hidupku! Kenapa Ibu tidak mencintaiku? Kenapa Ibu tidak mengenali Biyandra Bu, kenapa?" teriak Galih kesetanan dan akhirnya luruh ke lantai. Dadanya sesak dan beban berat yang ia simpan bertahun-tahun akhirnya tumpah.

Alleia akhirnya memutuskan untuk masuk dan melihat Ardan terdiam tanpa banyak kata. Sekar bahkan masih berdiri di tempatnya dengan wajah pucat dan tubuh bergetar. Alleia mendekati Galih dan memeluk kakaknya itu yang masih menangis.

"Kak, jangan marah lagi … jangan nangis kak," Galih membenamkan wajahnya di dada Alleia dan masih menangis sesegukan.

"Kenapa Ibu tega membuangku? Aku salah apa?" tanya Galih lagi. Ardan mencoba mencerna semua ucapan Galih dan akhirnya ia menarik satu kesimpulan tentang jatidiri Galih yang sebenarnya.

Sekar langsung luruh dan ingin memegang Galih tapi ia urungkan saat sadar dirinya bukan ibu yang baik. Bahkan ia tidak sadar kalau anak kandungnya ternyata selama ini bukan Daniel tapi Galih

"Ibu … Ayah … ada apa ini? Rahasia apalagi ini?" Alleia melihat ibu serta ayahnya secara bergantian.

"Bi ... Biyandra?"

"Aku hanya ingin dicintai oleh Ibu dan Ayana," sambung Galih dengan wajah terluka.