Hari ini adalah hari terakhir Alekta berstatus lajang, dia akhirnya akan menikah dengan Elvano. Meski hatinya sudah tidak bisa menjadi milik Elvano sepenuhnya. Karena di dalam hatinya masih ada Caesar, meski pria itu sudah mengecewakan dirinya.
Pesta pernikahan ini dilaksanakan di rumah karena ini adalah salah satu syarat Alekta untuk menikah dengan Elvano. Karena sedari dulu dia menginginkan pesta pernikahan yang sederhana yang diadakan di rumah.
Ayah dan ibu pun menyetujui keinginan dari Alekta begitu juga dengan Elvano dan keluarganya. Mereka tidak mempermasalahkan semua itu, malahan mereka merasa senang dengan apa yang diinginkan oleh Alekta.
"Kamu terlihat cantik, Sayang." Ucap ibu yang baru saja masuk ke dalam kamar.
Alekta hanya memasang sang ibu yang sudah terlihat sangat cantik juga. Meski sudah berumur, sang ibu masih tidak kalah cantik dengan putrinya.
"Ibu, juga terlihat sangat cantik." Imbuh Alekta dengan senyumnya.
"Kamu adalah pengantin yang cantik, semoga setelah pernikahan ini kamu bisa hidup bahagia. Cobalah untuk melupakan masa lalu dan buka hatimu untuk pria yang akan menjadi suamimu," Ibu berkata sembari menyentuh kedua tangan Alekta.
Sang ibu tidak ingin melihat pernikahan putrinya hancur dengan cepat karena Alekta tidak bisa membuka hatinya untuk suaminya. Karena sekuat apa pun usaha suaminya kelak jika Alekta tidak membuka hatinya maka semua itu tidak ada artinya.
"Aku tidak tahu. Apakah aku bisa melakukan apa yang Ibu katakan atau tidak," Alekta berkata sembari memalingkan wajahnya.
"Kamu pasti bisa. Karena kamu adalah putriku dan juga putri dari Suryana," timpal sang ibu.
Alekta menghela napasnya, dia hanya bisa berusaha untuk melakukan apa yang bisa dilakukan olehnya. Dia juga tidak tahu bagaimana nanti Elvano akan bersikap padanya.
Ada sedikit rasa takut di hatinya, jika Elvano akan bersikap dingin terhadapnya. Karena dia mengenal Elvano yang lebih suka bekerja dibandingkan dengan yang lainnya.
Terdengar suara ketukan pintu, ibu menyuruh orang yang itu masuk. Terlihat Casandra yang membuka pintu, dengan senyum khasnya dia berjalan masuk.
"Kamu di sini? Bukankah seharusnya kamu berada di sana dengan kakakmu?" tanya ibu pada Casandra.
"Ibu, apa aku tidak boleh melihat sahabatku ini?" Casandra balik bertanya dengan nada seperti seorang anak kecil.
Ibu tersenyum lalu dia berkata untuk menunggu sebentar di sini dan menemani Alekta. Karena ada yang harus diperiksa apakah sudah siap atau belum.
Sang ibu pun langsung berjalan keluar saat melihat anggukan kepala Casandra. Itu menandakan jika sahabat putrinya itu setuju dengan permintaannya.
"Bagaimana perasaanmu?" tanya Casandra pada Alekta yang masih berdiri di depan cermin.
"Aku tidak tahu," jawabnya singkat.
Casandra menatap Alekta kembali, dia merasa jika sahabatnya itu tidak bahagia dengan pernikahan ini. Namun, semua ini adalah demi kebaikannya dan juga kebaikan Elvano.
Dia lebih setuju jika yang menikah dengan Elvano adalah sahabatnya itu. Karena ada sesuatu yang tidak bisa dikatakan olehnya tentang Elvano.
Dirinya hanya memberikan kesempatan pada Elvano untuk mengatakan semuanya pada Alekta. Sehingga sahabatnya itu akan merasa berbeda. Mungkin itu akan membuat Alekta membuka hatinya untuk Elvano.
Ponsel Casandra bergetar, dia mengambil ponsel dari dalam tasnya. Dia melihat latar ponselnya, tertera nama sang ibu. Diangkatnya telepon itu, dia mendengar apa yang dikatakan oleh sang ibu yang menyuruhnya untuk segera kembali.
Setelah mengatakan itu, Casandra menutup teleponnya. Dia melihat sekeliling ruangan tidak ada siapa-siapa kecuali Alekta.
"Pergilah. Aku tidak apa-apa ...," ucap Alekta pada Casandra.
"Serius? Apakah tidak masalah? Bukankah ibumu belum tiba di sini?" Casandra terus bertanya pada Alekta karena dia merasa khawatir saja dengan sahabatnya itu.
Waktu terasa lama, Alekta masih duduk di dalam kamarnya. Menunggu hingga ada orang yang mengatakan padanya bahwa semuanya akan segera di mulai.
Pintu kamar diketuk dan tidak begitu lama perlahan terbuka. Terlihat sangat ibu yang dengan khasnya berjalan masuk.
"Sudah saatnya, ayo kita keluar." Ibu berkata sembari membatu sang putri untuk berdiri.
Mereka berjalan perlahan keluar, menelusuri setiap inci dari rumahnya. Hati Alekta mulai merasakan kegelisahan, apakah pernikahan ini memang harus terjadi. Apakah dirinya tidak bisa membatalkan pernikahan ini. Karena dia yakin jika pernikahan ini hanya akan menghasilkan kekecewaan dan kesedihan.
Elvano melihat Alekta berjalan mendekat, dalam benaknya berkata jika wanita yang akan dinikahinya ini terlihat begitu cantik.
"Ada apa? Apa kau sudah suka padanya?" bisik Casandra pada Elvano.
"Diam kau!" timpal Elvano dengan nada dingin.
Kedua mempelai sudah hadir, acara pernikahan pun di mulai. Mereka pun akhirnya telah sah menjadi pasangan suami-istri. Terlihat kelegaan di wajah sang ibu dan ayah setelah melihat putrinya menikah dengan pria yang cocok.
"Perlihatkanlah senyummu, Sayang. Jangan memberikan penilaian buruk di mata para tamu undangan," bisik sang ibu pada Alekta.
Alekta terketuk sang ibu mengatakan itu tetapi apa yang dikatakan memang benar adanya. Jika dia memperlihatkan kebahagiaan maka akan ada gunjingan dan itu membuat nama sang ayah menjadi buruk di mata mereka.
Dia pun akhirnya mencoba untuk tersenyum, memperlihatkan kebahagiaan atas pernikahannya dengan Elvano. Namun, itu terlihat dengan jelas oleh Casandra bahwa senyum yang timbul adalah kepalsuan.
"Aku berharap semoga kamu bisa tersenyum lepas karena bahagia," gumam Casandra.
"Apa yang kamu maksud?" Elvano bertanya untuk meyakinkan apa yang terdengar oleh telinganya.
"Tidak apa-apa Kak, aku berharap kamu bisa membahagiakan sahabatku itu." Casandra menjawab sembari tersenyum lalu berjalan mendekat pada Alekta.
Alekta melihat Casandra sedang berjalan mendekat, terlihat senyum lembut sahabatnya itu. Dia tidak mengira jika Casandra akan menghambur memeluk dirinya, sehingga membuat tubuhnya oleng dan akan terjatuh. Untung saja dia masih bisa menyeimbangkan tubuhnya.
"Apa kau sudah gila? Bagaimana jika kita berdua terjatuh?" tanya Alekta karena tingkah sahabatnya itu.
"Aku bahagia akhirnya kau menjadi Kakak iparku," jelas Casandra dengan sangat bahagia lalu dia melepaskan pelukannya.
"Bagaimana denganmu? Kapan kau akan menikah dengannya?" tanya Alekta pada sahabat yang sekarang menjadi iparnya itu.
Casandra terdiam, dia tidak bisa menjawab semuanya dengan pasti. Karena dia belum mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang dilayangkan oleh sahabatnya itu.
Alekta menatap Casandra, dia menunggu jawaban dari wanita yang ada di hadapannya itu. Namun, semua itu teralihkan setelah terdengar suara dari sang ayah yang menandakan pesta pernikahan ini sudah berakhir.
"Sayang, apa kamu tidak lelah?" tanya ibu pada Alekta.
Alekta mengangguk, karena dia sudah merasa lelah tetapi masih ingin mengetahui jawaban dari Casandra. Akan tetapi, Casandra mengelak dan menyuruhnya untuk beristirahat dan dia pun akan pulang ke rumah bersama kedua orang tuanya.
"Casandra ...," panggilan Alekta yang masih ingin mendengar jawaban dari sahabatnya itu.
"Perjuanganku masih panjang ...," jawab Casandra sembari berjalan meninggalkan dirinya.
"Aku tahu perjalanan yang akan kau tempuh pasti sangat sulit," gumam Alekta sembari berjalan menuju kamarnya.