webnovel

Mengejar Cintamu

“Mengapa kau menyetujui rencana pernikahan kita? Jika di hatimu hanya ada dia?” Hanya satu pertanyaan itu yang tidak bisa dijawab dengan cepat oleh Alekta Suryana. Dia hanya bisa terdiam dalam duduknya dan masih mengenakan gaun pengantin berwarna putih.

macan_nurul · Urban
Not enough ratings
331 Chs

27. Kedatangan Kamila

Alekta terdiam sembari berdiri di depan cermin, melihat kembali dirinya yang masih mengenakan gaun pengantin. Sekarang dirinya bukan lagi Alekta Suryana yang dulu karena hari ini dia sudah berubah menjadi seorang istri dari Elvano Mahardika.

"Masuk ...," Alekta menyuruh seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.

Gagang pintu bergerak, perlahan pintu kamar pun terbuka. Alekta menatap ke arah pintu untuk mengetahui siapa yang akan masuk kedalam.

"Kau ...,"

"Iya. Ini aku," sela Kamila yang masih berjalan mendekat.  

Alekta menatap Kamila dengan saksama, dia ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh wanita ini. Karena sudah lama tidak bertemu dengannya. Namun, ada yang aneh dengan Kamila kali ini dan dia tidak tahu apa itu.

"Mengapa kau menikah dengan pria lain? Aku pikir kau akan menikah dengan Caesar," tanya Kamila pada Alekta yang terlihat terkejut dengan pertanyaan yang dijalankan olehnya.

"Apa maksudmu?" Alekta balik bertanya sembari berusaha menghilangkan rasa keterkejutannya.

Kamila tidak membuang-buang waktunya, dia mengatakan jika hubungannya dengan Caesar sudah berakhir. Sebab dia sudah tidak bisa lagi membuat Caesar berada di dalam pelukannya.

Caesar begitu sangat mencintai wanita lain, sehingga dia terlihat menderita jika bersama dengannya. Di tambah lagi saat ini dirinya sudah tidak bisa untuk selaku ada di dekatnya dan membantunya dalam mengejar impiannya.

Semua yang ada di dalam hati Kamila diungkapkan dengan jelas pada Alekta. Itu semua membuat Alekta menjadi bimbang dan merasa menyesal karena sudah melakukan pernikahan ini.

"Bacalah ini. Nanti kau akan mengerti dengan semuanya," Kamila menyerahkan sepucuk surat pada Alekta lalu dia berjalan keluar dan menutup pintu kamar dengan rapat.

Alekta terduduk, dia tidak mengira dengan semua ini. Itu artinya dia sudah salah menilai Caesar dan malah menikah dengan Elvano. Dia mulai merutuki dirinya karena sudah menjadi wanita bodoh.

Dia membuka surat yang diberikan oleh Kamila tadi lalu membacanya dengan perlahan agar tidak ada satu hal yang terlewati olehnya. Air matanya menetes tatkala membaca satu persatu kata yang tertulis di dalamnya.

Hatinya merasa sakit membaca semua yang tertulis di dalamnya. Alekta merasa jika dirinya begitu bodoh bahkan sangat bodoh. Mengapa dia bisa menjadi wanita yang tidak bisa melihat kesungguhan dari seorang pria.

Sekarang semuanya sudah terlambat, Caesar akan pergi untuk selamanya dan dia tidak akan pernah bisa bertemu lagi dengan pria yang sangat di cintanya itu. Dua memukul-mukul dadanya untuk menghilangkan rasa sakit.

Terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekat ke arahnya. Dengan cepat Alekta merapikan semuanya dan menyimpan surat itu di tempat yang aman, sehingga tidak ditemukan oleh orang lain.

Dia langsung menghapus air matanya dan melihat ke cermin apakah riasan di wajahnya berantakan atau tidak. Alekta tidak ingin jika terlihat oleh orang lain jika dirinya habis menangis.

Pintu kamar terbuka, Elvano berjalan masuk. Dia melihat Alekta yang masih duduk di depan meja riasnya. Dia menatapnya dengan saksama, ini adalah wanita yang sudah menjadi istrinya.

"Mengapa kau menyetujui rencana pernikahan kita? Kalau di hatimu masih ada dia?" tanya Elvano yang membuat Alekta terkejut.

Alekta terdiam, dia masih terkejut dengan pertanyaan Elvano. Otaknya tidak bisa mencerna lagi apa yang harus di jawab. Dia berpikir apakah Elvano sudah tahu tentang Caesar.

***

Sudah dua hari semenjak pernikahan Alekta, dan malam itu menjadi malam yang tidak bisa dilupakan olehnya. Karena Elvano mengetahui bahwa di hatinya ada Caesar.

Sikap Elvano semakin dingin pada Alekta, dia menyibukkan dirinya dengan pekerjaan yang tiada habisnya. Mereka sama sekali jarang berbicara tetapi jika di depan ayah dan ibu mereka terlihat seperti pasangan pengantin yang berbahagia.

"Ayah dan Ibu, Elvano akan membawa Alekta ke Singapura. Di sana masih banyak yang harus aku selesaikan," ucap Elvano yang membuat sang ayah terkejut karena belum siap untuk ditinggalkan oleh putrinya begitu pula dengan sang ibu.

Akan tetapi, mereka berdua juga tidak bisa melarang Elvano untuk membawa putrinya pergi. Sebab seorang Alekta sudah menjadi seorang istri. Dan kewajiban seorang istri adalah ikut ke mana saja suaminya berada. Meski itu harus meninggalkan jauh kedua orang tuanya.

"Kapan kalian akan pergi?" tanya ayah.

"Siang ini," jawab Elvano singkat.

"Siang ini?" Ibu bertanya dengan keterkejutannya.

Sedangkan Alekta tidak bisa berkata apa-apa, dia hanya bisa mengikuti apa yang diinginkan oleh Elvano. Sebab dia tidak ingin melihat kedua orang tuanya bagaimana kondisi rumah tangganya.

"Semuanya sudah di siapkan, kami hanya harus pergi saja. Sedangkan sisanya bisa kami dapatkan di Singapura," jelas Elvano.

Ibu menghela napasnya, dia sudah mengerti dan tidak akan melarang mereka berdua pergi. Mungkin dengan langkah ini bisa membuat Alekta membuka hatinya untuk Elvano dan melupakan Caesar.

Setelah mengatakan semua itu Elvano pamit untuk kembali ke kamar, dia hendak menyiapkan semuanya dengan baik. Dia menghubungi asistennya untuk menyiapkan apa yang dibutuhkannya.

"Apa kamu sudah bersiap?" tanya ibu pada Alekta.

"Sudah." Jawabnya singkat.

"Kamu harus ingat sekarang kamu sudah menikah dan harus melayani semua kebutuhan suamimu. Ibu harap kamu bisa melupakan pria itu dan membuka hatimu untuk Elvano." Ungkap ibu yang mengingatkan pada Alekta siapa jati dirinya sekarang ini ialah seorang istri.

"Aku paham, Bu." Alekta menjawab lalu dia beranjak dan berjalan meninggalkan sang ibu serta ayahnya.

Dia tahu dengan statusnya sekarang, meski dia tahu bahwa di hatinya masih ada Caesar. Alekta pun tidak bisa memaksakan hatinya untuk menerima Elvano.

Alekta membuka pintu kamarnya, dia melihat Elvano sudah siap dengan travel bag. Dia berpikir mungkin di Singapura nanti pria itu akan membuatnya semakin kesal saja.

Di sini Alekta masih bisa menahan semua sikap dingin Elvano karena masih melihat ada ayah dan ibunya. Namun, di Singapura adalah hal yang berbeda karena dia tidak akan tinggal diam dengan sikap Elvano yang membuatnya kesal.

"Cepatlah berkemas. Kita akan berangkat!" perintah Elvano pada Alekta.

"Mengapa kau tidak mengatakannya terlebih dahulu padaku tentang kepergian kita?" tanya Alekta pada Elvano yang baru saja duduk di atas sofa.

"Bukankah kemarin aku sudah meminta paspormu?" Elvano balik bertanya dengan nada datar.

Alekta menghela napasnya lalu berkata, "Apakah kau tidak bisa berbicara baik denganku?"

"Jangan memancingku! Ini masih di rumahmu," balas Elvano sembari terus membuka email di dalam netbook-nya.

Alekta semakin kesal, dia berjalan mendekat padanya. Dia menarik netbook milik Elvano lalu menyimpannya di atas meja. Dia memperlihatkan bahwa dirinya tidak takut dengannya.

"Kau benar-benar memancingku!" Elvano berkata sembari mengambil kembali netbook-nya.

Alekta menghalanginya, dia tidak ingin Elvano sibuk dengan pekerjaannya saat dirinya sedang berbicara dengannya. Mungkin ini keegoisan dari seorang Alekta Suryana.

"Kau membuatku kesal, Alekta! Apakah kau ingin aku membentak dirimu sehingga ayah dan ibu mendengar semua ini?" ujar Elvano yang sudah mulai kesal.