Bel masuk pun berbunyi. Sekarang pelajaran Fisika. Pak Joko siap mengajar kelasku. Langkah kakinya yang gagah terdengar di lorong kelas, membuat siapapun terdiam.
"Selamat pagi, Anak-anak" suaranya yang tegas terdengar sampai belakang kelas.
"Hari ini bapak akan memberikan latihan soal tentang listrik dinamis. Bapak masih ada rapat guru. Untuk yang remedial ulangan nanti akan diberitahukan lebih lanjut."
Segera Pak Joko menuliskan soal-soal latihan dan bergegas menuju ruang guru untuk rapat. Suasana kelas kembali bising. Hampir tak ada yang mengerjakannya, terutama para lelaki.
"Ai, soalnya susah banget nih.." Vira mengeluh kepadaku yang sedang berusaha mengerjakannya. Dua puluh soal yang ditulis sedikit kecil membuatku sulit melihatnya.
Sebenarnya mataku sudah lama terkena rabun jauh. Aku kesulitan melihat papan tulis walaupun hanya berjarak satu meter dari bangku tempatku duduk. Hanya saja aku belum sempat memberitahu orangtuaku soal ini.
Lima soal telah kukerjakan, Aku kehilangan fokus karena suasana kelas yang riuh. Kulihat Vira sibuk mengerjakan. Sepertinya keriuhan itu tidak dihiraukannya.
Aku menatap jendela kelas yang menyajikan pemandangan luar sekolah. Sebuah lahan kosong yang sebagian dialihfungsikan menjadi pembuangan sampah. Awan mulai berkumpul menutupi sinar mentari. Keadaan menjadi gelap dengan sedikit petir menyambar. Namun air belum tumpah dari awan. Ini tidak biasa. Keadaan di luar hampir seperti malam.
Tiba-tiba ada yang bersinar dibalik awan. Semakin lama semakin besar. Awan membuka jalan dan alangka terkejutnya Aku. Sebuah meteor besar jatuh, tetapi sinarnya yang biru mengarah ke barat, ke arah laut. Suasana menjadi hening. Kulihat Vira tetap mengerjakan tugas fisika itu, tetapi tak ada gerakan sedikit pun darinya, juga dengan teman yang lainnya. Seakan waktu seperti terhenti di sekitarku saat meteor itu terus meluncur.
BUUUUUUM
Sebuah ledakan diiringi hamparan kabut putih yang bertebaran membuatku tak sadarkan diri. Kubuka kedua mataku, Aku kembali berada di sebuah laboratorium. Banyak orang terbang kesana kemari, dan salah satunya mendekatiku. Seseorang tinggi dan besar.
"Halo, Nak.. Kami mencarimu kemana-mana"
Belum sempat aku mengucap sepatah kata, orang itu meraih tanganku dan mengantarku ke suatu tempat. Dia mulai mengangkat badannya ke atas sambil memegang erat tanganku. Aku yang belum sepenuhnya sadar seketika ikut melayang di ruangan itu. Aku sedikit takut akan ketinggian.
Kami melewati lorong laboratorium itu hingga sampai ke sebuah ruangan yang sangat besar. Batasnya tak terlihat dari kejauhan. Namun sama terangnya seperti siang hari walaupun di dalam ruangan.
"Selamat datang di kapal kami, Nak" kata seorang tinggi besar itu.
Aku tak menyangka aku sekarang ada di kapal luar angkasa.
"Siapa kalian sebenarnya?" tanyaku.
"Maaf sebelumnya sudah membawamu kemari. Kami adalah pasukan pengendali elemen pusat. Disini kami memanfaatkan sedikit elemen di bumi untuk kami kembangkan menjadi sebuah teknologi canggih. Kamu adalah orang bumi pertama yang kami izinkan masuk ke sini untuk suatu keperluan"
"Untuk apa kalian memerlukanku?" tanyaku
"Ada beberapa elemen yang belum Kami ketahui. Kami tak tahu elemen apa pastinya. Disini, Kami memiliki Air, Tanah, dan Api yang Kami golongkan ke dalam elemen level 1 karena sudah dikuasai dan dikembangkan dengan maksimal. Sementara Petir, Es, dan Angin adalah elemen level 2 karena belum sepenuhnya Kami kuasai. Dan... beberapa elemen yang belum diketahui ada dalam dirimu"
Aku berfikir sejenak elemen apa yang ada dalam diriku sambil melayang. Aku sendiri bahkan tidak merasa ada yang spesial pada diriku. Aku juga tidak bisa mengeluarkan kekuatan apapun seperti yang di film-film superhero. Atau mungkin ada hubungannya dengan kristal hijau yang kutemukan di toilet sekolah.
"Oh, iya.. perkenalkan, namaku Tn. Andes. Namamu pasti Ai, kan?"
"Darimana kamu bisa tahu namaku?" tanyaku.
"Saya memiliki beberapa data tentang dirimu. Akan kutunjukkan kamar inap-mu"
Tiba-tiba ada seorang pemuda berpakaian pilot berlari menuju kami.
"Tuan...ada benda angkasa yang terbang cepat menuju kapal kita"
"Benarkah? Ai, ikut denganku ke ruang pengendali"
Kami bergegas melayang ke ruang pengendali. Dari layar radar kami tahu benda tersebut adalah meteor biru tadi.
"Tuan...itu bukankah meteor yang sudah jatuh ke bumi tadi?" kataku.
"Bukan...itu bukan meteor. Itu pasukan musuh!"