Aku sudah lelah bersaing menjadi Dewa di Awaland. Kini aku ingin menjadi manusia normal seperti kebanyakan orang lainnya setelah aku kembali ke dunia Nyata. Ya... Aku sudah pernah bersaing untuk menjadi Dewa di dunia lain. Dan itu melelahkan. Kau akan sadar betapa gilanya orang-orang yang terpilih untuk mengisi posisi Dewa. Dan ketika mengingatnya, itu Mengerikan. Jadi oke, masa kejayaanku sebagai Calon Dewa sudah berakhir, aku kalah, dan saatnya aku kembali ke Dunia Nyata. Tapi, aku merasa ini tidak akan berakhir secepat itu. Rasanya seperti... Aku dilahirkan kembali untuk menjadi Dewa di Dunia ini!
Kami terengah-engah...
Kulihat wajah gadis berparas cantik yang selama ini kupuja begitu pucat karena ketakutan dan kelelahan.
Kami berdiri diujung lorong dan masuk kedalam sebuah toilet rusak yang ditutup.
Ini benar-benar kejadian yang tak terduga dan tak pernah kami bayangkan.
Begitu sempitnya ruangan ini hingga kami berdua berdiri berhadapan, begitu dekat hingga bagian dada siswi terbaik ketiga di kelasku ini menekan kuat dadaku.
Tangan kami berdua nyaris berpegangan karena sesak dan terbatasnya ruang gerak didalam sini.
Dan karena hangatnya payudara yang belum pernah kurasakan sebelumnya, membuatku gugup dan memicu aliran darah yang tak kuharapkan, mengalir kedaerah yang tak seharusnya.
Perlahan celanaku terasa sesak karena tergiur kondisi saat ini.
Tak bisa kupungkiri, ini semua berawal sejak dua hari lalu.
Dua hari sebelumnya.
Aku terbangun dari tidurku.
Dan setiap bangun dari tidurku, aku selalu
berharap berbagai kemudahan yang kudapat dalam setiap Game yang kumainkan memberkatiku pagi itu.
Kemarin aku bertemu dengan Masriz. Ia adalah pengarang cerita How to be a God.
Sedikit basa-basi, 'How to be a God' menceritakan tentang sosok orang-orang yang terpilih sebagai Calon Dewa untuk mengatur dan menguasai Dunia tertentu.
Bagiku yang merupakan siswa SMP biasa, cerita itu sangat menarik. Memposisikan diri sebagai karakter dalam cerita tersebut juga membuatku menjalani hari dengan lebih semangat!
Ya!
Pagi ini aku bangun dengan sedikit semangat.
Kejadian dimana Juan ditindih oleh Kimochi benar-benar terasa olehku.
Selain karena nama karakter itu mirip denganku, tapi juga seolah kejadian itu pernah kualami.
Namaku Juan Aldebaran. Kelas 9 SMP.
Hobiku nonton hentai, bokep Jepang, terutama genre Gangbang Creampie Cumshot. Dan jangan lupa, Uncensored...
Kemampuan Transparation, yaitu kemampuan Kasat Mata yang membuat sosokku tidak terlihat, tercium, terdengar, bahkan tersentuh, adalah kemampuan dambaanku.
'How to be a God' adalah Novel dengan salah satu karakter yang kemampuannya kudambakan.
Dan setiap bangun pagi, adegan Juan ditindih Kimochi seolah terbayang dan terasa nyata hingga membuat setiap pagiku terasa segar dan membuatku bersemangat.
Saat seperti itu selalu kubayangkan jika kekuatan Transparan benar-benar terwujud dan merasukiku. Dan ketika itu terbayang, kenyataan menamparku dan pagiku kembali menjadi pagi yang hambar.
Seperti biasa, aku datang cukup pagi di sekolah. Hingga hanya sekitar lima atau enam siswa yang berlalu-lalang disekitar lingkungan sekolah.
Dan aku yakin ada Koko atau Muzo, dua orang teman sekelas yang sesekali datang lebih pagi dariku.
Langit cerah, angin berhembus ringan dan sejuk, kicauan burung pagi, membuat hari yang membosankan terasa lebih ringan.
Sekolahku berada dipinggir sawah, ditengah kehidupan kota besar yang sibuk.
Langkahku menuju kelas begitu ringan setiap kali hembusan angin, kicauan burung, dan kenikmatan hidup
ini menerpaku, lalu setiap aku mengingat cerita 'How to be a God', sungguh jauh dari kehidupan nyataku saat ini.
"Oi Juan!"
Suara Yoffi tak mengejutkanku. Beruntung bisa datang bersamaan dengannya pagi ini.
Yoffi duduk sebangku denganku. Kami sangat dekat untuk saling mengenal sangat dalam.
"Rambutmu basah, semalem coli ya?"
Ya, kami sangat terbuka dan pertanyaanku barusan tak lagi tabu untuk diutarakan.
"Wkwkwkwk, yo'i kring! Manteb semalem!"
Tulang tanganku kecil, dan itu membuat tubuhku terlihat kurus, karena itulah teman-temanku memanggilku Kring, dari kata Cungkring atau 'Kurus'.
Padahal ya, bobotku 52kg, dan untuk ukuran tubuhku yang setinggi 164kg seharusnya nggak kurus-kurus amat.
"Nonton apaan? Milf gangbanged by her son and his friends?" tanyaku padanya.
"Yo'i kring, gatau kenapa sampe sekarang film itu bikin aku sange berat!..."
"Apalagi pas sampe adegan si anak..."
"Hayooo ngobrolin apa!!???"
Suara Koko memotong ucapan Yoffi. Membuatnya kaget nyaris terbelalak.
Kami mengobrol sambil berjalan hingga masuk kedalam kelas kami.
"Asik kalo misal si Anggia ngelihat kita coli, trus dia nawarin buat ngeue pas jam kosong ya!"
Yoffi menyukai Anggia, sementara Koko tak pernah menceritakan siapa yang disukainya.
Ia hanya menanggapi ucapan kami sambil membandingkan cewek satu dengan lainnya.
"Seperti biasa, buatku, tampang menang di Silvilla, dan kalo bodi..."
"Sagitta!" Kami bertiga kompak menyorakkan nama gadis paling seksi dikelas itu.
"Ngapain teriak-teriak namaku?"
Aku, Yoffi, dan Koko terhenyak sesak!
Sagitta benar-benar datang dan masuk ke kelas.
"Jangan rese ya! Pasti kalian ngomongin hal mesum kan!?"
"Kok tau... ayo ngeue sini..."
Suara yang tak asing lainnya menyeruak masuk, dan kami mengenalnya dengan baik.
Dialah... 'Master of Lust', Muzo!
"Huh!!!" Sagitta terdiam dengan wajah kesal. Kami bertiga saling memandang, Muzo masuk dengan wajah
percaya diri dan penuh kemenangan.
Popularitasnya sebagai Cowok yang bisa membuat siapapun 'Terangsang' benar-benar patut diacungi jempol.
"Muzo, kapan kita bisa nonton live lu ngeue sama cewek sini?"
Yoffi menanyakan hal klise yang tak pernah membosankan.
Melihat sosoknya yang cuek, dingin, tegas, dan berani, membuat kami sebagai cowok menganggapnya sebagai
'Cowok yang Sesungguhnya', atau 'The Real Masculine!'
"Usaha... remas dadanya... ajak... ntar kalo udah deal, ayo bareng..."
Setiap kali dia mengucapkan kata-kata ringan yang sulit kami wujudkan seperti itu membuat kami kagum sekaligus 'Terangsang'.
Satu-persatu teman kami datang. Kelas 'Seni' seperti ini didominasi oleh siswi.
Dan pelajaran favorit kami adalah 'Seni Rupa Realis'
Sekolah kami terkenal dengan Visi dan Program yang Jelas dan Terarah. Termasuk setiap detil program dalam setiap jurusan dan mata pelajarannya.
Dalam 'Seni Rupa Realis', di pertengahan Semester nantinya akan ada Bab 'Realis Model' yang menjadi pembicaraan seluruh penjuru kota.
Di Bab tersebut, seorang siswa akan berada didepan kelas sebagai model yang mempertunjukkan seluruh postur tubuhnya tanpa busana sedikitpun.
Menceritakannya saja membuat kami seringkali tertegun menelan ludah.
Di kota ini, bahkan di provinsi dan negara kami, Sekolah ini merupakan SMP pertama yang mengarahkan
seluruh siswanya ke Peminatan Jurusan di akhir jenjang.
"Ngomong-ngomong, apa besok kalian sudah siap untuk 'Realis Model' di kelas kita?"
Suara Muzo lagi-lagi mengejutkan kami. Bukan karena memotong pembicaraan atau apa, tapi karena kami sama sekali
tidak ingat bahwa besok adalah hari dimana akhirnya impian kami terwujud!
"Uwooooo!!!" Kami bertiga serentak bersorak.
Kami benar-benar bersemangat dan sampai akhir jam pelajaran wajah kami berseri-seri hingga mengabaikan seluruh kesulitan pelajaran
pada hari ini.
"Fiuhhh!"
Koko menghela nafas panjang setelah berada diluar lingkungan sekolah.
Kami berempat berjalan bersama melewati jalur kecil didepan gerbang sekolah kami.
"Beneran nggak kerasa ya, besok udah materi 'Realis Model' dan kali ini aku benar-benar bersemangat!" Koko melanjutkan ucapannya setelah menghela nafas.
"Kira-kira siapa yang bakal jadi 'Model' besok ya?" Yoffi menepuk pundakku dan menatap kearah Muzo yang berjalan didepan kami.
"Muzo, kalo kamu menebak siapa yang bakalan tampil didepan?" Koko mewakili rasa penasaran kami bertiga.
"Kalo nggak Aku, ya Juan..." Jawabnya singkat. Dan dengan jawaban itu kami bertiga saling memandang dengan pandangan heran.
"Kelas kita yang jumlah siswanya cuma 25 orang, siswa cowoknya cuma 5 orang. Pasti yang terpilih mayoritas siswi cewek yang
jumlahnya 20 orang itu 'kan, Muzo?" Yoffi menyusul langkah Muzo dengan cepat dan menghentikan langkahnya karena berhenti mendadak didepan
cowok bertubuh tegap itu.
"Nah, kalo gitu menurut kalian sendiri siapa?" Muzo membalikkan badan dan melempar pertanyaan tersebut pada kami.
Aku dan Koko saling memandang : "Kalo Juan pasti berharap Sagitta yang jadi 'Nude Model' ya 'kan?"
Koko mendesakku dengan retorika, dan walaupun tak sepenuhnya salah, tapi kuakui ada sedikit perasaan penasaran bagaimana lekuk tubuh Sagitta.
"Ah, kalo Koko, kemungkinan Brilliana." Balasku meledek Koko.
"Brilliana yang peringkat satu diantara seluruh kelas itu?" Yoffi memastikan siapa yang kumaksud.
"Siapa lagi, cuma ada satu Brilliana di sekolah kita, dan hanya ada dia di kelas kita..." Koko menjawab Yoffi dengan wajah datar.
"Tapi masih belum menjawab pertanyaan kita, siapa yang diharapkan Muzo untuk jadi 'Nude Model' besok!"
Yoffi bersorak keras dan membuatku dan Koko tertawa : "Niatmu ketahuan banget Yoff, Muzo pasti gak bakal terpancing!"
Koko memperjelas pernyataan kami.
"Hmmm... kalo berharap, ya aku penasaran sama Milo..."
Hening...
Kami bertiga saling memandang, lalu melempar pandangan ke Muzo.
"Milo..." Yoffi mengungkapkannya dengan jelas
"M...Milo...?" Koko sama penasarannya dan...
"Milo yang tomboy itu?" ... dan aku memperjelas maksud pertanyaan kami.
Muzo mengangguk : "Coba pikir. Wajahnya tampan dengan alis dan bulu halus disekitar telinga, seperti cowok..."
"Tapi sebaliknya, kulitnya putih, mulus, tak tergores seperti cewek. Pandangannya tajam, kebiasaannya bergaul dengan siswa cowok
di kelas lain, olahraga ekstrim, tapi nggak merubah bentuk tubuhnya menjadi berotot, atau aroma tubuh yang buruk..."
Kami bertiga mengangguk, merasa sedikit paham rasa penasaran Muzo.
"Tapi, bukannya kamu nggak bakal tertarik untuk berhubungan seks dengannya 'kan, Muzo?"
Yoffi benar-benar berani mempertanyakan itu kepada Cowok paling misterius di sekolah.
"Justru itu, cewek yang nggak akan diincar cowok manapun, cewek yang tidak bisa ditaklukan siapapun,
aku menunggu bertemu dan menaklukan cewek seperti itu."
Kami bertiga bersujud menghadap Muzo : "Sembah Sujud Pangeran Muzo!!!"
"Jangan membuatku terlihat bodoh karena bergaul dengan kalian, bucin..."
Sebegitu antinya dia terlihat lemah hingga sekarang mungkin ia sudah berdiri sejauh 500 meter didepan kami : "Gile lu Muzo!!"
Kami pulang kerumah masing-masing.
Aku dan Yoffi berada di angkutan yang sama karena rumah kami searah.
Sementara Muzo dan Koko yang juga searah namun berbeda tujuan berpisah dari kami.
"Juan, aku nggak bayangin kalo semua perkiraan Muzo terwujud ya."
Yoffi menahan tawa, wajahnya memerah dan tangannya menutup mulut.
"Jangan lah, masa yang jadi Model kalo gak Aku, Muzo, atau Milo?"
"Semuanya nggak menarik banget ya?" Yoffi terbahak-bahak. Kami mengabaikan seorang pedagang jajanan tua yang duduk agak jauh dari posisi kami.
"Tapi kalo Muzo yang jadi model, semuanya bakal ricuh dan bakalan jadi sex party ya!"
Kami tertawa terbahak-bahak, nenek tua itu menoleh kearah kami dengan wajah mupeng.
Entah apa yang bakal terjadi besok...