Anya seharusnya cukup menikmati hari dan bersyukur memiliki pacar yang super duper tampan nan rupawan. Pacarnya yang sudah lama menjadi duta di kampusnya tidak menutup kemungkinan jikalau Anya merasa bangga dan bahagia. Sejujurnya, Anya tidak pernah merasa hidupnya sempurna selama dia di bumi. Yang dia lakukan hanyalah kesenangan dirinya tanpa memperdulikan bagaimana pacarnya yang selalu sabar menghadapi sikap dan keburukan yang Anya buat dari awal mereka pacaran. Ethan Ivander, cowok yang begitu sempurna bagi orang yang melihatnya dalam. Mungkin Anya saja yang terlalu buta akan hal yang tidak pernah dia lakukan bersama Ethan. Sampai Anya yang terlalu fokus bermain-main dengan cowok yang sempat meluluhkan hatinya. Akankah hidup Anya bahagia bersama cowok yang sudah menjadi pacarnya bertahun-tahun? Atau lebih memilih cowok yang sudah meluluhkan hatinya? --------- by : Carrellandeous Start, 09 oct 2021
"Anya, kamu mau di bawain apa? Kebetulan aku masih ada di luar." Ethan sedang terhubung dengan pacarnya yang masih saja diam di seberang, cowok itu dengan sabar masih menunggu jawaban.
"Terserah."
Ethan tersenyum miris, sudah terlalu biasa dia mendengar jawaban yang selalu sama. "Ya udah. Kamu tunggu sebentar lagi, ya." sambungan dari handphone Ethan terputus secara sepihak, dia tidak pernah merasa sedih. Karena sikap pacarnya yang memang sudah menjadi asupan setiap saatnya. Ethan membayar makanan saat semua sudah siap, dia segera pergi dengan terburu. Tidak ingin membuat pacarnya menunggu lama karena antrian yang sudah dia tunggu sejak dua puluh lima menit lalu.
Setelah sampai di rumah pacarnya dia keluar dari mobil dan berlari menuju pintu untuk di ketuk, namun keningnya mengerut saat pintu tersebut sedikit terbuka, apa di dalam ada tamu?
"Anya." panggilnya sembari masuk lebih dalam.
"Oh, sorry. Gue udah kenyang." cewek itu berdiri menampilkan senyumannya sambil melirik sebentar. "Rendy, udah duluan beli makanan favorit gue."
Ethan menelan ludah sebelum akhirnya terkekeh. "Syukur kalau kamu udah makan, maaf aku telat datang." walau begitu Ethan merasa bersalah karena sedikit macet membuatnya lelet.
"Lain kali sebelum mau ke sini pesen dulu, Bro." cowok di sebelah Anya duduk menyahut, tersangka adalah pacar dari Anya.
Anya tertawa kecil kembali duduk. "Dia kan emang pangeran siput, hahaha." kedua pasangan itu saling tertawa, hal biasa juga Ethan yang menjadi bahan olokan mereka berdua.
Kakinya melangkah untuk duduk di tengah mereka. "Bukan berarti aku ga bisa buat kalian pisah." iris abu nya menatap Anya hangat. Rendy yang merasa tersingkir tidak tinggal diam, dia bangkit dan meraih lengan kanan Anya.
"Sayang, kita pergi ke mall aja, yuk."
"Dia cewek gue! Kalo lo mau cabut, silahkan sendiri." tangan kiri Anya yang di cekal sekarang oleh Ethan, cewek itu mendengus kasar.
"Lepasin tangan gue!" Anya menatap Ethan dengan tajam.
Cowok itu tersenyum manis. "Tidak akan pernah." masih saja dengan suara yang lembut, kenapa Ethan selalu bersikap seolah pacarnya hanya melakukan kesalahan yang kecil?
"Ethan!" Anya memberontak, sekuat apapun tenaganya yang di keluarkan justru membuat lengan kirinya memerah. "Sakit!"
"Lo jangan kasar sama cewek gue, dong!" Rendy mendorong kuat tubuh Ethan sampai cowok itu terlempar ke atas sofa, dia murka.
"Anya, maafin aku."
Cewek itu tertawa pelan, "Lo pergi aja gue jijik liatnya!" Rendy memeluk pacarnya yang membuat Ethan mulai emosi.
"Kalau kamu nyuruh aku pergi, maka dia juga harus pergi dari sini."
*******
Ethan selalu saja memendam apa yang hatinya sudah di rasakan sejak lama, dia bungkam juga tidak pernah bercerita karena dia memang percaya adanya takdir yang nantinya akan menemukan kata ... bahagia. Ethan sudah berjanji pada dirinya untuk tidak akan pernah meninggalkan Anya selama dia bertahan hidup di dunia.
Teman satu kampusnya bahkan tidak semua mempercayai Ethan yang selalu bilang Anya adalah pacarnya, sampai dia jengah dan akhirnya menjawab kalau Anya adalah ibu dari anak yang di kandung oleh Anya sekarang. Sudah jelas hal itu mengundang tawa para mahasiswa maupun mahasiswi di sana, Ethan tidak akan pernah melakukan itu sebelum waktunya.
Mereka sepenuhnya percaya itu dengan cowok polos yang sudah di pastikan tidak pernah sekali pun membuat keromantisan dengan cewek yang di maksudnya. Mungkin kalau ucapan yang keluar dari mulut Rendy sendiri bisa jadi semuanya terjadi atau nyata. Sebab kedua pasangan yang tidak di sukai oleh Ethan itu sudah terbiasa mesra dan saling cinta.
"Anya! Aku udah bilang jangan berulah lagi, kenapa kamu lakuin?" Ethan yang selalu menegur, namun selalu di hiraukan.
"Kenapa? Dia cewek lo?" Anya tertawa sinis. "Pantes aja serasi." kedua tangannya menyilang di depan perut sambil melirik kedua temannya, Alice dan Dinar.
Ethan membantu cewek kutu buku yang terduduk lemah di lantai sambil menatap Anya, "Kamu sudah keterlaluan."
"Emangnya sejak kapan kita ga keterlaluan sama orang yang udah berani melawan?" Dinar menyahut sambil menekankan.
Ethan menelan ludah kasar, dia menghampiri Anya. "Kali ini aku tolerensi, kamu ikut aku." dia menarik lengan Anya dan menjauh dari tempat tersebut. Anya memang selalu diam jika Ethan sudah memaksa, dia tidak pernah melawan atau mencegah kecuali saat ada kekasihnya, Rendy.
"Kenapa kamu buat dia jadi ga bisa belajar? Buku dia semua basah ulah kamu, Anya!" Ethan benar-benar marah, kelakuan Anya yang sudah tidak wajar kini harus di hentikan. Walau memang biasanya sering kali menginjak di banding dengan siraman air. Semuanya cukup bagi Ethan yang sudah begitu lelah melihat aksi kekasihnya.
"Komen mulu gue capek denger ocehan lo."
Cowok itu membuang napas dari mulutnya, "Sama." Ethan menyanggah. "Aku juga capek lihat kamu menindas orang yang niat mencari ilmu."
Anya tersenyum sinis. "Apa urusannya sama lo? Soal dosa gue yang lakuin, ga akan pindah ke elo, kok." dia cukup tahu apa yang akan Ethan bahas di sini. Lagi - lagi pasti cowok ganteng itu akan mengangkat mengenai hal tersebut.
"Kalau kamu tahu hal itu, kenapa terus di ulang?" Ethan yang juga sering kali menceramahi, walau tetap akhirnya tidak di anggapi.
Anya membenarkan tas slempangnya yang hampir melorot. "Suka-suka gue." dia membalikkan tubuhnya dan mulai melangkah meninggalkan Ethan yang sedang berpikir.
Apapun cara itu untuk membuat kekasihnya bisa menjadi perempuan baik, akan Ethan lakukan walau rintangannya tidak semudah yang dia bayangkan.
++++++
"Mau aku suapin ga?" Rendy menawarkan sushi yang sudah di hampit oleh sumpit.
Anya tersenyum sambil mengangguk cepat, tangan Rendy segera meluncur dan langsung di lahap. "Lebih enak, kan?" ujarnya membuat Anya terkekeh gemas.
"Iya kalau kamu yang suapin pasti lebih enak dari makanannya." Anya menjawab sambil memeluk lengan kiri Rendy manja, cowok itu ikut tertawa pelan sambil mengelus pucuk kepala Anya. Mereka saling menyalurkan kebahagiaan bersama.
"Udah dari sini mau pulang atau jalan dulu?" tanya Rendy sebelum memasukkan sushi lain ke dalam mulutnya.
Anya berpikir sejenak. "Kalau jalan emang kemana? Udah bosen tahu kalau tempatnya sama." keluhnya sedikit cemberut.
"Buat kamu, aku pastiin bakal suka. Tempat ini akan beda dari sebelumnya." ucapan yakin dari Rendy membuat Anya penasaran, dia akhirnya mengangguk dua kali. "Oke, aku mau kalau gitu."
"Anya."
Anya maupun Rendy memandang ke arah cowok yang mulai mendekat, Ethan bisa saja menelusuri tempat keberadaan pacarnya. Padahal di handphone Anya juga tidak ada pelacak atau GPS yang tidak pernah di nyalakan, tapi anehnya dia selalu ada cara.
"Kenapa, sih? Malu-mauin." gertak Anya berbisik kini menjadi pusat perhatian.
"Pulang bareng aku." kebiasaan dan hal yang menjadi lumrah dari Ethan ialah menarik lengan Anya secara paksa, namun tidak mencekal kuat seperti saat dia emosi.
"Tunggu." Anya menghentikan langkah kaki Ethan, tinggal beberapa langkah mereka keluar namun cewek itu bisa menghentikan.
"Ada apa?" tanya Ethan.
Anya mengalungkan kedua tangannya ke leher Ethan membuat cowok itu kaget dan hampir melepaskan sebelum Anya berucap, "Cium gue." katanya mantap. "Bukan di kening atau pipi, tapi ... di lidah."