webnovel

Rebella versus Ares

"Seorang musisi gagal dari Prancis, bernama, Brunott.

Lalu Koki ternama yang memiliki Resto kecil di Spanyol, Naraka.

Itu adalah dua orang yang memiliki kapasitas Internasional dilihat dari latar belakangnya."

Surya dan Soraya duduk di Cafe tempat Ratatta bekerja.

"Rencana kita akan dimulai 3 hari lagi. Sebelum itu kita harus memastikan target kita dalam jangkauan dan tingkat kesuksesan rencana kita cukup baik."

Soraya menjelaskan kepada Surya apa yang ada di pikirannya sambil mencicipi snack yang sudah disajikan.

.

..

...

Pierre dan Ares dikelilingi oleh Pasukan Bayangan milik Rebella. Sosok yang disebut sebagai Shinobi itu berpakaian serba hitam dengan tekstur kain yang lembut dan ringan.

Ares menutupi rasa takjubnya dengan baik dari sikap tenangnya melihat gerakan para Shinobi yang acak dan sulit dibaca.

Pierre berada di belakang Ares, ia tak bisa lari kemanapun karena dikelilingi Pasukan Bayangan itu.

"Serang!"

Suara Rebella menggema, sosoknya terlindungi dibalik kegelapan malam.

Puluhan pisau lempar dari berbagai arah melesat cepat kearah Ares dan Pierre.

Ares mengambil Rapier dikedua pinggangnya, menepis nyaris seluruh Pisau yang melesat kearahnya.

Jrebbb!!!

Lehernya terluka, Rebella sesaat muncul dibelakang Ares tanpa disadari oleh kedua lawannya dan dalam sekejap kembali lenyap dalam kegelapan begitu serangannya berhasil menghujam leher targetnya.

"Jiahahaha! Benar-benar menegangkan sekali! Apakah kau akan berlutut disini, Dewa Perang, Ares?!"

Sementara Rebella masih tak dapat dideteksi, Pierre dan Ares kerepotan berusaha berhati-hati dengan semua lemparan pisau yang mengarah ke mereka, belum lagi serangan dadakan seperti yang dilakukan Rebella barusan.

Jumlah dan kecepatan lemparan para Shinobi itu meningkat, beberapa bilah pisau berhasil mengenai tubuh Ares karena tangkisan yang dilakukannya tak cukup cepat untuk mengatasi semua lemparan pisau.

'Kekuatanku bisa aktif ketika berhasil menyentuh objek, namu ketika aku berusaha menyentuh pisau ini, pasti taruhannya sangat menyakitkan, Jiahahaha!'

Beberapa menit berlangsung, walaupun beberapa luka berhasil mendarat ditubuhnya, kecepatan dan kekuatan tebasan Ares perlahan meningkat.

Jrebbb!!!!

Tebasan kedua Rebella kembali mengincar leher Ares, kini leher kirinya terluka parah.

"Sudah dua serangan kearah leher, tapi kepalamu nggak langsung terpenggal, tubuhmu mengerikan juga, Dewa Perang, Jiahahahaha!"

Ares mengabaikan ucapan Pierre, setelah ucapannya barusan, Pierre terkejut melihat ini pertama kalinya Ares melangkah.

Kecepatan tebasannya sudah tak lagi bisa diikuti oleh mata, semua lemparan pisau bertubi-tubi itu mentah dengan mudah.

"Berapa banyak Pisau yang kalian punya, manusia lemah..."

Ares memulai ancang-ancang sambil menangkis seluruh pisau itu.

Bola matanya memancarkan cahaya merah, tiba-tiba ia melesat cepat.

Rebella terkejut melihat Ares melesat kearahnya dengan kecepatan dan kekuatan yang dahsyat.

BLAARRRR!!!

Dinding dibelakang posisi Rebella barusan hancur, Ares menabrakkan tubuhnya kearah Rebella.

Sekumpulan Shinobi yang tadinya tak terlihat kini berkumpuk disekitar posisi Ares dalam jumlah yang sangat banyak.

"Misi sukses, abaikan Kerbau bodoh itu dan kembali secepatnya ke markas!"

Rebella memberi aba-aba kepada pasukan itu ketika salah satu bawahannya berhasil menangkap Pierre.

"Kau salah jika berpikir aku meladenimu bertarung.

Kau pasti mengincarku, dan itu membuat celah yang besar untuk membuat pasukanku menculik Pierre!"

Setelah meneriakkan kalimat itu Rebella menjauh dan lenyap dibalik bayangan.

.

..

...

Waktu menunjukkan jam 1 malam.

Juan dan Zahal terlelap dikamar Rebella.

Rebella masuk dengan membawa Pierre yang terikat dan terbungkam.

"Hooaaammmm, bagus, misimu sukses..."

Zahal berdiri di samping Rebella, tak lama ia mendekatkan bibirnya ke telinga Pierre, "Namaku adalah..."

.

..

...

Pierre tergeletak, dari hidungnya mengalir darah.

Rebella terkejut hingga melangkah mundur melihat kejadian itu.

"Benar-benar nggak bisa dipercaya!"

Gadis imut itu tak bisa menyembunyikan wajah gugupnya.

"Nah, sekarang kau harus percaya dan bisa bekerjasama..."

Zahal kembali ketempatnya tidur semula.

.

..

...

"Selamat pag..."

Juan tercengang sebelum sempat menyelesaikan ucapannya.

Persis di sebelahnya tubuh Pierre tergeletak dan bersimbah darah.

Disebelah sana Zahal masih tertidur.

"Wah-wah, bahkan cowok yang sebelumnya bisa dengan mudah menjatuhkanku bisa ditaklukan semudah ini..."

Ia melihat kondisi Pierre dan menyentuh beberapa bagian tubuhnya.

"Keputusan untuk mempercayai mereka berdua memang nggak salah..."

.

..

...

Kembali ke saat malam hari di Cafe Ratatta.

"Bukannya sudah berlalu 30 menit, kenapa Pierre dan Ares nggak langsung balik..."

Soraya melihat arloji tangannya.

" Kalo sampe jam 3 masih belum balik, biar kutransfer uangnya ke rekening Ares."

.

..

...

"Sudah kuduga akan terjadi sesuatu, kalian berdua tiba-tiba keluar dari jangkauan Penglihatanku dan ternyata si bodoh itu tertangkap."

Snippy berdiri di hadapan Ares, bekas luka yang diterimanya entah kenapa mulai menutup pulih.

"Aku perlu bantuanmu untuk melacak jejak mereka!"

Ares menepuk pundak Snippy.

"Resikonya besar sekali kalo aku terlibat, kau harus maju dan menjadi perisai!"

Snippy yang waspada dan cerdik memberi syarat untuk menolong Ares.

"Tak masalah! Aku cuma mau tau posisi mereka dimana!"

.

..

...

Pagi itu Juan, Rebella, dan Zahal berdiri di halaman depan.

Didepan mereka Pierre duduk dengan kondisi terikat.

"Setelah membuktikan bahwa nama Manipulator ini benar-benar memiliki informasi vital bagi semua 'Mantan Calon Dewa', pasti sudah cukup membuktikan bahwa dia bisa diajak bekerjasama bukan. Rebella?"

Juan membuka topik untuk membuat kesepakatan.

"Benar! Tapi tetap saja aku nggak mau kalo dia seenaknya!"

Rebella tampak merajuk, sisi keras kepalanya membuat Juan menahan tawa.

"Dasar bocah, jangan besar kepala hanya karena bisa menangkap amatiran ini..."

Zahal menggoda Rebella, sengaja membuatnya kesal.

"Nona muda, ada berita!"

Sosok Shinobi bawahan Rebella muncul tiba-tiba di belakangnya.

"Kenapa?"

"Seorang pria berusaha menerobos masuk Rumah sakit tempat nona Tamasha dan tuan Leon dirawat!"

"Apa? Pasukan Yakuza kita gimana?"

"Mereka dijadikan bulan-bulanan!"

Tanpa menunggu aba-aba Juan lenyap seketika mendengar berita itu.

"Sial! Kerahkan pasukan untuk menyembunyikan pria ini!"

Rebella memberi intruksi kepada Shinobi itu, setelah itu Lenyap dari situ.

Zahal menarik Pierre yang belum sadar kearah rumah Rebella.

.

..

...

"Nekat sekali membuat kekacauan setingkat ini!"

Rebella sampai di Rumah Sakit dan melihat para Yakuza dan Security bertumbangan.

"Hey, Yamatora! Siapa yang melakukan ini?"

Yakuza terdekat menunjuk kearah dalam Rumah Sakit, ia mengerang kesakitan dan tak bisa menjawab Rebella.

Gadis itu bergegas masuk ke dalam Rumah Sakit.

.

..

...

"Nah, dengan ini kita setimpal."

Snipy menggendong Tamasha, sementara Ares berjaga didepan ruangan mereka.

"Kenapa bukan adiknya yang kita culik?"

Ares menanyakan kenapa Snippy tidak membawa Leon.

"Kesalahan sedikit saja, akan merugikan pihak aliansi kita, Pierre adalah rekan yang berharga, jika terjadi sesuatu kekuatan kita akan berkurang drastis."

Snippy kabur lewat jendela setelah menjelaskan pertimbangannya kepada Ares.

"Bodoh! Mereka pikir aliansi dari Asosiasi Dewa akan kalah dengan kecoa seperti mereka?"

Ares meremukkan pintu kamar itu dan berjalan melewati lorong koridor.

Terlihat banyak tamu, perawat, dan dokter yang tak berani menghadang Ares.

Ares melihat kearah ujung-ujung atap.

"Snippy melakukan tugasnya dengan rapi. semua CCTV berhasil dilumpuhkannya."

JREBBB...

Pinggang Ares tertikam belati.

Crass... Crararararararasss!!!

Kaki kiri, lengan kanan, leher, jari-jari di tangan kiri, dan terakhir mata kanannya tergores.

Rebella melakukan serangan bertubi-tubi dari arah belakang.

Ares berlutut jatuh akibat serangan itu.

'Monster macam apa dia? Tenagaku kukerahkan untuk menghujam Ginjal kirinya sekuat tenaga! Pendarahannya tidak sebanding dengan tenaga yang kukeluarkan!

Bahkan sabetan-sabetan ditubuh lain tidak menimbulkan efek yang signifikan!'

Gadis itu mundur menghindar dengan cepat dan masuk ke salah satu ruangan sebelum Ares berhasil menoleh dan melihat kearahnya.

'Akan kubuat kau menyadari bahwa aku tak hanya mahir bertarung dalam kegelapan malam!'

Rebella bergumam dalam hati. Ia melihat sekeliling. Estalase, Rak Administrasi, Lem, Alat tulis. Pandangannya berhenti kearah botol tinta.

Dengan cepat ia mengambil botol itu dan keluar lewat jendela.

Ares berhasil berdiri. Luka-luka di kaki, tangan, dan jari-jarinya pulih dengan cepat.

"Satu ekor kecoa? Jika type bertarungnya seperti ini aku akan kewalahan dan jatuh kelelahan."

Ia berjalan cepat menuju lorong selanjutnya.

CRASSS!!!

Kali ini bukan sabetan atau tikaman. Rebella menumpahkan tinta stempel kearah mata Ares.

'Berikutnya! Makan nih!'

Ia menghujamkan dua buah suntik kearah leher Ares.

'Shinobi terlatih sepertiku sangat menyukai ramuan tradisional dan juga pengobatan, salam hangat dari kami, para Shinobi untuk kalian, Dewa Gadungan!'

Ia mengambil sesuatu dari saku celana pendeknya.

"HIYAAAHHHH!!!!"

CRASSSS!!!!

Itu adalah pisau bedah. Dengan kekuatan yang lebih bertenaga dari sebelumnya gadis mungil itu mengincar pergelangan kaki kirinya.

Begitu tajamnya pisau bedah itu hingga luka yang ditimbulkan sangat dalam.

BUAKKKK!!!!"

Tangan kiri Ares menghantam Rebella.

BLAAAMMMM!!!

Gadis itu terlempar dan menghujam dinding.

"Kau pikir penglihatanku lumpuh membuatku tak bisa mempergunakan Indera yang lain?"

Sekali pukulan itu, Hidung dan mulut Rebella mengeluarkan darah, ia tak sadarkan diri. Tubuhnya terjatuh dari dinding yang retak akibat tabrakan tubuhnya barusan.

"Angkat tanganmu dan menyerahlah!"

Rupanya beberapa orang polisi sudah mengepung Ares.

.

..

...

"Mereka menculik Tamasha dan meninggalkan Leon, aku jadi nggak perlu terlalu memaksakan diri."

Juan merebahkan tubuhnya di sofa yang ada di dalam kamar Tamasha dan Leon.

"Sepertinya Rebella menghajar Ares. Selama mereka nggak mengganggu istirahat Leon sepertinya aku nggak perlu ikut campur..."

Ia melihat kearah langit-langit kamar itu.

"hmmm... kami akhirnya jadi punya rumah semewah Apartment, tapi bagaimanapun kami memerlukan uang..."

Ia menutup matanya sambil berpikir.

"Dan, ya... Ngomong-ngomong tentang uang, kami juga harus membantu Ayah dan Ibu melunasi hutang mereka."

Karena tidak bisa tenang, ia mengangkat tubuhnya untuk duduk.

"Sebentar... Aku harus merenung untuk mencari uang, mempergunakan kemampuan Dewaku."

Bab berikutnya