Terjadi perubahan suhu yang begitu tajam.
Tamasha, Zahal, Masriz, dan yang lainnya berkeringat dan menahan panas.
'Atas! Juan memusatkan Panas di beberapa titik sekaligus!'
Tamasha bergumam mencoba melihat kearah langit.
"Sekarang giliranku, Ashura..."
Dengan tenang Juan menyeringai, mundur, dan setelahnya panah-panah cahaya dari langit melesat dengan kecepatan cahaya bertubi-tubi kearah Ashura.
'Setiap kali panah cahayanya membentur objek, benturannya menyebabkan kilauan cahaya yang menyilaukan...'
Zahal bergumam mengerutkan dahi mencoba menetralisir kilauan cahaya yang ditimbulkan.
'"Dia Menyisipkan Panah-panah api diantara Panah cahaya! Jadi panas yang terasa itu bukan dari panah cahaya!"
Tony mengomentari kemampuan Juan yang terlihat berkembang.
"Tabir pelindung disekitar Rebella dan adik Juan itu diciptakan oleh Ganesha atau Juan sendiri ya?"
Dokter Eghar melihat adanya tabir tak kasat mata yang melindungi Rebella dan Leon dari panah-panah api dan cahaya itu.
"Suhunya mendadak turun drastis! Juan benar-benar memaksimalkan kemampuan Creation dengan baik..."
Icol kini turut mengomentari kemampuan Juan.
"Gara-gara Hawa Dingin yang tajam, muncul kabut es disekitar sini..."
Nova tak ketinggalan menjelaskan situasi disana.
"Serangan yang mengacaukan Indera manusia seperti ini tidak akan berpengaruh bagi para Dewa seperti kami..."
Ganesha mengutarakan kenyataan untuk membuat Juan tidak melakukan hal sia-sia.
BLAAAAMMMMMMM!!!!
"Ledakan Energi! Siapa yang kena?"
Tamasha berseru dengan penasaran.
Perlahan kabut menghilang dan kilauan cahaya memudar.
"Dua lengan Ashura hancur, tapi ia bisa menghindari serangan mematikan dari Juan!"
Kini Icol bersorak, Tony dan yang lain terlihat begitu semangat ketika tahu Juan berhasil menyerang telak Ashura, Tamasha sampai terlonjak berdiri dari posisi duduknya di sofa.
"Jika Wisnu saja sempat kehilangan sosoknya, apalagi Ashura..."
Komentar Ganesha dengan wajah yang lebih tenang membuat semua orang diliputi pertanyaan.
"Apa maksudnya ini, Wisnu?"
Ashura menggeram dengan wajah penuh pertanyaan.
"Ya, kita sama-sama kehilangan sosoknya untuk beberapa detik, Ashura."
Wisnu mencoba menjelaskan pertanyaan Ashura.
"Jadi begitu..."
Zahal menyeringai. Membuat semua orang kecuali para Dewa menoleh kearahnya.
"Apa maksudmu Manipulator?"
Tamasha bertanya kepada Zahal, dan memicu kecurigaan para Dewa.
"Barusan ada satu kata yang terhapus dari kalimat Gadis ini."
Ganesha mendekati Tamasha setelah merasakan kejanggalan.
Baik Tamasha, Dokter Eghar, Tony, dan Icol mengambil ancang-ancang.
'Aduh, sial, aku keceplosan menyebut 'Manipulator' dengan lantang... Mati sudah kami semua..."
Tanasha terlihat gugup akibat sedikit kecerobohannya.
"Dewa rendahan itu akhirnya menggunakan 'Transparation', Kemampuan dasar miliknya di Awaland."
Tak seperti yang lain, Zahal tetap tenang walaupun Ganesha mendekati posisi mereka.
"Wisnu, bukankah sejak tadi kau berusaha mengekstraksi Partikel yang tidak beres.
Coba arahkan kesini..."
Ucapan Ganesha kepada Wisnu membuat Tamasha dan lainnya terbelalak.
Hanya Zahal, Masriz, dan Nova tak bergeming dan tetap tenang.
"Kau membuat kata 'Manipulator' atau apapun yang merujuk padamu menjadi hilang ya, bocah?"
Icol mencoba memastikan pemikirannya.
"Siapa tahu, hehehe..."
Jawaban Zahal itu berarti 'Ya' bagi sosok-sosok intelektual seperti Tamasha, Icol, Nova, dan Masriz.
Juan menoleh kearah Ganesha. Ashura memperhatikan gerak-geriknya, sementara Wisnu memperhatikan Tamasha setelah ucapan Ganesha.
Tamasha mendapat tekanan mental dari Ganesha dan Wisnu saat itu juga.
'Tenang... tenang... Aku bisa menggagalkan rencana mereka jika terlihat gugup... "
Tamasha bergumam, ia berusaha menyembunyikan wajah pucatnya dengan menutup mata dan bersikap seolah cuek.
"Gadis ini masih merasa bahwa mungkin kita merencanakan agar tidak ketahuan..."
Masriz berusaha menahan tawa.
Setelah ucapan itu, baik Tamasha, Tony, Icol, dan Dokter Eghar yang tadinya waspada kini memasang tampang heran.
"Ashura, Kerahkan tenagamu kepada seluruh lenganmu yang masih tersisa."
Wisnu memberi aba-aba kepada Ashura dan membuat kondisi semakin menekan.
Ashura mematuhi aba-aba Wisnu dan membuat energi alam disekitar mereka tersedot kearahnya.
"Aku akan turun tangan, Masriz!"
Tony berusaha menerjang maju namun Icol dan Masriz menahan tubuhnya seolah sudah hafal bahwa ia akan bereaksi seperti itu.
"Inilah 'Jalan' yang kumaksud."
Masriz tersenyum dan setelahnya Zahal maju satu langkah.
"Lihatlah ini, Juan, Tamasha, aku mengendorkan kemampuanku agar kalian bisa menilai Wisnu dan Ganesha denganku!"
Zahal melesat dengan cepat kearah Ashura, disaat yang sama Wisnu, Ganesha, dan Ashura yang tadinya tak dapat merasakan keberadaan sosok Masriz, Icol, Tony, Nova, Dokter Eghar, dan Zahal yang kini mulai bergabung dalam pertempuran, dan kini membuat ketiga Dewa terkejut dan menyentak Ashura untuk menghantamkan luapan energinya kearah Zahal dan sekelompok manusia dihadapannya.
BLLLLAAAAAAAAARRRRRRRRR!!!!
Juan melesat menjauh, dengan kecepatan gerak yang tinggi, kini di kedua tangannya sudah ada Leon dan Rebella.
Begitu jauhnya ia melesat hingga keberadaan Ashura yang begitu besar sekarang terlihat seperti seekor semut dipandangannya.
"Daya ledak yang mengerikan...
Aku yakin hempasannya saja akan menghancurkan sebuah distrik."
Juan meletakkan kedua korban yang ditolongnya itu.
"Dengan Creation aku menciptakan ranjang kulit dari bahan dasar sepatu kulit milikku.
Kalian berdua beristirahat disini sampai ini semua selesai."
Juan berpaling berusaha meninggalkan mereka.
"Tunggu kak! Sekarang ternyata aku berada di posisi seperti ini..."
Leon melihat kakaknya dengan wajah serius.
"Sudah kubilang bahwa tak lama lagi aku yang akan menolongmu...
Sekarang aku sudah berkembang dan tak lagi menjadi seorang kakak yang 'Baru bangun' seperti terakhir kali, Leon."
Juan tersenyum dan meninggalkan mereka berdua.
Tamasha, Dokter Eghar, Nova, dan Icol merunduk.
Mereka berada di lokasi berbeda namun tetap masih dapat melihat sosok Wisnu, Ganesha, dan Ashura.
Sementara Zahal berdiri dibelakang ketiga sosok itu.
"Kalian takkan bisa merasakan sosokku, melihat, bahkan suara yang kuucapkan berbeda dari apa yang kalian dengar..."
"Kuperingatkan kalian untuk berhenti mengejar kami dan bekerjasama dengan kami untuk mengejar Kejahatan yang lebih besar dan berbahaya..."
Juan yang melesat kearah mereka merasa terhalangi oleh sesuatu yang tak terlihat.
Suara didepan Juan juga tak terdengar.
"Apa yang telah kulewatkan? Apa yang dikatakan dan dilakukan Bajingan itu terhadap ketiga Dewa itu?"
Ia berusaha dengan kemampuan apapun namun tak juga mampu menembus batas didepannya walau cuma satu milimeterpun.
"Suatu cara yang kurang bijak, Manusia.
Kau menawarkan kerjasama dengan menggunakan cara seperti ini."
Wisnu mengomentari tawaran Zahal.
"Kupikir, mendatangi manusia lalu memindahkan mereka untuk menantang mereka bertarung itu juga bukan Kebijaksanaan Sekelas Dewa...
Aku meragukan Kebijaksanaanmu sekaligus statusmu sebagai Dewa."
Zahal melangkah santai disamping ketiga Dewa itu. Tentu saja mereka bertiga tak dapat melihat dan menyadari sosoknya, walaupun mereka mendengar suara Yang berbeda keluar dari mulut Zahal.
"Bukan hanya kasar, tapi ucapanmu lancang, Manusia!"
Wisnu kini meninggikan nada suaranya.
"Lancang yang kau maksud karena ucapanku menyinggungmu, dan itu semakin membuatku ragu dengan Kebijaksanaan pola pikirmu."
Zahal menjauh dan menoleh kearah mereka.
"Kubiarkan kalian bergerak dan melakukan sesuatu semau kalian.
Namun, kami sendiri yang akan menilai seberapa jauh kapasitas dan nama baik Dewa kalian dipertaruhkan dengan sikap bodoh kalian."
Setelah ucapannya, Ashura, Wisnu, dan Ganesha bisa menggerakkan tubuh mereka kembali.
Ketiga Dewa itu terdiam beberapa saat karena merenungi ucapan Zahal.
Juan masih bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi.
'Apa ini juga salah satu kemampuan milik Manipulator itu? Hingga mampu menundukkan mereka bertiga... "
Tamasha bergumam dengan wajah serius setelah melihat kejadian itu dengan seksama.
"Kita kembali, Ashura, Ganesha..."
Wisnu menghilang setelah ucapannya barusan.
Baik Ganesha dan Ashura yang terlihat kehikangan semangat beserta 3 lengannya mengikuti jejaknya sesaat kemudian.
Juan mendekati Zahal dan mengayunkan tendangan berkecepatan tinggi kearah kepala Zahal.
"APA-APAAN ITU?"
Ia berteriak dengan wajah seolah penuh amarah.
Sementara Zahal tak menghindari tendangan itu, menanggapinya dengan lirikan mata yang dingin.
"Kau kesal karena perbedaan jauh diantara kita, Dewa rendahan?"
Zahal memalingkan wajah dan tubuhnya dari Juan.
"Ini tidak adil! Kau sadar bagaimana kerasnya aku mencoba meningkatkan kemampuanku?!"
"Setelah semua kerja keras yang kujalani! Semua pengalaman yang kurasakan, Kau mengusir mereka seperti orang dewasa yang mempermainkan bocah kecil!"
Juan mendorong tubuhnya dan mengeluarkan suara dan isi hatinya dengan tegas.
"Ya... Lalu kau mempermalukan dirimu sendiri saat ini dengan meluapkan semuanya begitu saja..."
Zahal memotong sekaligus menghentikan ucapan Juan.
"Jika kau punya waktu untuk berdebat dan masih ingin berjuang, kenapa kau menyia-nyiakan kesempatan ini disini."
"Kau sudah pernah bertemu denganku dan Masriz, juga pernah bertemu dengan Yoke.
Kenapa kau tak memutuskan jalanmu sendiri dan berhenti menyalahkan orang lain hanya karena...
KAU LEMAH DAN KEKANAK-KANAKAN..."
Zahal berpaling dan menjauh. Berjalan santai kearah Masriz dan yang lain. Meninggalkan Juan yang berlutut menundukkan badan dan menghujamkan tinjunya ketanah berkali-kali.
Tak lama kemudian mereka kembali kedalam ruang Vip di rumah sakit sebelumnya.
Posisi mereka tak berubah sedikitpun.
"UGHAAAAAHHHHH!!!!!!!!!!"
Tamasha, Leon, Rebella menutup mata dan bersimpati mendengar teriakan Juan.
Sementara sosok lain bersama Zahal berjalan santai meninggalkan ruang itu.
'Ia terpuruk setelah mengorbankan 3 tahun masa hidupnya karena menyembuhkan adiknya.
Bagiku perkembangannya cukup baik, tapi mungkin kejadian ini akan mengajarkannya untuk menjadi lebih tangguh dan tak sekedar mengandalkan energi yang berlebihan.'
Tamasha bergumam melihat keadaan Cowok yang masih merunduk berlutut dan menghujamkan tinjunya ketanah berkali-kali itu.
Mereka bertiga, baik Tamasha, Rebella, dan Leon berusaha tak melukai Juan lebih jauh dengan berdiam diri untuj mengurangi resiko salah kata.
.
..
...
Suara lantunan syair-syair berbahasa Arab membuat sekeliling menjadi tenang.
Mamba terlihat semangat dan senang ditengah-tengah para pelajar dalam sebuah ruangan yang dipenuhi oleh keceriaan dan alunan musik.
Yoke berada di sisi ruang yang berbeda bersama beberapa pemuda, menabuh alat-alat musik, di sisi lain terlihat beberapa pemuda lain melantunkan syair-syair indah yang senada dengan alunan tabuhan musik dalam ruangan itu.
Yoke berdiri seketika dan beranjak dari posisinya, raut wajahnya tak berubah walaupun sebenarnya ia merasakan sesuatu yang berbeda.
Ia berjalan keluar ruangan menuju kedepan bangunan.
Berjalan agak jauh dari pondok tersebut dan berdiri sejenak, nyaris terdiam.
"Selamat datang, salam untukmu, Juan."
Yoke menyadari sosok yang terlihat murung, nyaris hancur itu.
Nyaris tak ada cahaya tersisa dipelupuk matanya.
Yoke mempersilahkannya masuk kedalam pondoknya.
Juan berjalan lunglai, pandangannya lurus kedepan, kosong, tenggelam dalam sesuatu tak berujung.
.
..
...
Yoke mengarahkannya duduk disebelah Mamba.
Mamba mencoba mengajaknya ngobrol, tapi suaranya berbenturan dengan alunan musik dalam ruangan itu.
Lagipula Juan sendiri tak terlihat menghiraukan apapun yang terjadi disana.
'Sepertinya aku harus kesana...'
Itu adalah perasaannya sebelum menuju Pondok tempat Yoke dan Mamba berada.
'Gagal... Pondok itu tak dapat ditembus dengan Teleportation, ya?'
Juan bergumam setelah gagal berpindah dari Ruang Vip sebelumnya ke Pondok Yoke itu.
'Apa aku selemah itu hingga nggak mampu menembus pondoknya?'
Kejadian hari ini sudah cukup membuat harga dirinya hancur, jangan sampai gagalnya ia berpindah ke Pondok semakin menghancurkannya.
'Ah... Coba saja ke lingkungan terdekatnya...'
Dan itulah alasannya bagaimana Yoke menyadari kedatangannya.
.
..
...
Nyaris seharian setelah Yoke mengantarkannya ke kamar Tamu, Juan meringkuk, tak melakukan apapun.
'Bajingan itu... Setelah mengatakan hal sekejam itu, nggak muncul sekalipun...'
Ya... Hatinya dipenuhi perasaan kalut.
'Jika memang aku lemah, kenapa ia dan yang lain nggak melatihku...'
Ia tak tidur, tapi juga tak bisa dibilang hidup.
Pandangan matanya kosong dan hampa.
'Hey Bajingan, biasanya kau datang tiba-tiba seenaknya... Kemanapun aku pergi...'
Sesekali ada raut marah dari wajahnya. Namun yang jelas pikiran dan hatinya ruwet.
'Kutunggu kau sampai datang dan menghiburku, Bajingan!...'
.
..
...
"Selamat datang di rumah, anak badung!"
Suara seorang remaja pria menggema dalam sebuah rumah mewah.
Zahal berjalan memasuki pintu rumah itu dan mengabaikan suara barusan.
Seorang remaja berlari dari arah dalam dengan cepat kearah Zahal.
Ketika jaraknya dengan Zahal sudah sekitar 1 meter, ia mengayunkan tendangan kearah wajah Zahal.
Buakk!!!
Zahal menahannya dengan tangan kirinya.
"Kudengar Samarinda mencariku... dimana dia?"
Zahal menurunkan tangan kirinya dan mengungkapkan tujuannya.
"Wah-wah-wah, anak haram sepertimu sok-sokan setelah sekian lama nggak kembali kesini, merasa jagoan?"
Kedua kalinya tendangan menghantam Zahal, kini tangan kanannya menahan tendangan itu.
"Jika Samarinda tak ada disini, aku akan keluar..."
Zahal membalikkan badannya, seketika tendangan kearah kepalanya tak terelakkan. Ia rubuh kedepan.
"Jangan berani melangkah keluar! Dasar Anak Anjing!"
Remaja itu terlihat penuh ambisi untuk menghajar Zahal.
Kali ini ia menendang punggung dan pinggang Zahal.
Buakk!!! Bukkk!!! Baakkk!!!
.
..
...
"Aku pulang..."
Seorang gadis datang memasuki rumah itu. Gadis dengan kacamata bening, berambut hitam dikelabang dikedua sisi dan menjulur kearah dada, Samarinda.
Gadis itu terbelalak melihat sosok didepannya.
"Zahal! Kenapa kamu pulang?!"
Ia berlari menghampiri sosok yang babak belur terjerembab dilantai.
"Sudah tahu disini seperti ini, kenapa malah pulang?"
Samarinda mencoba membangunkan Zahal.
"Kudengar kau mencariku... Jadi aku datang kesini..."
Wajah Zahal berlumuran darah, tubuh dan pakaiannya compang-camping.
"Lagipula kenapa kau tidak menggunakan 'Kemampuan'mu untuk meredam kekuatan pria bodoh itu?!"
Samarinda pasti sudah sadar dengan kemampuan 'Manipulation' milik Zahal.
"Sudahlah, jika kau benar-benar mencariku abaikan hal ini, apa yang kau butuhkan dariku?"
Zahal tak terlihat seperti seseorang yang kesakitan. Ia malah terlihat tegar dan bagi Samarinda, berbahaya...
"Bukan begitu maksudku, Aku mencarimu karena kau jadi pembicaraan oleh para Guru disekolah..."
Samarinda menjelaskan dengan suara lirih.
.
..
...
"Seperti yang sudah pernah saya jelaskan pak Kepala Sekolah."
Masriz berada didalam Ruang Kepala Sekolah di SMK Samudera.
"Ya, mengenai Zahal, siswa yang dibenci seluruh guru itu 'kan, pak Masriz?"
Mereka melanjutkan pembicaraan penting yang terlihat tak mungkin diganggu oleh siapapun itu.
"Benar, Zahal adalah pemuda yang sejak balita ditinggalkan oleh kedua orang tuanya.
Ditemukan oleh keluarga Samarinda, dan disiksa oleh kakak kandung juga Ibu dan Ayah Samarinda."
Masriz terlihat serius, pandangan matanya menusuk pria berambut putih dihadapannya itu.
"Saya sudah sering mendengarnya, dan sudah memastikannya sendiri dari Samarinda.
Tapi jika memang anda berkenan untuk merawatnya menggantikan orang tua Samarinda, hal itu tidak akan mengubah sifat alami pelajar itu.
Bahkan pandangan guru terhadapnya akan lebih buruk jika ia tak sanggup berubah, pak Masriz."
Kepala sekolah berusaha menjelaskan pikirannya sebijak mungkin.
Mereka masih berdiskusi sementara disaat yang sama di Denpasar, terjadi diskusi juga dengan dua orang yang berpengaruh di pondok.
"Remaja itu sedang terpuruk, saya mohon kebijakan dari Anda untuk membiarkannya disini sementara waktu hingga ia membaik dan cukup berkembang."
Yoke duduk bersimpuh dihadapan seorang pria dan wanita yang dikelilingi oleh pelajar-pelajar.
"Yang perlu diperhatikan adalah latar belakangnya nantinya tidak akan membawa pengaruh buruk atau mengundang sosok yang merugikan tempat ini, Yoke."
Wanita disamping pria paruh baya itu menanggapi ucapan Yoke.
"Saya akan bertanggung jawab jika sesuatu terjadi dengan pondok ini!"
Dengan tegas pelajar yang kurang lebih lebih tua 3-4 tahun dari Zahal itu berusaha meyakinkan kedua orang didepannya.
"Memberi Yoke sebuah kepercayaan, terakhir kali kamu tertidur nyaris 2 tahun, dan sekarang kira-kira pantaskah kami mempercayaimu?"
Pria paruh baya dihadapannya mencoba membalikkan kata-kata pemuda itu.
Yoke terdiam cukup lama.
'Juan juga berasal dari kasus yang sama... Dan jika Beliau berdua menyadari kesamaan itu, sudah jelas ia tidak akan diijinkan berada disini.'
Tak berapa lama setelah ia terdiam, pundaknya ditepuk oleh seseorang.
"Begini saja, kami akan membawa kalian berdua ke Pondok Ranting, kita akan membinanya disana sebelum bisa meyakinkan bahwa ia pantas disini."
Seorang pria dewasa dengan pakaian dan tubuh yang jauh lebih bersih dan tampan dari Yoke berhasil menghiburnya sekaligus meyakinkan kedua pemilik Pondok itu.
.
..
...
"Kenapa sih, kau nggak pernah mau menggunakan 'Manipulation'mu ketika dihajar oleh Kak Malang?"
Samarinda membersihkan luka diwajah Zahal dengan kompres hangat.
"Kemampuan yang kudapat dari dunia antah-berantah itu.
Kau pikir aku pecundang macam apa yang mempergunakan kemampuan 'Pinjaman' untuk bertahan hidup dikehidupan nyataku sendiri..."
Samarinda terdiam mendengarkan itu.
"Aku sudah cukup bersenang-senang di Awaland, dan ketika aku memanipulasi semuanya hingga semua orang kembali kedunia nyata ini, lagi-lagi aku dibenturkan kenyataan bahwa disinilah 'Kampung Halaman' dan Kehidupan kita yang 'Sebenarnya'."
Zahal melanjutkan kata-katanya.
"Tugasku hanyalah mengikuti alur yang sudah dipersiapkan, menutup kisah 'How to be a God', menghapus System Dewa yang ada di dunia ini, lalu berperang melawan Iblis.
Musuhku bukan manusia."
Ia masih membuat Samarinda tak sanggup membalas kata-katanya.
"Dan ingat baik-baik, kekuatanku yang sebenarnya adalah 'Tidak berbangga diri menggunakan kemampuan yang bukan milikku' untuk memperbaiki kehidupan yang kumiliki..."
Yah, Ironis sekali.
Sebenarnya sejak awal aku ingin menciptakan sosok yang benar-benar kelam atau 'Dark' sebagai latar-belakang Zahal.
Dan aku baru bisa menjelaskan latar belakangnya disini.
Dia memiliki Prinsip kuat di Kehidupan yang buruk.
Mungkin kedepannya aku akan kesulitan menentukan masa depannya.
Apakah ia akan berakhir Ironis, Heroik, atau Fantastis?