webnovel

Sandi Perak

Bila saja mataku tidak melihatmu waktu itu, pasti kisah cintaku dengan sepupuku tak akan pernah berakhir. Bila saja aku tidak menciummu waktu itu, pasti cerita pahit tentang kita tak akan pernah terjadi. Bila saja kau jujur padaku, pasti cerita panjang tentang kita tak akan pernah ada.... Aku mencintaimu, tapi ada pembatas yang sangat besar diantara kita.. Andai kau Manusia.. NB: Dilarang keras menyalin tanpa seizin penulis! untuk sandi perak season 1 tamat di bab 69 ya :)

Poppy_N_Zu · Urbain
Pas assez d’évaluations
150 Chs

empat

Dilain sisi.

Farhel yang melihat kejadian itu langsung pergi dengan memegangi dadanya yang tiba-tiba sesak. Sesak karna memikirkan Bellanya yang dulu bukanlah gadis yang seperti itu, bukan gadis yang dengan gampangnya mencium ataupun menyentuh sembarangan laki-laki.

Alona dan Feby langsung mengejar Farhel. Sambil berlari Alona tersenyum puas, puas karna apa yang selama ini di inginkannya tercapai juga. Dia sangat menginginkan momen seperti ini.

Dengan napas yang tersengal-sengal Alona memanggil-mangil Farhel, menyuruh cowok itu untuk berhenti. "Farhel, berhentilah!" Teriak Alona.

Farhel mendadak menghentikan langkahnya, Membuat Alona menabraknya lalu terjatuh. Cowok itu hanya melihat dingin ke arah tubuh ramping bak model yang jatuh tepat di kakinya itu. Dan dia tidak peduli.

Dengan ekspresi dingin dan tatapan tajam dia berkata. "Kau memaksaku untuk pergi ke tempat sialan itu karena aku harus menyaksikan hal yang menyakitkan seperti ini?" Suara nada yang serak membuat hatinya yang hancur terpapar jelas.

Alona bangkit sambil menahan malu yang luar biasa, murid-murid yang berjalan di lobby sekolah masih ramai. "Maafkan aku, Aku hanya membantumu agar kau bisa melupakan Bella."

Farhel tertawa, tawanya penuh ejekan. "Kau bukan membantuku, bodoh, tapi kau membunuhku."

"Kau harus melupakannya. Kalian tidak bisa bersama." Ucap Alona mulai takut. Tatapan Farhel begitu tajam membuat jantungnya terpompa lebih cepat dari biasanya.

"Apa urusanmu? Aku yang punya hati. Aku tidak bisa melupakannya sampai aku mati sekalipun."

"Kenapa kau begitu mencintainya? Kenapa kau tetap mencintainnya? Padahal kau tahu pada akhirnya kau tidak akan bisa bersamanya!" Teriak Alona frustasi, frustasi kenapa cowok di depannya ini begitu memiliki hati yang sangat teguh. Selama ini dia sudah capek untuk memberitahu kepada Farhel bahwa dia dan Bella tak bisa bersama. Dia sudah capek meyakinkan cowok itu bahwa dia rela jadi pelarian.

Farhel berjalan mendekat satu langkah, kelakuannya itu spontan membuat Alona mundur satu langkah, namun bukan Farhel namanya kalau dia tidak melangkah lagi. Cowok itu mendekatkan wajahnya ke telinga Alona, lalu berbisik. "Kenapa kau harus susah payah hidup? Padahal pada akhirnya kau juga akan mati. Apapun jawabanmu Pasti sama persis dengan jawabanku. Jadi jangan ikutin aku lagi, Jalang." Dia berbisik menyeramkan. Mata indahnya memerah menahan amarah. Dengan gerakan cepat Farhel berjalan pergi meninggalkan Alona dan Feby. Terlihat jelas dari langkahnya, cowok itu sangat kecewa.

Ucapan Farhel tadi membuat Alona membeku. Bukan, bukan karna kata-katanya tapi karna nada bicara dan raut wajah Farhel berubah. Raut wajah yang begitu manis berubah menjadi dingin seolah dia ingin membunuh.

Feby yang dari tadi berada di belakang Alona berjalan mendekat. "Alona, kau jahat sekali. Kau menghancurkan perasaan Farhel." Ucapnya yang ikut kecewa.

Dengan cepat Alona menoleh ke arah Feby. "Jahat? Aku hanya membantu mereka berdua. Kalau Bella tau pasti dia sangat berterimakasih padaku." Kata Alona.

"Tapi ini bukan urusanmu. Jika memang mereka tidak bisa bersatu itu urusan mereka bukan urusanmu. Mungkin ada masa lalu yang indah di balik semua ini makanya Farhel tidak bisa melupakan Bella. Lebih baik kau tidak usah seperti malaikat yang seolah-olah ingin membantu." Ucap Feby geram.

"Ada apa denganmu?" Tanya Alona tak percaya.

"Rencanamu ini sangat busuk. Kau bukan ingin membantu Bella tapi Kau melakukan ini karena kau menyukai Farhel. Aku tau itu Alona. Kau licik."

Alona tertawa mengejek. "Tidak ada yang jahat selagi ingin mendapatkan cinta. Aku tau kau juga menyukai Farhel. Ayolah, kau pikir aku tidak tau?"

"Ya, aku memang menyukainya. Tapi itu dulu Sebelum aku tau bahwa dia cowok aneh, Cowok yang mencintai sepupunya sendiri. Dan Kau malah menyukainya? Padahal kau tau sendiri bahwa mustahil bagimu untuk mendapatkannya. Jangan pernah berharap hanya karna mengandalkan wajah cantikmu itu. Cantik saja tidak cukup untuk mendapatkan apa yang kau mau." ucap Feby dengan gaya meremehkan.

"Kau tidak tahu apa yang aku pikirkan! Aku ingin menjadi seperti Bella di hati Farhel! Menjadi cewek yang di perjuangkan sehidup semati olehnya. Apa aku salah? Bahkan kalau kau merasakan apa yang aku rasakan kau juga akan melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan!" Alona yang sedari tadi menatap sombong kini matanya mulai berkaca-kaca. Dia sedikit berteriak karna kini hatinya mulai terasa sakit

"Tapi rencanamu ini membuat Bella tampak murahan di depan Rayyen. Apa kau tidak berpikir sebelum melakukannya? Bella sahabat kita."

"Apa peduliku?" Gadis itu hendak berjalan pergi tapi tiba-tiba langkahnya terhenti, dia menoleh pada Feby yang masih berdiri di posisinya. "aku ingatkan, Bella bukan sahabat kita lagi mulai sekarang." Setelah itu dia benar-benar berjalan pergi meninggalkan Feby sendiri.

"Bella tetap sahabatku." Ucap Feby pelan saat melihat tubuh Alona hampir hilang di kerumunan orang.

...

Rayyen tersadar dan langsung cepat menjauh. "Siapa kau?" Tanyanya. Dia tadi sangat terkejud karna merasakan bahwa gadis yang menciumnnya itu bukan Manusia. Saat bibir Bella menyentuhnya, ada energi yang sangat kuat membuat kulitnya terasa dingin seketika.

"Namaku? Aku Bella." Ucap Bella sambil memegangi tengkuknya. Entah mengapa dia jadi canggung melihat tatapan dingin Rayyen.

"Maksudku Bukan itu, bodoh. Maksudku kau itu bukan Manusia lalu makhluk apa kau ini? Apa yang kau lakukan di Bumi? Apa tujuanmu?" Tanya Rayyen.

"Dia tau aku bukan Manusia lagi? Aku juga merasakan bahwa dia juga bukan Manusia. Jadi makhluk jenis apa dia ini? Pantas saja wajahnya seperti orang yang di operasi bertahun-tahun dan hasilnya begitu sempurna."   

Batin Bella.

Melihat Bella hanya diam membisu sampil memperhatikannya, Rayyen langsung cepat menyadarkan gadis itu. "Kenapa kau tidak menjawabku?"

"Kau juga bukan Manusiakan? Jadi makhluk apa kau ini?" Bella balik bertanya.

"Aku bertanya dan kau kembali bertanya? Lucu sekali. Tak usah jawab lagi karna aku sudah tau kau makhluk apa. Jadi aku mengganti pertanyaanku. Kenapa kau menciumku seenak jidatmu? Apa kau selalu seperti ini pada laki-laki yang membuatmu tertarik?"

Bella tak menanggapi pertanyaan Rayyen, dia lebih ingin mengetahui siapa dirinya sekarang agar penasarannya selesai. Rasanya tidak enak berhari-hari dia terus di hantui sama pertanyaan, makhluk apa dia sekarang. "kalau memang kau tau aku ini bukan Manusia, bisakah kau memberitahuku? aku ini makhluk jenis apa?" Tanya Bella dengan wajah sangat-sangat membutuhkan jawaban.

"Jangan mengalihkan pembicaraan. Jawab saja pertanyaanku." Ucap Rayyen sedikit tegas. Dia berpikir gadis yang ada di hadapannya itu sedang bercanda. Dan dia masih tidak habis pikir ada gadis yang berani langsung melakukan ini padanya.

Bella mendengus, dia tau bahwa percuma saja jika dia terus bertanya, Rayyen pasti tidak mau menjawabnya. "kalau soal pertanyaanmu itu, aku baru kali ini melakukannya. Ini ciuman pertamaku Jadi aku minta maaf. Aku melakukannya juga karena permainan konyol. Jadi aku bukan wanita murahan seperti dalam pikiranmu itu. Bibirmu lembut, jadi terimakasih." Ucap gadis itu dengan nada tenang, seperti tidak terjadi apa-apa.

Rayyen mendadak menatapnya tajam, lelaki itu menatap dengan tatapan ingin membunuh tapi dia menahannya dengan susah payah. Dia kesal melihat gadis di depannya itu menanggapi hal ini dengan enteng, padahal kecupan gadis itu adalah awal mula mala petaka baginya. Kecupan singkat itu bisa jadi akan membunuhnya di waktu yang akan mendatang.

"Aku sudah menjawab pertanyaanmu, jadi sekarang giliranmu menjawab. aku ini apa?" Walaupun gadis itu berbicara dengan santai, percayalah bahwa dia sedang bersiap-siap lari jika Rayyen benar-benar akan membunuhnya. Dia sudah was was karna melihat tatapan tajam Rayyen.

"Kau gila?" Tanya Rayyen tetap dengan tatapan tajamnya. "Mana mungkin kau tidak tau siapa dirimu."

"Aku mungkin setengah Manusia, dan orang tuaku tidak pernah memberitahuku. Jadi aku ini apa?" Tanya Bella lagi.

Rayyen menatap Bella lama, seperti sedang mencaritahu apakah gadis yang ada di depannya ini berbohong atau tidak. "kau adalah Ruzh."

Bella berpikir sejenak. Apa itu Ruzh, nakhluk jenis apa itu dan bla-bla, pertanyaan seperti itu langsung memenuhi kepalanya. Banyak yang ingin dia tanya lagi tapi melihat tatapan Rayye. Dia mengurungkan niatnya. Dia memikirkan kata-kata yang cocok dia ucapkan sekarang.

"Rayyen, maafkan aku. Aku menciummu sesuka hati. Aku juga terpaksa melakukan ini, dan aku yakin kau pasti sudah sering melakukannya. Aku tidak berniat apapun."

Rayyen masih menatapnya dingin dan tajam, tatapannya itu berhasil membuat Bella merasa takut. "tidak." Ucap Rayyen hanya dengan satu kata ambigu.

Bella mengernyit bingun. "tidak? Maksudnya?"

"Aku tidak pernah mau mencium dan tidak pernah ada yang berani menciumku sebelumnya. Tiga hidupku telah kau ambil satu, sekarang tinggal dua. Dan menjauhlah dariku jika kau tidak siap untuk mengorbankan hidupmu untuk bertanggung jawab." Ucap Rayyen datar namun menakutkan bagi Bella.

Gadis itu tidak mengerti apa maksud Rayyen. "tiga hidupmu telahku ambil satu? Maksudnya

"Pergi, kalau bisa berlari sekencang yang kau bisa. Sekarang!" Perintah Rayyen dengan tegas.

"Pergi!" Ucapnya lagi ketika Bella tak bergeser sedikitpun dari tempatnya.

"Pergi!!"

Gadis itu tersentak karna bentakan terakhir Rayyen. Dia berjalan mundur hendak pergi dengan perasaannya yang masih bingung. Kenapa dia tiba-tiba di usir semengerihkan itu padahal setelah tadi masih bisa berbicara santai, dan mengapa Rayyen mengucapkan kata-kata yang harus membuatnya penasaran, dan mengapa bukan Rayyen saja yang pergi meninggalkannya begitu saja? Ini malah menyuruh dia yang pergi.

Mungkin ada hal-hal yang tidak semua harus ku tau. Pikirnya. Dan akhirnya Bella pergi meninggalkan Rayyen sambil sedikit berlari.

Setelah punggung gadis itu tak tampak lagi, Rayyen menjatuhkan lututnya ke tanah. Dia memegangi dadanya tak percaya. Bahkan menepuk-nepuk dada itu berharap 3 kesempatan hidupnya kembali lagi. Ada rasa kecewa pada dirinya sendiri, dan ada rasa tak percaya bahwa seperti inilah rasanya kehilangan detak jantung yang pertama.

Sinar matahari tak menghalanginya untuk menyesali yang terjadi. Dia terus-terussan mengutuk dirinya, kenapa dia tadi begitu gampangnya di seret gadis itu kesini. Dan dengan gampangnya gadis itu meninggalkan bekas seumur hidup di bibirnya.

Bagi Manusia dan makhluk seperti Bella ciuman adalah hal yang tidak dapat membunuh. Tapi bagi Rayyen itu bisa menjadi salah satu penyebab kematiannya

....