webnovel

Bukan Playboy

Pagi ini, aku tidak bersemangat seperti biasanya, aku ingin bis ini berjalan lambat. Hari ini, rasanya aku takut berangkat sekolah, aku takut dengan pandangan mata mereka. Lalu pengakuan Aaron kemarin?? Bagaimana reaksi teman-teman sekelasku? Ah sudahlah, tidak perlu dipikirkan apa yang mereka pikirkan tentangku, jalani saja, semua pasti akan berjalan seperti seharusnya. Huff aku hanya harus lebih mengebalkan telinga dan hatiku.

"Hai Bi...," sebuah suara mengagetkanku, aku segera menoleh. Alan, entah sejak kapan dia duduk disebelahku, aku bahkan tidak menyadarinya sama sekali.

"Hai... Alan," balas ku menyapanya, suara ku sedikit bergetar karena grogi.

"Dari tadi melamun," komentarnya.

"Ah, nggak kok," aku nyengir. Apakah aku tadi memang terlihat melamun?

"Bi... Maafkan aku," ucapnya sambil menatapku. Ahh mata itu... God, aku tidak sanggup membalasnya.

"Untuk apa?" tanya ku pelan.

"Aku tahu kejadian kemarin. Ketika teman-teman di kelasmu malah menyalahkan mu karena aku dan Marsha putus," ucapnya masih terus menatap kearahku. Ternyata dia tahu kejadian kemrin, lalu... apa dia juga tahu kalau Aaron mengaku sebagai pacarku?? Gawat.

"Ah tidak apa-apa, mereka nggak salah, mereka berasumsi berdasarkan apa yang mereka lihat bukan yang mereka ketahui, begitu juga dengan kejadian kemarin, tidak seperti yang dilihat oleh orang-orang," jelasku berharap dia tahu bahwa apa yang terjadi kemarin, pengakuan Aaron tidaklah benar. Aku ingin dia tahu itu. Aku meliriknya.

"Emm, lalu berarti Aaron bukan pacarmu?" tanyanya. Yess, syukurlah dia sadar itu, syukurlah dia menanyakan itu padaku dan tidak hanya menganggp apa yang dia lihat adalah kebenaran.

"Bukan," jawabku segera.

"Ahh syukurlaaahhhh," jawabnya sumpringah. Syukurlah??

"Emm Alan...," panggilku pelan. "Emm maaf, mungkin untuk saat ini, kita jangan dulu bertemu."

"Kenapa? Apa aku membuat mu merasa tidak nyaman?"

"Bukan begitu, aku cuma tidak ingin teman-teman ku semakin salah paham padaku."

"Oke jika itu yang kamu inginkan."

Sejujurnya aku sangat berat mengatakan itu pada Alan, baru saja kita dekat, baru saja aku bisa jalan bareng dengannya. Ternyata memang benar apa yang dikatakan Tante, bahwa menginginkan sesuatu yang telah dimiliki orang lain adalah kesalahan. Nilam dan Chita benar... aku sangat menjijikkan.

"Bi... sekali lagi aku minta maaf karena membuatmu jadi tidak nyaman dikelas."

"Tidak Alan, itu bukan salahmu."

***@***

Pandangan mata mereka lebih aneh dari kemarin, bisik-bisik mereka.

"Bintang pacarnya Aaron? Nggak salah?"

"Mungkin dia salah satu yang jadi mainan Aaron."

"Hahaa iya bener. kemarin aku lihar Aaron jalan bareng dengan Sherly. Kasihan, paling-paling sebentar lagi juga di campakkan."

"Tapi muka pelakor kayak dia sih gampang nyari pengganti."

"Hahaaa... iya bener," dan masih banyak lagi bisik-bisik yang tidak ingin ku dengar, rasanya sekarang sekolah tak lagi menyenangkan.

"Bin... jangan dengerin omongan mereka, mereka hanya iri padamu," Jhuly menenangkanku.

"Iya Jhul, aku tidak mempermasalahkannya."

"Semua tahu kalau Alan playboy, seharusnya mereka tidak menyalahkanmu."

"Alan tidak playboy Jhul," potongku. "Dia hanya belum menemukan yang tepat."

"Kenapa kamu malah membela Alan? gara-gara dia, kamu jadi sasaran kemarahan."

"Kalau itu aku tidak tahu, tapi menurutku Alan itu tidak playboy."

"Hah terserah sajalah. Oh iya...," Jhuly menggeser duduknya lebih dekat kearah ku. "Apa pengakuan Aaron kemarin benar??" tanyanya berbisik, aku tersenyum mendengar pertanyaannya.

"Tidak," jawabku berbisik juga.

"Huff syukurlah...," ucapnya dengan wajah lega. "Sebenarnya aku naksir Aaron Bin...," bisiknya lagi. Aku mengangguk-angguk.

"Aaron baru cowok keren," pujinya.

"Iya... iya, Aaron keren," jawab ku mengiyakan. "Tapi Aaron playboy lho," lanjut ku. Jhuly menatap mataku.

"Bukan playboy, tapi belum menemukan yang tepat." jawabnya menirukan ku. Kita tertawa... akhirnya aku tidak merasa tegang lagi.