webnovel

Salah Paham

Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tatapan mata mereka sinis dan seakan menghakimi ku. Ada apa sebenarnya? Aku masuk kelas dengan perasaan bingung.

"Heh dasar Lo ya," suara Nilam tinggi sambil menggebrak mejaku. Aku hanya diam dan melihatnya dengan kebingungan. Semua mata yang ada dikelas tertuju padaku, Aku melihat Marsha yang menangis sesenggukan.

"Jangan sok bodoh ya. Oh jadi memang benar bahwa orang pendiam itu lebih berbahaya," ucap Nilan lagi, lalu disusul Chita yang mendekatiku.

"Pantas saja dia nggak punya teman, ternyata kelakuannya seperi ini," Chita ikut berkomentar.

"Hahaa... siapa juga yang mau berteman dengan dia, orang yang ngerebut pacar temen sendiri. PELAKOR," timpal Nilam.

Merebut pacar teman sendiri? Apa maksudnya? Aku hanya menunduk membiarkan mereka. Aku tidak ingin menjawab apa-apa, mereka mungkin hanya salah paham padaku. Aku tidak ingin menjelaskan apa-apa karena memang aku bukan seperti yang mereka tuduhkan. Aku tahu yang mereka maksud adalah Alan. Alan pasti sudah putus dengan Marsha lalu mereka menuduh ku yang merusak hubungan Alan dan Marsha.

"Muka boleh polos tapi ternyata dalamnya serigala," ucap Nilam yang terdengar sangat sadis.

"Iya bener, bener," tambah Chita.

"Kalian jangan keterlaluan ya," Jhuly berdiri bermaksud membelaku. Segera ku genggam tangannya, memintanya untuk tidak ikut campur.

"Eh, Lo jangan ngebela pelakor ini ya Jhul, mending Lo jauh-jauh deh dari pelakor ini," Nilam memperingatkan.

"Dengan mata kepala Gue sendiri, kemarin Gue lihat si pelakor ini jalan bareng sama Alan,"

Dugaanku benar, mereka begini karena melihatku bersama Alan kemarin. Mereka langsung menuduhku merebut Alan dari Marsha.

"Busuk banget ya hati Lo," Chita mendorong bahuku, aku semakin menunduk tak berani menatap mata mereka yang merah karena marah.

"Diam-diam godain cowok teman sendiri."

"Jijik Gue... cuih."

Ku pejamkan mataku berharap ini segera berakhir, kata-kata mereka terdengar sangat menyakitkan.

"Dia cewek Gue," sebuah suara yang langsung mendekatiku. Aku segera membuka mata mendengar suara yang sudah tak asing bagiku. Aaron. Dia memeluk pinggangku, mendekatkan tubuhnya.

"Aaron....," panggil hampir semua cewek yang ada dikelas hampir berbarengan. Suara menjadi riuh, tak lagi hanya ada bullyan Nilam dan Chyta. Lalu Aaron menarik tanganku keluar kelas. Aku mengikutinya tanpa protes.

"Apa kalau pagi Cinderella nggak punya suara? Kenapa diam saja di kata-katain mereka?" ucapnya setelah ada ditempat yang sepi.

"Karena tidak ada yang perlu aku katakan pada mereka."

"Oh... Jadi benar kamu sudah jadian sama Alan?" aku menggeleng.

"Mereka membully ku karena ketidaktahuan mereka, mereka hanya salah paham."

"Lalu... Kamu berencana membiarkan mereka terus salah paham padamu?"

"Tidak ada gunanya aku menjelaskan, mereka terlanjur marah padaku. Penjelasanku hanya akan mereka anggap sebuah kebohongan atas pembelaan ku," cukup. Aku tidak ingin berdebat dengannya lagi.

Aku meninggalkannya. Aaron... Terima kasih sudah membawaku keluar dari kelas, paling tidak... itu menghentikan ku mendengar ucapan-ucapan yang mungkin akan lebih menyakitkan lagi. Aku semakin meninggalkannya, berlari melewati murid-murid. Ada sesuatu yang tiba-tiba menyusup di dasar hatiku, rasanya sangat bahagia ada sosok yang menyelamat kita dari sebuah ancaman. Aku tidak tahu ini apa. Aku hanya ingin terus berlari. Aaron... Mungkin pengakuanmu tadi malah akan mempersulitku tapi terimakasih untuk tadi.

Kenapa menyukai seseorang begitu sulit, apa rasaku ini memang salah pada Alan. Apa aku tidak boleh menyukainya? Apa aku memang berhati busuk karena menyukai dia yang sudah punya pacar?