webnovel

The Alchemists: Cinta Abadi

Finland adalah gadis paling kesepian di dunia, yang harus berani menghadapi dunia yang sulit di Singapura sendirian setelah lulus dari universitas dengan beasiswa. Setelah dibesarkan sebagai anak yatim dalam kemiskinan di pinggiran Jakarta dan selalu dibully gadis-gadis kaya di sekolahnya, ia sangat kuat membentengi dirinya agar tidak disakiti oleh orang lain. Secara kebetulan, Finland bertemu Caspar, seorang alchemist generasi kedua yang telah hidup selama 438 tahun dan sebenarnya abadi. Caspar telah menumpuk kekayaan, pengetahuan, dan kesempurnaan di dalam hidupnya (yang sangat panjang). Ia tidak pernah jatuh cinta dan bergonta-ganti kekasih sebulan sekali, sampai akhirnya karma membalas Caspar ketika dia bertemu satu-satunya gadis yang tidak peduli pada ketampanannya dan kekayaannya yang luar biasa, dan pada gilirannya membuatnya jatuh cinta setengah mati. Copyright: @2019 Missrealitybites *** Follow FB Page "Missrealitybites" untuk ngobrol dengan saya tentang novel-novel saya: 1. The Alchemists 2. Kisah Cinta Ludwina & Andrea 3. Katerina 4. Glass Heart : Kojiro - Nana 5. 1912-1932 6. Altair & Vega 7. Pangeran Yang Dikutuk 8. Finding Stardust / Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang Lihat visual novel ini di Instagram @casparthealchemist Instagram @missrealitybites

Missrealitybites · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
1144 Chs

Rory Yang Misterius

Rory datang setiap hari ke rumah sakit dan membawakan banyak hadiah untuk Aleksis. Kehadirannya membuat hati Finland yang sedih merasa lebih ringan. Ia seperti merasa punya teman baru yang menggantikan Jean yang telah melupakannya.

"Rory, kenapa kau membantuku? Aku hanya orang asing untukmu..." kata Finland saat Rory menjemputnya dari rumah sakit untuk pulang ke rumah. Ia benar-benar merasa tidak enak merepotkan orang yang bukan siapa-siapanya.

"Aku tidak membantumu, tapi Aleksis." jawab Rory ringan. Ia membantu Finland membawakan barang-barangnya sementara gadis itu kerepotan menggendong bayinya. "Kau sudah bisa berjalan ke tempat parkir atau mesti kudorong dengan kursi roda?"

"Aku bisa berjalan, terima kasih. Uhmm.. kau akan mengantar kami pulang dengan mobil?"

"Iya, aku bawa mobil ke sini."

"Kau tinggal di mana?" tanya Finland.

"Aku tinggal di hotel," jawab Rory cuek. "Aku senang bertualang dan tidak ingin menetap di suatu tempat. Saat ini rumahku adalah mobilku. Lebih mudah bagiku untuk tinggal di hotel saat ini..."

"Oh...." Finland merasa Rory agak misterius tetapi ia tidak ingin banyak bertanya. Ia menganut prinsip yang sama dengan Jean, kalau seseorang ingin kita mengetahui sesuatu, tanpa ditanya pasti mereka akan menceritakan sendiri. Karena itu ia menunggu dengan sabar.

Finland baru pulang kembali ke apartemennya semenjak ia masuk rumah sakit dan suasana di dalam apartemen cukup berdebu. Rory batuk-batuk dan protes melihatnya dan tidak jadi memasukkan tas Finland ke dalam.

"Apartemenmu berantakan. Tidak cocok untuk bayi. Sebaiknya kau ikut aku ke hotel," katanya sambil geleng-geleng.

"Tapi ini rumahku... aku bisa beres-beres..." kata Finland cepat. "Wajar saja kalau berdebu, aku sudah dua minggu di rumah sakit."

"Biar apartemennya dibersihkan dulu baru kalian pulang ke sini..." Rory tidak mendengarkan protes Finland segera menarik tangan gadis itu kembali ke mobilnya dan mengunci apartemen. Finland tidak punya pilihan selain mengikuti perintah Rory.

Rory ternyata tinggal di Hotel Hilton. Saat mereka berhenti di depan hotel Finland segera menggeleng, tidak mau turun.

"Hotel ini mahal sekali. Seminggu menginap di sini bisa membayar sewa apartemenku sebulan," protesnya. Finland masih punya uang sangat banyak dari Caspar tetapi ia tidak mau menghabiskannya dengan konyol seperti menginap di hotel mahal saat ia sendiri masih memiliki apartemen.

"Siapa yang menyuruhmu membayar?" Rory membuka pintu penumpang dan memberi tanda agar Finland keluar membawa Aleksis. "Aku kan sudah bilang aku punya banyak uang."

"Oh..." Finland lagi-lagi tak punya pilihan selain mengikuti kemauan Rory. Mengingat selama dua minggu terakhir Rory yang menjaganya dan mengurusinya, ia merasa tak enak bila membantah. Rory mengeluarkan tas mereka dan menyerahkan kunci mobil kepada petugas valet.

"Saya pindah ke suite dua kamar ya," kata Rory kepada resepsionis yang keheranan melihatnya datang dengan seorang perempuan dan bayi. Gadis itu hanya mengangguk dan mencatat sesuatu di komputer, lalu menyerahkan kunci kepada concierge.

"Selamat datang kembali, Tuan. Selamat beristirahat."

Rory hanya mengangguk lalu berjalan mengikuti concierge. Finland mengikuti mereka dengan pikiran berkecamuk. Di saat paling sulit dalam hidupnya, ia mendapat pertolongan dari seseorang tanpa terduga seperti ini. Mungkin Tuhan memang adil dan tidak membiarkannya menderita terus-terusan.

"Kau tidak akan terganggu dengan kehadiran bayi di sini?" tanya Finland bingung. Baginya Rory aneh sekali.

"Tidak." Rory segera membuatkan dua cangkir teh untuk mereka dan menyerahkan satu kepada Finland.

"Bayi biasanya menangis sepanjang malam..." kata Finland lagi.

"Aku tidak keberatan. Lagipula tembok di hotel ini kedap suara." Rory menyesap tehnya dengan wajah tanpa ekspresi.

"Aku tidak mengerti kenapa kau menolong kami... Please, pikiranku tidak tenang. Kau harus memberiku penjelasan."

Rory meletakkan cangkirnya lalu menatap Finland lama sekali.

"Hmmm..." Ia akhirnya mengangguk. "Baiklah."

Rory mengeluarkan sebuah botol kecil dari sakunya dan menyerahkannya kepada Finland.

"Apa itu?" tanya Finland bingung. Ia mengamat-amati botol itu dan mengangkat wajahnya keheranan.

"Kematian," jawab Rory pendek.

"Aku tidak mengerti."

"Aku sudah bosan hidup. Dua minggu yang lalu aku sudah memutuskan untuk mati, tetapi tiba-tiba aku bertemu denganmu di jalan. Aku pikir tidak ada salahnya menolong satu orang sebelum aku mengakhiri hidupku... Maka aku menunggu hingga kau pulih dan baik-baik saja. Aku masih ingin mati." Rory menghela napas panjang. "Tetapi setelah aku melihat Aleksis lahir... entah kenapa perasaan itu hilang. Mungkin memang aku sudah ditakdirkan untuk bertemu kalian. Sekarang aku hanya ingin melihat anak itu tumbuh besar..."

Finland tertegun mendengarnya. Ia tahu dirinya jatuh cinta kepada Aleksis di saat pertama ia melihat anaknya itu, tetapi ia tak menyangka Rory pun bisa demikian, padahal mereka tidak memiliki hubungan darah sama sekali.

"Ini sulit dipercaya..." kata Finland lirih, "Ta.. tapi, terima kasih. Tanpamu aku pasti sudah sangat kesulitan."

"Aku menolongmu dengan berpamrih," kata Rory memotong ucapan Finland. "Aku ingin bertemu Aleksis sesering mungkin. Aku sudah memutuskan untuk menetap di San Francisco supaya aku bisa sering bertemu dengannya."

"A.. apa?" Finland merasa Rory tambah aneh.

"Aku tidak punya tujuan. Setelah bertualang keliling dunia, aku tidak punya tujuan lagi. Mungkin sekarang saatnya aku menetap." Rory hanya mengangkat bahu.

Dalam hatinya Finland merasa hal ini terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Ia ingin menolak, tetapi di satu sisi ia pasti membutuhkan bantuan untuk menjaga Aleksis ketika ia pergi bekerja.

"Maksudmu, kau akan menetap di San Francisco... dan kau mau bertemu Aleksis sering-sering? Apakah kau tidak keberatan menjaganya di saat aku bekerja?" tanya Finland pelan-pelan. "Kalau iya, maka aku akan senang sekali dan sangat berterima kasih."

Rory mengangguk. Ia berdiri dan meminta Aleksis dari pangkuan Finland. Ia menggendong bayi dengan dua warna mata itu dan tersenyum hangat sekali.

"Sekarang aku kembali punya tujuan hidup..." katanya lirih.

Finland yang melihat betapa Rory sangat menyayangi Aleksis menjadi lega.

Mereka tinggal di hotel selama seminggu hingga Rory membeli sebuah rumah di dekat Painted Ladies. Setiap hari Finland ke kantor meninggalkan Aleksis di hotel bersama Rory yang dengan senang hati menjaga bayi itu sambil membacakannya buku atau kadang membawanya dengan stroller berjalan-jalan di luar.

"Kau sudah menemukan baby sitter untuk Aleksis? Kok cepat sekali masuk kantor?" tanya Anne saat Finland masuk kantor pertama kalinya setelah melahirkan. Di Amerika tidak ada cuti memiliki anak seperti kebanyakan negara lain, dan setiap ibu diharapkan kembali bekerja setelah melahirkan agar tidak dikenai pemotongan gaji.

Walaupun Finland masih mempunyai banyak uang, ia tidak ingin gajinya dipotong dan terlebih ia ingin membalas kebaikan Tony yang membawanya ke Amerika dengan bekerja sebaik-baiknya. Ia sangat percaya kepada Rory dan merasa lega bila ia mengurus Aleksis.

"Aku sudah menemukan pengasuh untuk Aleksis..." jawab Finland sambil tersenyum simpul.

"Kau beruntung sekali..." komentar para wanita di kantor yang tahu susahnya mengatur kehidupan di rumah dan pekerjaan setelah memiliki anak.

Finland termenung. Ia memang akhir-akhir ini merasa beruntung. Dulu ia tidak akan pernah menganggap dirinya beruntung, karena hidupnya selalu diikuti kemalangan demi kemalangan. Sama seperti Rory yang pernah menyebutnya optimis, ia merasa dirinya sekarang sungguh berubah. Ia bukan lagi Finland yang malang dan pesimis. Ia merasa optimis dan beruntung.

"Kau sangat alami dengan bayi... " komentar Finland saat pulang kantor dan menjemput Aleksis dari rumah Rory. "Sepintas lalu orang akan mengira kau ayahnya."

"Aku tidak keberatan." Rory mengangkat bahu. Ia mencium rambut Aleksis yang wangi dan tersenyum menggoda bayi itu, "Lihat saja, matanya sekarang sudah berubah warna seperti mataku. Mungkin ini takdir supaya kami bertemu. Aku membutuhkan Aleksis, dan dia membutuhkan aku...."

Finland mengangguk membenarkan. Sudah enam bulan lamanya Rory masuk dalam kehidupan mereka dan ia sangat berterima kasih karena pemuda itu telah sangat banyak membantunya.

Rory membelikan sangat banyak barang untuk Aleksis dan bahkan membuat satu kamar di rumahnya khusus untuk anaknya itu. Ia hampir merasa seolah ia dan Rory berbagi hak asuh atas Aleksis.

Sampai kini Rory masih belum mau menceritakan siapa dirinya. Finland menduga ia keturunan orang kaya yang hidup sendirian dan membutuhkan penyemangat hidup seperti Aleksis. Ia tidak keberatan dengan kehadiran Rory dalam hidup mereka, karena ia banyak membantu Finland.

Finland masih berusaha mencari informasi tentang Jean dan ia menemukan berita bahwa Jean mengalami hilang ingatan setelah ia sembuh dari koma. Ia menduga itu adalah akibat obat penghilang ingatan yang sempat diminumnya sebelum ditembak Famke.

Setelah pulih dan kembali beraktivitas, Jean berhenti di dunia modeling dan memutuskan untuk masuk ke dunia akting. Ia mulai bermain di beberapa film indie dan Finland dengan setia mengikuti perkembangan kariernya. Ia berharap suatu hari nanti ia akan dapat kesempatan untuk bertemu langsung dengan Jean dan membangkitkan ingatannya kembali.

Finland sangat menyesal tidak menyimpan semua kontaknya di buku catatan atau di email. Dulu ia menganggap remeh (take for granted) nomor telepon Jean dan Caspar. Sekarang setelah kehilangan, ia baru menyadari betapa sulitnya mendapatkan akses menuju orang-orang penting tersebut.

Seandainya ia menyimpan kontak Rosalind Marchal, tentu ia akan dapat menjangkau Jean. Caspar juga telah memberinya kontak Stanis, tetapi dengan bodohnya ia tidak menyimpan kartu nama Stanis dengan baik. Ia sangat sedih karena kini ia sama sekali tidak dapat menjangkau mereka.

Caspar masih tidak bisa dicari jejaknya di internet. Heinrich Schneider masih semisterius sebelumnya. Finland tak dapat menemukan fotonya atau informasi apa pun. Ini membuatnya sangat sedih karena sampai sekarang ia tak memiliki foto Caspar satu pun untuk ditunjukkan kepada anaknya.

"Bos, aku mau cuti untuk kembali ke Singapura..." kata Finland pada suatu hari di kantor Tony. Ia sudah bertekad untuk mencari jejak Caspar di Singapura. "Ada urusan yang harus kuselesaikan."

"Uhm... bagaimana kalau kau ke sana sekalian business trip saja? Jadi kantor akan membiayai tiket dan hotel, tapi aku minta kau extend cutimu untuk sekalian mengurusi beberapa proyek kantor? Aku perlu kau untuk mampir di Hong Kong selama beberapa hari." tanya Tony sambil memutar-mutar pulpennya.

Finland tergoda dengan tawaran itu. Biaya hotel di Singapura sangat mahal, dan kalau LTX akan menanggung biaya hotelnya di sana, tentu ia tak keberatan memperpanjang waktunya untuk mampir di Hong Kong sekalian bekerja. Tetapi siapa yang akan menjaga bayinya?

"Pikirkan baik-baik, ya." kata Tony.

"Baiklah..."

Finland sama sekali tak menduga Rory akan meminta ikut bersamanya ke Singapura ketika ia memberitahunya rencana kepergiannya.

"Aku ikut atau kau tinggalkan Aleksis di San Francisco. Silakan pilih..." kata Rory tegas.

"Serius? Kau mau ikut ke Singapura hanya untuk menjaga Aleksis??" Finland tak percaya pendengarannya sendiri.

"Aku tak percaya kau mau membawanya ke luar negeri tanpa mengajakku," tukas Rory. "Apa kau mau bertanggung jawab kalau aku mati jika kalian pergi?"

Finland menelan ludah. Rory terdengar serius dengan ucapannya.

"Uhmm.. baiklah. Tapi kita harus mampir dulu di Hong Kong selama tiga hari. Aku ada keperluan kerja."

"Baiklah. Aku akan menjaga Aleksis selama kau bekerja di Hong Kong. Aku cukup kenal kota itu."

Finland akhirnya setuju. Ia sudah sangat merindukan Caspar dan ingin segera mencari kabarnya di Singapura. Hanya dua tempat yang ia ketahui bisa memberinya petunjuk: Hotel Continental dan Rose Mansion.

Aleksis sudah berumur satu tahun dan semakin hari ia semakin cantik. Rambutnya cokelat terang dengan ikal yang membuatnya tampak seperti malaikat kecil dalam lukisan-lukisan Italia. Sepasang matanya yang bulat besar kini memiliki warna biru hijau yang sangat terang, membuat semua orang yang melihatnya terpesona.

Rory juga sekarang sering melepas kacamatanya dan membuatnya terlihat semakin mirip dengan Aleksis. Ia menyebut Aleksis sebagai anak kesayangannya, dan saat Finland dan Rory yang menggendong Aleksis berjalan bersama di bandara, banyak orang yang menatap iri kepada 'keluarga kecil' itu.

"Keluarga yang rupawan sekali..." komentar orang-orang yang melihat mereka.

Dalam hatinya Finland tak sabar ingin segera bertemu Caspar agar keluarganya kembali bersatu. Ia sangat berterima kasih atas kebaikan Rory selama ini, tetapi ia tetap bukan ayah kandung Aleksis.