webnovel

Mencari Caspar

LTX membelikan tiket ekonomi untuk Finland tetapi Rory memaksa untuk mengupgrade tiketnya ke kelas bisnis agar Aleksis dapat tidur lebih nyaman di penerbangan. Finland sebenarnya hendak menolak tetapi seperti biasa Rory tidak mau mendengarkan. Akhirnya mereka terbang dengan kursi bisnis menuju Hong Kong.

Setibanya di sana lagi-lagi Rory sudah menyiapkan penginapan untuk mereka, suite dua kamar di Hotel St Laurent, salah satu hotel termahal di Hong Kong. Ia berkeras ini demi kenyamanan anak angkatnya.

"Uff... kalau aku tahu ternyata kau menanggung hotel dan tiket pesawat, aku tidak perlu menerima tugas dari Tony untuk bekerja..." gumam Finland saat mereka check in di hotel.

"Apa kau bilang?" tanya Rory.

"Uhm... tidak apa-apa." Finland mengalihkan perhatian dengan menunjuk ruang lobby yang bagus. "Aku suka dekorasi hotel ini."

"Terima kasih. Aku punya saham di sini," jawab Rory acuh.

"Oh...." Finland belum pernah mendengar Rory membicarakan bisnisnya sebelumnya. Ia segera teringat pada Caspar yang juga memiliki banyak hotel di seluruh dunia.

"Aku senang bertualang, jadi menurutku sudah sewajarnya jika aku berinvestasi di hotel supaya aku punya rumah di seluruh dunia." Rory melanjutkan penjelasannya. "Semua milikku nantinya akan menjadi milik Aleksis juga. Jadi kau perlu tahu dari sekarang."

"Eh...?" Finland terkesiap mendengar ucapan Rory. "A... apa maksudmu?"

Aleksis tidak membutuhkan warisan darimu, pikirnya. Ayahnya juga sangat kaya...

"Aku memutuskan untuk mengangkat Aleksis sebagai anakku."

"Kau... kau tidak bisa memutuskan sepihak," kata Finland dengan nada protes. "Dia anakku. Dia juga punya ayah."

Rory yang menggendong Aleksis tidak mempedulikan protes Finland memberi tanda kepada concierge untuk membawakan koper mereka lalu bergerak menuju lift. Finland terpaksa mengikuti di belakang mereka.

Ia tahu Rory sangat menyayangi Aleksis, tetapi sikapnya ini agak berlebihan.

Ia tidak dapat melanjutkan protesnya karena tidak ingin concierge mendengar pembicaraan mereka. Akhirnya Finland diam saja sampai mereka tiba di suite.

"Rory... aku berterima kasih karena kau sangat baik kepada kami. Tapi kau tidak bisa secara sepihak mengangkat Aleksis sebagai anakmu...." Setelah concierge selesai mengatur koper mereka dan keluar dari suite barulah Finland kembali berbicara.

"Kenapa tidak? Aku tidak memintamu menikah denganku. Aku hanya ingin mengangkat Aleksis sebagai anakku. Aku ingin memberikan apa yang kumiliki kepadanya, dan menjadikannya pewaris semua milikku." Rory menatap Finland lekat-lekat. "Aku tidak punya siapa-siapa di dunia ini... Kau pasti mengerti rasanya. Aku hanya punya kalian. Coba jawab aku, mengapa kau tidak didampingi oleh ayahnya Aleksis saat kau sedang hamil dan melahirkan? Kenapa ia membiarkanmu sendirian?"

Finland menjadi tersudut mendengar semua pertanyaan Rory.

"Di... dia tidak tahu aku hamil."

"Kenapa bisa begitu?"

"Panjang ceritanya, tetapi aku tak bisa memberitahumu." Finland akhirnya mendesah. "Sebenarnya kepergianku ke Singapura adalah untuk mencarinya..."

"Hmm.. kau mau mencarinya ke Singapura?" tanya Rory dengan nada penuh selidik. "Siapa dia? Siapa tahu aku bisa bantu mencarinya."

"Uhm... tidak usah. Kau tidak akan kenal..." Finland tak mau membongkar identitas Caspar kepada siapa pun.

"Kau akan terkejut dengan akses yang kumiliki. Aku bisa mencari siapa pun," kata Rory tenang. Sikapnya sedikit mengingatkan Finland pada Caspar, dan dadanya seketika terasa sesak memikirkan pemuda itu.

Finland menduga Rory yang misterius memiliki akses yang luas, tetapi ia tidak ingin mengkhianati Caspar dengan membuka identitasnya kepada orang luar, karena itu dengan menggigit bibir ia hanya bisa menolak.

"Terima kasih... Aku bisa mencarinya sendiri."

"Baiklah kalau begitu." Rory tidak memaksa. Ia membawa Aleksis ke arah jendela dan sibuk menunjukkan laut kepada anak itu. Finland hanya bisa memandang keduanya dengan menghela napas panjang.

Seharusnya Casparlah yang menggendong Aleksis seperti itu...

Ia sungguh rindu.

Ia berharap dapat memperoleh petunjuk di Rose Mansion. Ia tak sabar menunjukkan anaknya kepada Ms. Law, Kathrin dan John.

***

Finland bekerja selama dua hari di Hong Kong mengatur pertemuan dengan beberapa klien yang sedang berkunjung ke kantor cabang mereka di sana. Di hari ketiga semua meetingnya selesai lebih cepat dari perkiraan, tetapi ketika ia pulang ke suite, ia tidak menemukan Rory dan Aleksis.

[Kalian di mana?] tanyanya cepat. [Aku sudah pulang, hari ini meeting selesai lebih cepat jadi aku sudah selesai bekerja.]

[Aku sedang mengunjungi teman lama. Kebetulan ia baru tiba di Hong Kong. Kau beristirahat saja. Besok kita naik penerbangan pagi.]

[Baiklah.]

Rory menutup ponselnya dan mengetuk sebuah pintu.

Pintu dibuka dari dalam dan tampaklah wajah tampan seorang pemuda berambut gelap dan bermata biru cemerlang yang menyambut Rory masuk.

"Hey.... Lauriel, sudah lama sekali..." Caspar terkejut melihat Rory menggendong seorang anak di tangannya. "Siapa ini?"

"Anakku. Ini Aleksis," jawab Rory. Ia masuk ke dalam penthouse luas itu dan segera duduk di sofa seolah di rumah sendiri.

"Oh..." Caspar menatap Aleksis dengan pandangan iri, lalu menghela napas panjang. "Hallo, Aleksis."

Ia ganti menatap Rory dengan pandangan bingung. "Terakhir kita bertemu adalah tahun 90-an... kau masih seperti dulu, gemar bertualang dan tidak pernah tertarik kepada perempuan. Sejak kekasihmu meninggal dalam perang, kau selalu menyendiri. Apakah sekarang kau sudah berubah?"

Rory mengangkat bahu. "Saat terakhir kita bertemu, kau bersama Katia. Bagaimana kabarnya?"

"Aku sudah tidak bersamanya..." jawab Caspar pelan. Ia mengeluarkan sebotol red wine dan dua buah gelas. "Ia meninggalkanku karena setelah 50 tahun aku tidak juga menikahinya..."

"Seharusnya dia meninggalkanmu dari dulu, kau tidak pernah setia kepadanya." Rory menggeleng-geleng. Ia menerima segelas wine dari Caspar dan meneguknya sedikit demi sedikit. Aleksis yang tertarik dengan warna merah wine berusaha memegangi gelasnya sambil berceloteh, membuat Caspar gemas sekali melihatnya. Dadanya seketika terasa sakit.

"Aku tidak perlu diingatkan hal itu terus-menerus, aku sudah kena karma, oke?" Caspar menatap Aleksis dan seketika teringat bahwa satu-satunya gadis yang dicintainya justru sudah punya anak dari laki-laki lain, walaupun hanya berupa donor embrio. Pikiran itu membuat hatinya sangat sedih.

Sekarang bahkan Lauriel yang terkenal sangat penyendiri telah memiliki keluarga dan anaknya sendiri...

"Aleksis memiliki mata yang sangat indah..." komentar Caspar. "Sangat mirip denganmu."

Rory hanya tersenyum dan mengangguk.

"Sebenarnya ada yang ingin kutanyakan kepadamu," kata Rory kemudian. Sebelum ia sempat melanjutkan ucapannya terdengar ketukan dan suara pintu dibuka. Masuklah seorang gadis sangat cantik, berambut panjang dengan mata keunguan. Ia terpekik melihat kehadiran Rory.

"Heyy... astaga, Lauriel yang misterius. Aku tak menyangka bisa bertemu denganmu di sini! Kau sudah sangat lama menghilang!"

Rory menyipitkan matanya melihat kehadiran Sophia, lalu menoleh ke arah Caspar.

"Aku tidak tahu kalian berhubungan baik," sindirnya. Ia tahu pandangan Sophia dan keluarganya yang termasuk kaum purist, dan sejak lama tidak cocok dengan keluarga Caspar.

"Sophia membantuku..." jawab Caspar pendek. "Kau mendengar kasus yang terjadi di Paris awal tahun lalu?"

"Aku tidak mengikuti kehidupan duniawi." Rory mengangkat bahu.

"Yah, aku tahu..." Caspar mendesah. "Alexei berhasil menemukan kelemahanku dan ia menjebakku untuk membunuh Famke, salah seorang Alchemist yang menjadi pengawalku."

"Kau melakukan kesalahan yang tidak dapat diampuni?" tanya Rory terkejut.

"Aku dijebak. Selama hampir dua tahun ini aku menghindari para pembunuh dari keluarga Meier. Sophia kemudian mendatangiku dan menceritakan bahwa sebenarnya Famke adalah kekasih Alexei. Ia dikirim untuk menyusup ke dalam kelompokku dan mendapatkan kepercayaanku. Semua sudah direncanakan oleh Alexei..."

"Dan kau percaya kepada Sophia begitu saja?"

"Hei, jaga bicaramu!" tukas Sophia. "Jangan mentang-mentang kau paling tua, kau bisa bicara seenaknya. Aku tulus membantu Caspar."

"Tidak mungkin tulus. Aku tahu sejak lama kau sudah menaruh hati kepadanya." Rory menatap keduanya dengan pandangan rumit. Tadinya ia hendak menanyakan tentang Finland kepada Caspar, tetapi kedatangan Sophia yang tiba-tiba mengubah pikirannya.

"Perasaanku tulus kepadanya..." kata Sophia berkeras. "Aku bahkan mengkhianati keluargaku sendiri dengan memberikan informasi ini. Dewan kehormatan Alchemist dari empat keluarga telah membebaskan Caspar dari semua tuduhan, dan sekarang keluargaku tidak mengakuiku lagi..."

"Hmmm... Jadi sekarang kau bersamanya?" tanya Rory kepada Caspar. "Kau tidak juga berubah."

Pemuda itu tidak menjawab. Ia menuangkan segelas wine lagi dan meneguknya sampai habis.

"Apa maksudmu?" tanya Sophia dengan nada protes.

"Selama bertunangan dengan Katia, Caspar tidak pernah setia," jawab Rory dengan acuh tak acuh, "Apa jaminannya dia tidak akan tidur dengan perempuan lain saat bersamamu? Jangan-jangan dia malah punya anak di luar sana."

"Kau terlalu menghinaku, Lauriel..." kata Caspar tiba-tiba. "Aku tahu kau lelaki sempurna yang bijak dan selalu benar. Tapi aku pun bisa berubah... Aku tidak seperti dulu."

Rory menatap Aleksis cukup lama, lalu menatap Caspar dan menggeleng-geleng. "Sayangnya aku masih menilaimu seperti itu."

***

Finland sedang membaca beberapa laporan ketika Rory masuk membawa Aleksis.

"Kalian dari mana?" tanyanya. Ia meletakkan dokumen-dokumennya dan mengambil Aleksis dari Rory.

"Dari dekat sini, bertemu teman lama." Rory menyalakan teko air dan menyeduh teh. "Kau mau teh apa?"

"Teh rasa buah, terima kasih." jawab Finland. Ia menciumi anaknya dengan penuh kerinduan. "Sudah berapa lama tidak bertemu temanmu itu?"

"Cukup lama. Kami dulu sering bertualang bersama. Kami berpisah setelah aku memiliki kekasih dan tidak lagi hidup bebas berganti-ganti wanita. Tapi ternyata ia sampai sekarang tidak berubah."

Rory menyerahkan secangkir teh kepada Finland dan duduk di sofa menikmati tehnya sendiri.

"Oh, aku tidak tahu kau mempunyai kekasih," Finland tertarik mendengarnya. "Di mana dia sekarang?"

"Dia sudah meninggal. Aku sudah sangat lama hidup sendiri. Sampai aku bertemu kalian." Rory menatap Finland dan Aleksis dengan pandangan mata penuh kasih sayang.

"Oh... aku turut berduka."

"Terima kasih. Itu sudah lama sekali..." Rory menyesap tehnya dan hanyut dalam pikirannya sendiri. Ia sudah memberikan pesan untuk bertemu Caspar ketika mereka tiba di Hong Kong dan Caspar pun tiba tiga hari kemudian. Rory tidak menyangka bahwa Sophia akan ikut bersama Caspar dan seketika mengurungkan niatnya untuk memberi tahu Caspar tentang Finland. Ia melihat Caspar masih seorang playboy seperti dulu yang senang mempermainkan wanita.

Ia menduga Finland hanyalah salah satu dari sekian banyak perempuan yang dikencani Caspar saat ia masih bertunangan dengan Katia, bahkan Caspar sampai tidak tahu bahwa Finland hamil. Bila Finland memang memiliki arti penting baginya, tentu tidak sulit bagi Caspar untuk mengetahui bahwa gadis itu mengandung anaknya.

Ia memandang ibu dan anak yang sedang duduk di sofa di seberangnya dengan pandangan kasihan. Ia tak tega bila Finland mengetahui bahwa ayah dari anaknya sedang bersama wanita lain dan sama sekali tidak memikirkan mereka.

"Finland... bagaimana kau akan mencari ayahnya Aleksis?" tanya Rory kemudian. "Kalau ia tidak ingin ditemukan, apa yang akan kau lakukan?"

"Tidak mungkin..." kata Finland cepat. "Dia pasti akan senang bertemu denganku..."

"Aku hanya berandai-andai..." Suara Rory berubah menjadi lembut, "Apa yang akan kau lakukan kalau ia tidak ingin ditemukan? Kalau kau memang berarti untuknya, bukankah ia akan mencarimu?"

Finland tahu Rory benar. Kalau Caspar tak ingin ditemukan, Finland tak dapat berbuat apa-apa.

Selama hampir dua tahun ini Caspar tidak juga mencarinya, padahal Jean sudah bangun dari koma. Apakah itu berarti Caspar sudah melupakannya? Finland ingat saat ia meninggalkan Caspar, ia sendiri yang mengatakan ia mengakhiri hubungan mereka, dan menegaskan kalau sampai Caspar bertemu perempuan lain sebelum Jean sadar, ia dipersilakan melupakan Finland.

Apakah ini berarti Caspar memang telah melupakannya...?

Pikiran-pikiran itu membuat hatinya terasa mendung.

Next chapter