webnovel

TERPERANGKAP PESONA CEO (20)

Maaf, ini intronya aja yang serius, coba deh baca tiga bab pertama. *** Apa yang akan terjadi bila ayah sahabat masa kecilmu adalah dalang dibalik hancurnya keluargamu? Nayla, seorang gadis yang berteman dekat dengan Reza, mengalami amnesia setelah kecelakaan tragis. Dirinya melupakan Reza dan segala hal bengis dibalik keluarga sang pria hingga suatu hari... Ia bertemu kembali dengan Reza di perusahaan sang pria! Tapi...Nayla telah berubah menjadi buruk rupa dan bekerja menjadi OB. Reza tak mengenali Nayla pula! Akankah ada kisah cinta diantara dua sejoli ini sementara ayahnya Reza menjadi kaya akibat mengkhianati ayahnya Nayla? Akankah mereka tetap bisa menjadi kekasih ketika keluarga Reza bersikeras menghalangi kisah mereka? Dapatkah Nayla membongkar rahasia dibalik kehancuran keluarganya? Apa yang akan ia lakukan setelah mengetahui bahwa keluarga Reza adalah musuhnya? Inilah kisah "Dari benci jadi cinta" yang sesungguhnya. Romeo dan Juliet zaman modern. . . Simak selengkapnya, di kisah TERPERANGKAP PESONA CEO (20).

da_pink · Teen
Not enough ratings
295 Chs

BOS GILA!

-POV NAYLA-

Kalau bukan karena gue butuh, anti banget deh ada di sini. Hah! kenapa sih, gitu terus tiap ketemu gue. Bener-bener jijik liat muka gue ya!

Dia pergi tadi aja, rasanya mau gue jambak rambut dia, trus tarik ke belakang, biar kejungkal. Hist!

Nah, sesembak yang dia suruh nerangin kerjaan gue apaan, sama aja gaya kayak dia. Sok cool. Pret! Apaan sih ini kantor? Pada gila semuanya. Gimana nggak, bosnya aja gila.

Gue di suruh tunggu di ruang itu. Sesembak pergi keluar, sambil bawa, surat yang udah gue tanda tangani. Sepet otak cerdas ini langsung. OB aja padahal, ngeri banget surat menyuratnya. Entah berapa lembar yang gue tanda tangani. Melebay-lebay aja.

Hampir lima belas menit, dia baru balik.

"Mbak Nayla. Hari ini bisa langsung bekerja?"

What? langsung kerja.

"Oh iya mbak. Bisa."

Gue bilang apa? bisa. Dengan busana ala sekretaris, gue malah kerja hari ini jadi OB. Keceplosan ini, semestinya bilang belum, besok aja.

"Mari ikut saya."

Gue buru-buru berdiri, karena sesembak itu belum selesai ngomong dia udah buka pintu.

Cepet banget jalannya. Padahal gue kan pengen juga lihat-lihat interior kantor ini. Wah, mewah banget. Eh, tapi kemananya dia ajak gue. Kok ke belakang? emang masih ada ruangan.

Pas mentok di tulisan Nabastala Magazine, dia belok kanan. Eh, masih ada ruangan, lumayan gede, pintunya agak menjorok ke dalam. Wangi banget, aroma kopi. Ini dapur?

"Di sini ya, ruang kerja Mbak Nayla. Atau saya panggil Nayla saja ya, sebab usia saya jauh lebih tua dari kamu."

Gue ngangguk aja. Ngapain manggil gue mbak.

"Ini dapur, rekanmu namanya Beni, dia sedang beberes di Studio. Jadi kamu ingatkan tugas kamu apa?"

Gue ngangguk, sambil ngeliat-liat sekeliling. Di dapur aja nyaman banget. Hihihi. Eh, pas gue liat Mbak Chika, dia nengok gue kayak lagi nunggu apa gitu.

"Saya sedang nunggu kamu buat sebutkan job descriptionmu! Ayo, bilang."

Hah, kaget gue. Tau gitu kan dari tadi gue ngomong. Kirain cuma sekedar nanya, yang jawabannya, iya apa nggak.

"Saya bertanggung jawab penuh atas kebersihan dapur, menyiapkan minuman di water tank setiap pagi berupa teh dan kopi. Lalu memastikan semua gelas sudah tertata di dekat water tank. Spesial untuk CEO, di antar ke dalam ruangan. Datang lebih pagi, dari karyawan. Mengelap meja karyawan setiap pagi."

"Oke. Ingat itu pekerjaan wajibmu. Urusan menyapu, mengepel, dan kebersihan ruangan, toilet, itu Beni yang punya kerja. Apa ada pertanyaan?"

"Hari ini saya ngapain, Mbak?"

Mbak Chika melotot ke gue. Trus lirik water tank.

"Apa saya perlu minta kamu sebutkan lagi tugas kamu apa?"

Aduh, suer tekewer-kewer gue bingung mulai dari mana.

"Periksa water tank itu. Di sana sudah ada tulisan, teh dan kopi. Kamu tinggal buatkan, siapkan gelas-gelas sebanyak karyawan. Biasanya, dari pagi mereka pasti sudah ke dapur, untuk minum. Dan oh iya."

Mbak Chika berbalik, lalu ngebuka satu pintu di lemari gantung. "Ini, pakai. Seragam OB Nabastla. Kamu bakal dapat lima helai. Dan ini saya rasa cukup, ukuran S, muat kan?"

Katanya sambil ngasih itu seragam yang masih diplastikkin ke gue. Duh warnanya kiyut, eh, ngikut si mas-mas tadi gue jadinya. Gue ngangguk, iya muat lah, orang boncel kurus gini.

"Silahkan tanya Beni, warna apa saja yang harus dipakai setiap harinya. Oke saya rasa sudah cukup. Pekerjaan saya masih banyak, dan bicara di sini lebih lama, sungguh membuang-buang waktu saya."

Dia lalu berbalik, dan pergi. Hist, kampret. Pergi aja sono.

Hmmm. Wanginya. Dapet rumah kayak dapur ini aja, udah sukur banget. Lebih gede ruangan ini dari rumah gue.

Warnanya ceria, dominasi hijau dan pink. Pintu dapur bukan pintu yang ketutup semua, sejenis pintu setengah gitu. Trus pas masuk tadi, di depan gue mentok semacam pantry, yang di depannya ada tiga kursi ala-ala bar. Di depan kursi itu, udah ada water tank, trus di atas tempat letak water tank, yang macem meja, ada gantungan gelas bejejer. Beneran persis meja bar-bar gitu.

Pernah gue liat sekilas di pilem-pilem. Cuma ini ukurannya cukup tiga kursi aja.

Waktu gue mandang ke kiri, wah, baru kaya dapur mewah. Furniturenya lengkap. Lemari gantung, wastafel yang terletak di sisi paling kanan. Peratalan dapur, kayak pisau, trus aneka panci, ada pula tempat letak piring yang abis dicuci, trus kain lap bersih yang terlipat rapi di sisi wastafel. Ada tisu juga, sabun.

Lemari gantung warnanya hijau cerah. Pas buka isinya cuma piring-piring. Trus perlengkapan dapur, kuali, panci, trus sudu buat masak-masak, minyak goreng. Kain-kain, tisu, stok sabun cuci piring, teh, kopi, gula sendok-sendok.

Di lemari bawah, stok sabun pembersih lantai, buat ngepel kali ya. Ada juga karbol, sodokkan. Sebelah pintu, ada kulkas dua pintu. Pas buka isinya, minuman botol mineral, ada buah-buahan, sayur-sayuran. Ini rumah apa kantor sih. Hihihi.

Sebelah pintu satunya lagi, ada semacam lemari juga, tempat nyimpen sapu, kain pel, peralatan tukang, martil, paku-paku dan lain-lain.

Eh, ada satu kotak kaca bening, sebelah lemari sapu, isinya kotak K3. Lengkap banget. Nah, ditengah-tengah dapur ini, Nggak jauh dari wastafel dan seleratannya, ada meja cukup gede. Warnanya pink, atasnya silver, kaya aluminium gitu, tapi keras ya. Di situ nggak ada kursi, kayak dibiarin aja siapa yang mampir silahkan berdiri. Kalo mau duduk, noh depan pantry ada kursi putar, jumlahnya cuma tiga.

Asli ini dapur terkeren yang pernah gue liat.

Enak banget ini mah, Ibu pasti seneng banget kalau gue nanti bisa belikan rumah dengan dapur kayak gini. Amin, semoga Tuhan denger niat baik gue ini.

Gue mau tuker baju. Dimana ya?

Celingak-celinguk, nggak ada ruang ganti. Hmmm.

"Eh, siapa loe?"

Ada cowok yang dateng, bawa-bawa kain pel sama ember. Ini si Beni pasti.

"Gue Nayla, OB baru."

Langsung aja gue ulurin tangan, buat salaman.

"Eh, kirain siapa. Gue Beni. Sorry, tangan gue kurang steril."

Dia cuma ngangkat tangannya. Ya gue ngerti.

"Gue panggil loe apa? Mas atau nama aja."

"Nama aja lah, nggak usah ribet panggil Mas."

Dia ngejawab sambil gantungin kain pel ke dalam lemari, terus bawa ember ke dalam pantry.

"Kok narok ember di sana?"

Gue tanya dong, kan nggak lucu narok ember di situ.

"Ini ruangan kayak kamar mandi gitu, cuma ada kran, dilarang buang aer, kecil apalagi besar."

Gue intip dari balik meja pantry. Eh ada ruangan ajaib. Hahaha. Ya, ya. Gue belum selidiki ke dalam sana. Ternyata ada kamar mandinya juga. Bisa tu, ganti baju di sana.

"Oh iya, kalo loe mau ganti baju di sana aja. Trus simpen barang-barang loe, di lemari gantung paling kiri, ada kuncinya itu, jangan lupa kunci juga, ganti loker. Sekarang hari Selasa, pake warna sama kaya gue, hijau, rabu biru, kamis merah, jumat kuning, senin pink. Oke. Loe inget kan."

Gue melongo, trus ngangguk.

"Iya inget. Hehehe."

Beni langsung keluar, Nggak tau mau kemana. Dia nggak ngomong.

***

***