-POV REZA-
Nafas saya masih memburu. Kondisi kantor ini membuat emosi menjadi sangat tidak stabil. Hasil sidak kemaren sore, sudah memberikan kesimpulan secara garis besar, betapa sangat tidak karu-karuannya sistem pengelolaan perusahaan Nabastala ini.
Tadi malam saya sudah menghubungi Bapak Herman, selaku Direktur Operasional DA Grup, dan menjadi orang yang paling dipercayai oleh Papa, agar menarik kembali pengumuman seleksi sekretaris di Nabastala, sebab saya tidak membutuhkan seorang sekretaris.
Namun, ternyata, saya terlambat melakukannya. Jadwal seleksi adalah pagi ini, dan dilakukan secara walk interview. Yang diminta untuk menjadi penyeleksi sekaligus pemutus, adalah saya sendiri.
Dan akibat dari ini semua, saya meneriaki siapa saja agar memberi tahukan pada para pelamar pekerjaan yang sudah berada di ruang tunggu sana, membubarkan diri. Tapi, tidak ada yang berani. Lalu, apa yang bisa dilakukan?
Salah seorang dari mereka memberi ide, agar merubah pengumuman penerimaan karyawan baru, dari seleksi sekretaris menjadi office boy. Ini dilakukan hanya demi menjaga nama baik citra Nabastala, jangan sampai melakukan pembatalan di hari-H. Lebih baik merancang cara agar mereka sendiri yang memilih untuk mundur.
Saya pikir, tidak akan ada yang tetap mau mengajukan lamaran pekerjaan, dengan posisi yang diperuntukkan telah dirubah. Tetapi, sungguh saya tidak menduga, satu orang tersisa di ruang depan sana.
"Silahkan Anda menuju ruang rapat, Pak. Saya akan minta pelamar menemui Bapak di ruangan tersebut, untuk wawancara."
Yang baru saja bicara ini, namanya Chika. Salah satu staf yang belum terlihat buruk perangainya. Dia staf independent, yang memang langsung berada di bawah saya. Dia tidak akan menerima perintah siapapun selain CEO. Posisinya adalah sebagai Pendukung Bidang Redaksi, yang bertugas sangat komplek. Memantau perkembangan sebuah penerbitan, survei pembaca dan memberi masukan bagi pengembangan redaksional termasuk pembinaan dan pengembangan kualitas SDM.
Dia tipikal wanita yang jarang sekali tersenyum, bawaan yang serius membuat karyawan lain canggung untuk mendekati. Dia salah satu pemberi laporan terhadap kinerja SDM di Nabastala ini. Dan tentu saja, saya tidak akan memercayai dia sepenuhnya. Tidak akan ada yang bisa saya percayai, selain jika ada fakta mendukung.
Kemudian, perkara gadis cantik yang saya temui di kedai kopi Icel. Aira. Chika sudah memberikan kepada saya catatan mengenai prilaku wanita itu selama bekerja di sini. Dan saya bisa percaya atas laporan tersebut, karena fakta yang ditemukan, memang berkata demikian. Jika gadis itu, yang memiliki jabatan cukup bergengsi di sini, memang sangat suka bertingkah sesuka hati, minim sekali dengan prestasi.
Saya lalu berdiri, keluar dari ruangan, lalu menuju ruang rapat. Tidak lama orang yang menjadi pelamar pekerjaan masuk.
Oh Tuhan, saya langsung eneg melihat wajah itu. Lupakan saja.
"Chika, kamu yang urus ini. Terima saja dia, tak perlu wawancara, dan jelaskan job description, tanggung jawab, hak serta apa saja yang dianggap perlu."
Saya memutuskan untuk keluar dari ruangan itu. Entah kenapa, setiap melihat orang ini, bawaan hati jadi malas. Saya tipikal manusia yang menyukai keindahan, dan orang yang telah duduk di hadapan saya tadi, bukanlah suatu keindahan.
Saya kembali ke ruangan, yang berada tepat di tengah. Sisi kiri adalah Ruang Redaksi, sisi kanan adalah ruang Bagian Bisnis Department. Antara ruangan di batasi kaca, yang sudah di desain menjadi tiga layer. Layer pertama, kaca tembus pandang biasa, mereka bisa melihat saya, begitu pula sebaliknya.
Layer kedua, kaca jenis one way, mereka yang diluar tidak bisa melihat saya, namun sebaliknya. Mengamati mereka dengan kaca layer ini akan sangat membantu.
Layer ketiga, kaca mati. Saya atau pun mereka sama-sama tidak bisa melihat baik dari dalam atau pun sebaliknya.
Dan ketiga layer itu, disetel hanya lewat remote kontrol, dengan tiga jenis tombol sesuai nomor.
Siapa saja karyawan yang hendak menuju ruangan saya, harus melalui pintu depan, tidak ada celah yang bisa tembus dari ruangan mereka, ke ruangan CEO.
Saya sudah membuka catatan kedua, tentang karyawan yang perlu juga saya kenali.
Pemimpin Redaksi di sini. Arka.
Saat ini, saya menggunakan tampilan layer dua. Melihat Pemimpin Redaksi bernama Arka sangat jelas dari sini.
Ruangan redaksi yang di desain seceria mungkin, dengan perpaduan warna cat yang cerah, hijau, biru, merah muda, merah dan kuning. Dengan tujuan agar mereka nyaman dalam melakukan pekerjaan.
Dari tempat saya memandang, sejurus penglihatan, terdapat dua ruangan yang dilapisi kaca, mentok di sisi sebelah kiri mereka. Ruang Pemred dan Wapemred yang berdampingan. Mereka terpantau dari sini, dari mata saya memandang. Penglihatan saya cukup bagus, ditambah dengan bantuan CCTV yang merekam aktifitas langsung dari dalam ruangan.
Di sisi kanan sebelah ruangan Wapemred, terdapat satu ruangan tak terlalu besar, yang dijadikan toilet. Kemudian di depan kedua ruangan kaca itu, terdapat satu meja partisi berbentuk huruf A, yang menjadi tempat kerja Redaktur Pelaksana, Aira. Saya rasa inisial meja partisi itu hanya kebetulan saja.
Di sisi kiri, tak jauh dari pintu toilet, di pasang sebuah screen cinema ukuran dua ratus inchi, bertujuan untuk memantau tanggapan dari masyarakat, jika ada pemberitaan mengenai Nabastala, atau dunia magazine Indonesia.
Tujuan lainnya untuk menampilkan hasil gambar atau video yang sudah diambil oleh Fotografer dan berita-berita yang sudah dikejar oleh Reporter. Sebagai media crosh check. Dan yang paling penting, screen cinema menjadi metode sidak jarak jauh yang dilakukan oleh Ketua Grup DA Publishing.
Di tengah-tengah ruangan, juga terdapat dua buah meja partisi dengan bentuk L4 penuh. Meja partisi L4 sebelah kiri tempat para Redaktur Pracetak, dimana mereka lah yang bertanggung jawab memeriksa kembali, kemudian melakukan editing, jika masih terdapat kesalahan. Tugas tambahan untuk mereka adalah sebagai penanggung jawab kelengkapan pemotretan, untuk edisi desain fashion, yang menggunakan jasa seorang model.
Di meja partisi L4 sebelah kanan, adalah meja kerja Fotografer, Reporter dan Redaktur atau yang biasa disebut editor awal. Lalu, di sisi sebelah pintu masuk ruangan, terdapat sebuah papan pengumuman. Biasa mereka gunakan sebagai wadah menempelkan hasil jempretan, untuk di votting bersama-sama, memilih foto terbaik, yang akan ditampilkan di dalam edisi keluaran berikutnya.
Secara umum, saya sangat menyukai model dan desain ruangan kerja mereka. Namun, sayang sekali, dengan kenyamanan yang Nabastala berikan, kinerja mereka justru malah semakin buruk.
Kembali kepada orang yang sedang saya teliti laporan tentang pribadinya.
Menurut catatan Chika, dia sosok pemuda yang susah sekali untuk serius, lebih senang bercanda dengan rekan-rekan yang menjadi bawahannya. Penampilan yang ditampilkan oleh seorang Arka, sama sekali berkebalikan dari penampilan Pemred pada umumnya. Saya ingin katakan, jika penampilan itu lebih condong ke arah style seorang preman. Tidak menampilkan sisi elegan pemimpin kelihatannya.
Namun, yang menjadi appresiasi adalah, catatan tentang ide dan kemampuannya melakukan negosiasi dengan para koresponden yang terkadang suka ngeyel kalau dimintai bantuan. Dia cukup cakap mengendalikan situasi genting, dan sering menyelesaikan tugas sendirian, demi pencapaian target Nabastala. Ya, memang harus diakui, berkat dia, Nabastala masih berjejer di lima besar.
Baik, terdengar cukup baik. Saya akan lihat, bagaimana ia bekerja dibawah kepemimpinan saya.
***
***