10 sepuluh sepuluh

Langit sore yang sedikit mendung, angin yang sepoi-sepoi, dan bunyian air sungai jernih yang mengalir di bawah jembatan, tak ada yang lebih cocok dari pada itu untuk bergalau ria di kesunyian. Sore ini Farhel berdiri di jembatan, tangan kanannya memegang sebuah buku agenda. Sedari tadi dia hanya melamun ke arah bawah, memandangi kosong air sungai yang mengalir pelan di bawah sana.

Otaknya selalu berandai-andai. Andai saja hidupnya seperti yang dia harapkan, Andai saja takdir bisa di ubah, andai dia bisa terlahir kembali, andai gadis yang di perjuangkannya ikut berjuang juga, pasti semua ini akan lebih mudah. Sepupu masih bisa menikah, keculi dia dan Bella sedarah atau satu ibu susuan.

"Semua ini akan lebih mudah jika kau mempunyai keingingan kuat untuk mempertahankan semuanya, Bella. Tapi lihatlah dirimu sekarang. Kau pasrah dengan keadaan, padahal jika kau ikut berjuang sepertiku semuanya akan lebih mudah. Kau mengingkari janjimu, janji yang kau buat. Andai waktu itu aku tidak bodoh, maka semua ini tak akan terjadi. Aku tak pernah berhenti berandai-andai karena memang itulah yang harus ku lakukan, menyesali semuanya. Hati ini terlalu sakit, sangat, sangat sakit. Bahkan jika kau merasakannya aku yakin kau sudah terjun ke jurang yang terdalam. Lalu kenapa aku tidak terjun seperti itu? Jawabanya karna aku tidak mau menutup mata dan tak bisa melihatmu lagi tertawa. Jika aku hanya bisa melihatmu tertawa kenapa tidak ku ambil saja. Memang, pada dasarnya hanya aku yang berjuang." Batin Farhel. Dadanya terasa sangat perih.

Laki-laki itu, dia terus berucap di dalam hatinya. Semuanya, semuanya membuatnya hampir gila. Hatinya begitu jahat, tak mau mengikuti perintahnya untuk bisa melepas gadis yang masih terus menghantuinya. Bahkan setiap kali dia mengganti arah pandangnya, bayangan gadis itu muncul seperti kabut yang mengejek bahwa dia adalah lelaki lemah, kalah dengan perasaannya sendiri.

Dia memandangi buku agenda tebal berwarna hitam ditangannya. "Aku akan buang semua kenangan kita yang tertulis di buku ini, Bella. Aku akan melemparnya ke air sungai, maka buku ini akan hanyut dan hilang. Mungkin aku akan ikut hilang jika melihatmu tak tertawa lagi. Aku sudah berusaha untuk bisa menerima kenyataan, tapi apa yang aku dapat? Aku hanya dapat sakit, sakit yang tak terlihat. Aku sudah berusaha berpura-pura di depan mu bahwa aku sudah bisa menerima kenyataan, tapi di belakang, aku seperti manusia yang tertusuk seribu pedang. Mungkin Tuhan hanya menciptakan hati ku hanya untukmu." ucap Farhel seolah-olah ada Bella yang mendengar ucapannya.

Dengan gerakkan tak rela ia membuang buku agenda itu sekuat tenaga ke air sungai. Agenda itu hanyut, dan pergi bersama air Yang mengalir ke arah yang berlawanan dengannya.

:Semuanya mungkin sudah selesai. Aku tak akan berjuang lagi, aku hanya akan melihatmu dibalik bayangan. Mungkin aku akan tetap berjuang, tapi hanya sedikit. Karena tak akan ada harapan lagi atas perjuangan itu."

Tak lama setelah buku itu hanyut dan tak tampak lagi, Kehadiran seseorang membuat Farhel menoleh. Seorang gadis, dengan rambut blonde yang tergerai panjang basah seluruhnya, bahkan air pun menetes dari ujung rambutnya. Pakaiannya basah kuyup, mencetak jelas lekuk tubuhnya.

"Kenapa kau buang buku ini?" gadis itu menyodorkan buku agenda tebal bersampul kulit yang ikut basah seperti dirinya. Walaupun basah, agenda itu masih tampak bagus karna sampulnya terbuat dari kulit asli. Hanya saja kertas-kertas nya sudah menempel satu sama lain karna air.

Farhel memandangi buku agenda dan gadis itu secara bergantian tanpa berniat mengambil buku agenda yang di sodorkan padanya. Tatapannya dingin dan tidak bersahabat. Cowok itu melihat ke langit, melihat ke depan, ke kanan, ke kiri, dan ke belakang, setelah itu dia menatap gadis itu lagi.

"Siapa gadis gila ini? Cuaca sedang cerah dan tidak ada hujan. Lalu kenapa dia basah kuyup seperti habis menceburkan diri ke sungai?" Batinnya.

Gadis itu tetap diam di posisi awal. Dia meletakkan buku agenda yang tidak mau di terima Farhel ke pelukannya. Tentu saja dia bisa membaca pikiran Farhel yang mengatakan bahwa dirinya adalah gila. Awalnya gadis itu sangat terkejut mendengar cowok yang ada di depannya itu berbicara dalam hati, mengatakan bahwa dirinya gila. Tapi setelah dia menyadari bahwa keadaan hati pria itu sangat hancur, dia memakluminya. Tapi tentu saja, baru kali ini dia di perlakukan dengan dingin oleh seorang pria.

Farhel mengalihkan pandangannya, malas melihat gadis itu yang hanya diam sembil menatapnya. Namun, tiba-tiba dia tersentak karena menyadari sesuatu. Dia langsung menoleh ke arah gadis itu lagi, pandangannya langsung jatuh pada buku agenda yang ada di pelukan gadis itu.

"Kau? buku itu Kenapa bisa ada padamu? Aku telah membuangnya tadi. Jangan bilang kalau kau..." ucapan Farhel menggantung ketika gadis itu langsung menjawab,

"ya."

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Farhel tak percaya.

"Aku melihatmu dari sana." tunjuk gadis itu ke arah ujung jembatan. "Aku berenang untuk mengambil buku agenda mu ini. Tadinya aku pikir kau ingin bunuh diri, tapi ternyata kau hanya ingin membuang buku tebal ini ke sungai. Tanpa bertanya pun aku tau buku ini sangat penting untukmu. Ketahuilah, kau memang membuangnya saat hatimu dalam keadaan hancur tapi percayalah saat kau tersadar, kau pasti akan menyesal telah membuang buku yang bahkan kau tidak bisa membuatnya kembali dengan kata-kata yang sama. Aku tau itu, karena aku pernah melakukan hal bodoh yang sama seperti yang kau lakukan. Jadi ambillah kembali buku ini. Simpanlah dan jadikan ini suatu kenangan yang indah. Mungkin suatu saat nanti kau bisa memberikan buku ini pada anak-anakmu kelak, mungkin cerita yang ada di dalam buku ini bisa mengajari mereka agar tidak mengulangi kesalahan yang pernah orang tuanya lakukan." gadis itu tersenyum dan menyodorkan buku tebal itu lagi.

Farhel mengambil kembali agendanya. Karna ucapan gadis itu, dia jadi menyesal telah membuangnya tadi. Agenda itulah catatan penting tentang hubungannya dengan Bella. Tanggal-tanggal penting mereka berdua, kesukaan Bella, catatan-catatan semua tentang gadis itu, dan banyak lagi. Bahkan, agenda itulah yang lebih ingat tentang mereka dari pada dirinya sendiri. Walaupun Farhel menulis catatan yang penting-penting saja, tetap saja buku yang tebal itu sudah hampir terisi penuh karna catatannya itu sudah lama, sudah bertahun-tahun yang lalu.

"Aku Rawzora Dirlien." gadis itu mengulurkan tangannya untuk berkenalan.

Farhel menyambut tangan gadis itu dengan wajah malasnya. "Aku Farhel darwis. Kalau tidak salah kau salah satu anggota R5 yang sedang heboh di bicarakan itu ya?" Farhel hanya memastikan, dia juga cepat-cepat menarik tangannya dari Rawzora.

Rawzora tersentak, bahkan nyaris memekik. Dia membaca semua tentang Farhel saat mereka bersalaman tadi. Yang sangat membuatnya kaget, ternyata cowok yang ada di depannya itu kekasih masa kecil Bella, gadis yang sekarang sudah menjadi sahabatnya. Dia merasakan betapa hancurnya hati Farhel karena mencintai seseorang yang di takdirkan tidak bisa bersamanya.

Rintik-rintik hujan tiba-tiba membasahi kepala mereka berdua. Farhel berlari tanpa pamit untuk pergi ke sebuah kedai kecil di dekat jembatan untuk berteduh, meninggalkan Rawzora yang ikut berlari di belakangnya.

"Kenapa kau berlari seperti orang kesetanan?" Tanya gadis itu setibanya di kedai. 

"Aku benci hujan. Setiap kali aku melihat hujan aku slalu teringat hal-hal yang tidak seharusnya aku ingat." Ucap Farhel mengusap tangannya karna dingin. Dia duduk di bangku kedai, setelah tadi dia memesan dua gelas coklat hangat.

"Aku tau apa yang sedang kau rasakan sekarang." Gadis itu ikut duduk di sebrang Farhel. Dia memperhatikan setiap gerakan Farhel dengan senyuman.

"Bagaimana bisa? Kau pikir kau peramal?"

"aku tau saja. Dulu aku juga mencintai seseorang dan seseorang itu juga mencintaiku. Tapi ada satu hal yang membuatku sangat terpukul, dia dan aku tidak di takdirkan untuk bersama. Sekarang dia sudah tiada, dia lebih memilih mati dari pada harus melihat aku hidup bersama orang lain." Rawzora berbicara sambil memandang jauh ke depan. Dia mengingat masa lalunya yang bahkan tidak mau dia ingat kembali.

"Apa aku harus melakukan hal yang sama sepertinya?"

"Jika kau mati hanya karna itu, berarti kau manusia yang paling bodoh di muka bumi ini."

"Lalu apa yang harus aku lakukan?"

"Cari cinta yang baru."

"Aku tidak bisa. Sudah ku coba tidak bisa." Kata Farhel. Bibirnya mulai bergetar karna kedinginan, hujan semangkin lebat.

"Sebenarnya kau bisa. Hanya saja kau belum rela jika hatimu menerima gadis selain Bella."

"Bella? Dari mana kau tau?" Tanya Farhel kaget, menatap tak percaya gadis itu "kau benar-benar peramal ya?"

"Tentu saja aku tau. Satu sekolah juga tau, bahwa dirimu laki-laki gila yang mencintai sepupunya sendiri. Tapi aku tidak menyangka bahwa masih banyak gadis yang menyukaimu setelah mereka tau betapa gilanya dirimu." Jawab Rawzora santai. 

Farhel tersenyum pahit, mengingat bahwa betapa konyolnya perasaannya itu terhadap gadis bernama Bella. Rawzora yang melihat senyum itu terpaku, gadis itu terpaku oleh lesung pipi yang terukir indah di pipi Farhel, dan juga pancaran mata abu-abu yang berkaca-kaca. Baru kali ini dia menemukan manusia yang tulus dan hanya meminta satu hal pada Tuhan. Farhel hanya meminta untuk terlahir kembali dan hidup kembali tanpa merasakan jatuh cinta pada gadis yang bernama Victoria Bella Darwis.

Farhel menatap Rawzora. "Apa kau tidak kedinginan? Bajumu basah dan ini sedang hujan lebat."

"Aku sudah terbiasa dengan dingin seperti ini. Jangan khawatirkan aku." Ucap gadis itu sambil tersenyum.

•••••

avataravatar
Next chapter