9 sembilan

Mereka berkumpul di dapur. Saling berpandangan satu sama lain itulah yang pertama kali mereka lakukan, tak ada satupun dari mereka mengerti kenapa Rawzora membeli bahan membuat kue sebanyak ini sampai memenuhi meja, padahal mereka tidak tau mau buat kue apa.

"Ruxe, Kenapa kau masih disitu? Mana alat untuk merekam kegiatan kita?" Tanya Rayyen. Dia menutupi kebingungannya dengan wajah dinginnya.

Ruxe tersadar, "Sorry, aku lupa. Aku akan siapkan dulu." Ruxe melenggang pergi untuk mengambil alat perekam.

Setelah kepergian Ruxe, Rayyen memandang satu persatu mereka yang ada di dapur itu. "Kue apa yang mau di buat?" Tanyanya.

Zora menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "berhubung hanya Vidio, kita buat kue yang gampang saja. Tak perlu rasa yang penting penampilannya. Jadi bagaimana kalau kita buat kue bola-bola coklat saja?"

"Bola-bola coklat? Lalu untuk apa bahan sebanyak ini?" Tanya Rayyen tak percaya. 

Zora nyengir. "Lalu kita buat apa?" Tanyanya balik.

"Buat puding Roti Prancis saja. Aku tau cara membuatnya." jawab Rayyen enteng.

Bella yang mendengar itu menggeleng tidak setuju. "Tidak, Rayyen. Itu bukan kue, Itu puding."

"Lalu buat apa? Kasih saranlah. Jadi apa gunanya kau disini?" Ucap Rayyen. Nada bicaranya datar tapi kata-katanya menusuk sampai ulu hati.

"Bagaimana kalau cake coklat tepung tapioka saja? Aku pernah melihatnya. Kalau kalian mau cari saja Resepnya di internet. itu tidak terlalu susah." Celetuk Ruxe, dia sudah kembali dari mengambil Camera.

Mereka berpikir sejenak, tak lama kemudian Rayyen mengangguk dan mereka semuapun ikut setuju. Mereka segera memulai pembuatan kue yang mereka sendiri tak tau akan jadi seperti apa.

Ruxe yang merekam semua kegiatan mereka. Rayyen yang mengambil alih untuk mencampur semua bahan-bahan sesuai yang ada di internet. Ryder bertugas menyiapkan oven. Rayyora dan Rawzora menyiapkan loyang muffin. Sedangkan Bella hanya menunggu jika Rayyen menyuruhnya mengambil barang atau bahan yang di perlukan.

"Hei, kau. Ambil alat untuk mengaduk." Rayyen menyuruh Bella mengambil sendok untuk mengaduk bahan-bahan yang sudah ia campurkan dengan takaran sesuai yang ada di internet. Tak lama Bella kembali dan menyodorkan sendok yang ia ambil.

Rayyen menatap sendok yang disodorkan Bella. "Apa kau satu-satunya kaum Ruzh yang bodoh? Kau menyuruhku mengaduk semua bahan-bahan ini dengan sendok makan? Lalu butuh berapa lama bagiku untuk siap mengaduknya?"

Gadis itu memukul keningnya pelan, menyadari kebodohannya. Dia memang sedang tidak fokus sekarang, mungkin karna gugup atau canggung. Dengan cepat dia mengambil sendok pengaduk untuk Rayyen, takut cowok itu marah lagi padanya.

"Ambilkan santan." pinta Ray lagi. Dengan cepat Bella segera mengambil santan dan menyodorkannya pada Rayyen.

"Kenapa tidak kau tuang?"

"Kenapa harus aku? Kan kau yang tau takarannya seberapa."

"Bukan itu maksudku. Kau memberikan aku santan dengan tempat sebesar itu? Kenapa tidak kau tuangkan dulu ketempat yang lebih kecil tadi? Kau mau kue ini hancur karena kebanyakan santan?" Jika saat ini Rayyen manusia, dia pasti menarik napas berkali-kali untuk berusaha sabar.

"Ya tuhan! Kenapa aku terlihat bodoh sekali di depan Rayyen? Bahkan aku malu untuk menatap wajahnya. Aku masih merasa bersalah karena menciumnya seenak jidat dan malah mengatakan bibirnya begitu lembut." Batin Bella.

Rayyen menangkap aneh perubahan wajah Bella saat gadis itu menuangkan santan ke wadah yang lebih kecil. "Kenapa pipi mu memerah? Jangan bilang karena kebodohanmu sendiri kau mau menangis."

Bella tergagap mendengar itu. Dia cepat-cepat memberikan santan itu ke Rayyen. "Siapa yang mau menangis? Aku tidak secengeng itu." Bantahnya.

Rayyen hanya menanggapinya acuh, dia langsung fokus kembali pada adonan kue yang sempat terhambat prosesnya.

"Siapa yang tau? kau sudah lama hidup berdampingan dengan manusia. Buktinya kau sebodoh ini. Yang aku tau kaum Ruzh selalu hidup mengandalkan pikiran. Kaum ku selalu memuji kaum mu karena kebijaksanaan dan kepintaran kalian. Tapi melihatmu, aku benar-benar tidak percaya bahwa ada kaum Ruzh seperti dirimu." Lanjut Rayyen. Bella pikir cowok itu tak menanggapinya lagi, tapi ternyata dia salah. Di sela-sela kesibukannya dia masih bisa mencela.

"Sebenarnya yang bodoh itu dia atau aku? pipi merah itu di sebabkan karena malu, kenapa dia bilang karena ingin menangis? Dan, apa dia tidak bisa tau bahwa dulunya aku manusia?" Batin Bella.

Bella tidak mau cari ribut, dia hanya diam jika Rayyen mengejek kebodohannya. Ketika semuanya hampir selesai Mereka mulai serius dengan pekerjaan masing-masing. Padahal tadi, tanpa sepengetahuan Rayyen, Rawzora, Ruxe dan Ryder memainkan tepung sampai berserakan di lantai. Rayyora memarahi mereka, sedangkan Bella hanya tersenyum saat Ruxe meletakkan jari telunjuk di bibir menyuruhnya diam, takut jika Rayyen menoleh kebelakang dan mendapati kotornya lantai. Rayyen tidak suka hal-hal yang kotor dan berantakan, dia mencintai kebersihan. Karna bersih lambang berkelas atau tidaknya seseorang.

Mungkin Vidio kelompok mereka banyak yang harus di edit karna Ruxe banyak bermain di sela pengambilan vidio. Untung saja dia bermain saat-saat yang tidak penting.

Setelah semuanya selesai, mereka membereskan semua sampah dan bahan-bahan makanan yang berserakan. Tentunya tidak memakai kekuatan, karna mereka tidak mau menggunakan kekuatan di bumi jika tidak dalam bahaya. Setelah semuanya beres, meraka saling berpandangan lagi. Sekarang giliran mereka bingung mau di kemanakan kue sebanyak ini? Yang benar saja, Rayyen membuatnya sangat banyak, padahal mereka tidak tau rasanya apa.

"Mau di kemanakan semua kue ini?" Tanya Rayyora. Dia baru menyadari bahwa kue yang mereka buat sangatlah banyak. Padahal yang dibutuhkan hanya sepiring saja.

"Kasih sama pengemis saja." Jawab Bella memberi usul.

"Kau sendiri saja tidak tau rasanya apa, Kalau pengemis itu mati apa kau yang mau tanggung jawab?" sahut Rayyen tak terima.

"Kue buatanmu ini sangat cantik. Pasti ada rasa enak walaupun sedikit. Dan pengemis itu tidak akan mati hanya karena memakan kue buatanmu yang tidak enak, kecuali kau menambahi racun di sela pembuatannya tadi." Jawab Bella.

"Terserahmu saja." Rayyen berjalan pergi meninggalkan mereka yang masih bingung di dapur. Dia berjalan ke arah balkon untuk melihat pemandangan malam dari Apartemennya. Tadi saat mereka membuat kue dia tidak sadar bahwa hari sudah gelap. Hanya di bumi dia bisa melihat malam, Di Negri nya hanya ada siang.

"Wow, indah sekali kota ini kalau di lihat dari atas sini." Ucap Bella tiba-tiba. Tadi dia melihat Rayyen pergi ke balkon dan dia tertarik untuk mengikutinya.

Rayyen melirik Bella. "kau seperti hantu. Datang tiba-tiba."

Bella terkekeh. "maaf. Tapi jujur, ini pemandangannya keren."

"Apa kau baru pertama kali melihat pemandangan dari ketinggian?" Tanya lelaki itu tanpa menoleh.

Bella menggeleng pelan. "tidak. Hobby ku panjat tebing. Mana mungkin aku baru pertama kali melihat pemandangan dari ketinggian. Aku hanya kagum dengan lampu-lampu yang cantik."

"Hobby mu aneh." Cibir Rayyen.

"Waktu aku masih kecil, Aku suka memanjat pagar kebun kakek ku dan memanjat pohon untuk mencuri buah-buahan bersama Farhel. Itu menyenangkan." Kata Bella, gadis itu tersenyum mengingat masa lalunya yang lucu.

"Farhel?" Tanya Rayyen memastikan.

"Iya, dia sepupuku."

"dan juga kekasihmu?" Kata Rayyen memastikan lagi.

Bella kaget mendengar ucapan itu. "dari mana kau tau soal itu? Apa kau bisa membaca pikiranku?"

"Bagaimana bisa dia mencintai gadis sebodoh ini? Aku tidak bisa membaca pikiranmu. Apa kau ingat Ryder?"

Bella mengangguk. "aku baru ingat dia tadi."

"Ingat?" Tanya Rayyen tak percaya.

"Iya, tentu saja aku ingat. Dulu dia adalah laki-laki tercantik yang pernah aku lihat. dia tidak ganteng tapi dia cantik. Aku sangat kagum melihatnya. Bahkan aku yang wanita saja tidak secantik dirinya. Aku masih ingat sekali waktu itu saat kami berada di toko bunga, semua orang yang ada di situ pada melihat ke arahnya dengan tatapan kagum. Menyadari itu, aku yang masih kecil jadi malu dan segera pergi meninggalkannya setelah aku memberi 2 tangkai bunga mawar padanya."

"Apa kau tertarik dengannya?" Tanya Rayyen sambil melirik sebentar kearah Bella.

"Tentu saja tidak. Aku menganggapnya abang. Abang cantik yang baik." Jawab Bella.

"Apa kau mau tau satu hal?" Ucap Rayyen dan berhasil membuat Bella penasaran.

"Apa?"

"Bunga yang kau berikan padanya 9 tahun yang lalu masih ada di kamarnya. Masih indah dan segar."

Bella terbelalak kaget. "Ha? Bagaimana bisa?"

"Dia mempunyai kekuatan untuk mengkekalkan tumbuhan, jadi mawar itu abadi dan tidak pernah layu. Di Negri ku dia bertugas sebagai penjaga dan pengatur semua tumbuhan yang ada. Semua tumbuhan menjadi tanggung jawabnya."

"Kalau Rawzora bertugas sebagai apa?"

"Dia bertanggung jawab atas semua hewan."

"Kalau Ruxe?"

"Dia bertanggung jawab atas cuaca."

"Kalau Rayyora?"

"Dia bertanggung jawab atas penjara atau hukuman."

"Lalu kau?"

"Aku bertanggung jawab atas Negri ku dan seluruh makhluk di dalamnya."

"Negrimu? Apa kau menjadi pegawai negri semacam PNS disana?"

Rayyen menatap langit dengan kesal. Dia tidak berniat lagi melanjutkan pembicaraan, dia tersadar bahwa ini sudah bukan dia. Ini efek dari hilangnya detak jantungnya yang pertama untuk gadis itu, jadi tubuhnya tanpa sadar menerima gadis itu.

"Lalu apa tujuanmu ke bumi?" Tanya Bella lagi karna tak mendapat jawaban.

"Kau tidak perlu tau apa tujuan kami. Karna itu tidak menguntungkan dan bukan urusanmu." Ucap Rayyen penuh penekanan. Setelah itu dia berjalan pergi masuk ke dalam, meninggalkan Bella sendiri.

Bella menatap kepergian Rayyen dengan diam, dia memandangi punggung cowok itu yang hilang di balik pintu balkon. Bella melihat ke jam tangan yang ia kenakan. "Sudah malam." Ucapnya setelah tersadar. Dia juga masuk ke dalam untuk berpamitan pada teman-temannya untuk pulang. Tapi dia tidak melihat Rayyen lagi, mungkin cowok itu masuk ke dalam kamarnya.

______________________________________

avataravatar
Next chapter