11 sebelas

Di perpustakaan kota yang besar, dengan waktu yang sama dengan Farhel dan Rawzora. Rayyen dan Bella sedang duduk berhadap-hadapan sambil memegang buku mereka masing-masing dan tak menghiraukan suara hujan yang deras dari luar perpustakaan.

Rayyen membaca bukunya dengan perasaan dongkol karna kehadiran Bella yang sedari tadi mengusiknya. Kehadiran gadis itu membuat kepalanya terasa mengganjal sehingga dia tidak bisa fokus membaca buku sedari tadi.

Dia melirik gadis itu kesal. "Apa kau sebodoh itu? Mana ada makhluk di dunia ini yang membaca buku terbalik."

Bella terkejut mendengarnya, dia melihat buku itu dan baru menyadarinya. "kebodohan apa lagi yang ku lakukan..." Gerutu Bella dalam hati.

"Kenapa kau mengikutiku?" Tanya Rayyen kesal.

"Siapa yang mengikutimu? Kan sudah ku bilang aku tidak sengaja bertemu denganmu disini." Jawabnya enteng sambil memperbaiki bukunya yang terbalik tadi. Sebenarnya dia memang tidak membaca buku itu.

"Lalu kenapa kau duduk di depanku sekarang? Kenapa tidak di tempat lain saja? perpustakaan ini sangat luas dan kau bisa duduk dimana saja selain di depanku." Ucap Rayyen sambil menunjukkan banyak bangku kosong dengan matanya.

"Kenapa? Aku tidak mengganggumu. Anggap saja aku tidak ada disini."

"Tapi kehadiranmu sangat menggangguku," Kata Rayyen sambil melemparkan tatapan sinis ke gadis itu. "Sebenarnya apa tujuanmu ke perpustakaan? Untuk membaca buku terbalik? Atau kau kaum Ruzh spesies terbaru yang bisa baca buku terbalik?"

Bella mendengus, cowok di depannya itu membuatnya mati kutu. "Oke, Aku jujur. Tadi aku melihatmu dari kafe di depan, kemudian kau masuk ke perpustakaan ini. Aku tadi sedang bosan sekali jadi aku menelpon Rawzora untuk mengajaknya pergi, tapi dia tidak menjawab panggilan telponku. Jadi Kebetulan sekali ada kau disini. Kau tidak perlu menganggapku ada, fokus saja membaca. Yang penting ada orang yang aku kenal di dekatku. Aku tidak terbiasa sendiri jika lagi bosan. Biasanya Farhel yang menggangguku tapi tadi dia sedang tidak ada di rumah dan sekarang dia sudah berubah."

"Aku tidak merasa mengenalmu."

"Rayyen..." Bella menyatukan kedua tangannya tanda di memohon pada cowok itu agar tidak do usir.

"Oke, baiklah. Coba carikan buku yang menurutmu menantang untuk ku baca. Aku bosan dengan buku ini." Cowok itu menutup bukunya, kemudian mendorongnya ke tengah meja, tanda dia tidak mau membaca buku itu lagi.

Bella mengangguk semangat. "Tentu. Akan ku ambilkan, tapi kau jangan pergi." Gadis itu berpikir sejenak, kemudian bangkit dari duduknya. Dia berjalan ke rak buku, mencari buku apa yang kira-kira menantang untuk seorang Rayyen.

Langkahnya terhenti ketika dia melihat buku tebal. Bahkan melihat sampulnya saja membuatnya meringis. Dia mengambil buku itu, kemudian berjalan kembali ke tempatnya tadi untuk memberikan buku itu pada Rayyen yang menunggunya.

Gadis itu kembali duduk. Dia menyodorkan buku yang ia ambil tadi pada Rayyen. Seketika itu Rayyen mengusap wajahnya pelan, seolah olah dia frustasi. 

"kenapa kau sebodoh ini?" Tanya cowok itu tak percaya.

"Kenapa? Emang salah ya aku memberi buku ini?" Tanya Bella bingung.

"Kenapa kau memberikanku buku resep masakan?"

"Kau memintaku untuk mencari buku yang menantang untuk kau baca, kan?"

"Iya, Lalu apa hubungannya dengan buku resep masakan ini?"

"Kau yang bodoh, Rayyen. Aku memberikan buku ini karena kau memintaku untuk mencarikan buku yang menurutku menantang untukmu. menurutku kau tidak bisa membuat masakan manusia. Jadi jika kau baca buku ini, pasti kau tidak mengerti dan pusing karena betapa ribetnya campuran bahan- bahan makanan manusia. Jadi menurutku itu menantang untukmu." Jawab gadis itu enteng.

"Bella...." panggil Rayyen lembut.

"Iya?"

"Kau tidak bodoh tapi terlalu pintar!" Rayyen sedikit berteriak, suaranya membuat pasangan di sebelah meja mereka menggerutu karna terganggu di sela sibuknya mereka membaca.

"Rayyen....." panggil Bella pelan nyaris tak terdengar. Gadis itu merasa bersalah, Padahal niat dia memberikan buku itu baik. Rayyen tidak menentukan buku apapun untuk ia ambil, jadi apa salahnya dengan buku masakan yang ia berikan?

"Apa lagi? Kau sudah membuatku kesal. Jadi diam saja disitu. Jangan bergerak, dan kalau bisa jangan hidup." Ucap Rayyen.

Bella mendengus saat tubuh Rayyen berjalan pergi, kemudian kembali sambil membawa dua buku tebal. Dari sampulnya Bella tau bahwa buku itu cerita fantasi. Gadis itu memperhatikan seluruh gerakkan Rayyen sampai cowok itu duduk dan langsung fokus pada bukunya.

"Rayyen," panggilnya, tapi tak ada jawaban dari cowok itu. "Diluar sedang hujan, apa kau suka hujan? Apa di Negri mu ada hujan? Kalau tidak ada ayo kita mandi hujan." Lanjutnya.

"Hal bodoh apa lagi yang akan kau tunjukkan padaku?" Kini Rayyen menatap tajam kearah Bella. Dia kesal karna gadis di depannya itu terus mengganggu.

"Yasudah, kalau gitu aku telpon Ryder saja. Mungkin, dia bisa menemaniku." Gadis itu mengambil ponselnya di dalam tas. Dia mengeluarkan ponselnya, kemudian mencari kontak Ryder yang kemarin sempat ia simpan ketika cowok itu memberikannya. Belum sempat tersambung, ponsel Bella di tarik paksa oleh Rayyen. 

"Kau tidak boleh menelponnya. Dia sedang sibuk." Kata Rayyen. Cowok itu jujur, Ryder memang sedang sibuk karna hari ini adalah jadwalnya mencari pasangan yang sudah di tentukan untuknya.

"Kalau begitu kau yang harus menemaniku sampai malam. Titik tidak pakai koma."

Rayyen langsung menatap nanar gadis itu. "apa kau gila? Bahkan kau bukan temanku. Kau pikir aku ini babu mu? Seenaknya kau menyuruhku menemanimu."

"Aku sudah bilang titik tidak pakai koma. Jadi ucapanku tadi tidak bisa di ubah lagi. Ku mohon, sekali ini saja. Kasihanilah temanmu ini, eh ralat, maksudku temannya teman mu ini."

Rayyen menutup bukunya. "kau mau kemana?"

"Taman hiburan." Senyum gadis itu langsung merekah.

"Taman hiburan? Kau tadi minta mandi hujan dan sekarang kau minta ke taman hiburan? Apa kau tidak melihat di luar sedang hujan? Atau sekarang gantian matamu yang terbalik ke dalam?"

"Kalau begitu, besok saja." Bella menyadari kebodohannya. Taman hiburan mana mungkin tetap buka saat hujan turun dengan lebat.

Rayyen hendak menolak tapi gadis itu langsung memotongnya. "kau harus setuju karna rencana ke taman hiburan ini adalah hutang."

"Tapi yang ku maksud untuk hari ini. Kalau besok, itu sudah lain cerita dan tidak berlaku."

"Dan seorang putra mahkota harus membayar hutangnya. Jika tidak, kau tak pantas untuk gelar itu. Jangan tanya aku tau darimana jika kau seorang putra mahkota, karena aku memang tau sendirinya dari caramu berbicara dan bersikap. Aku tidak sebodoh yang kau pikirkan."

Rayyen diam, ucapan gadis itu tak bisa di bantahnya. Walaupun saat ini dia merasa sedang di bodohi. Sekali saja, pikirnya. Tak akan sulit, setelah itu dia akan mendepak gadis yang mengesalkan di depannya itu ke gurun sahara. Tak perlu mengangguk untuk mengatakan iya pada gadis itu, karna dengan sikap diamnya Bella sudah tau bahwa dirinya setuju.

Dan lagi tanpa dia sadari tubuhnya menerima gadis itu. Jika saat itu bukan Bella mungkin dia sudah meninggalkan gadis itu sejak tadi, sejak gadis itu menarik bangku untuk duduk di depannya.

.......

avataravatar
Next chapter