webnovel

Nikah Kontrak : Kejutan Sang CEO

Apa yang terjadi kalau seorang CEO ganteng tiba-tiba mendobrak pintu hatimu!? Hidup sandra yang suram dan terlilit hutang tiba-tiba berubah ketika seorang pria tampan mendobrak pintu kamar hotelnya! Tanpa basa-basi Sandra langsung ditarik dibalik selimut oleh Nico yang harus bersembunyi dari suruhan pamannya sendiri yang ingin menghabisi nyawanya! Apa yang akan Sandra lakukan ketika Nico memohon untuk bantuannya? Bagaimana Sandra bisa menyembunyikan seorang CEO di rumahnya yang apa adanya? Apakah Nico akan memenuhi janjinya untuk melunasi semua hutang-hutang wanita itu jika Sandra menjadi istri paling manis sedunia bagi sang CEO tersembunyi?

Jelita_Cantika · Teen
Not enough ratings
420 Chs

Kesedihan Di Balik Senyumnya...

Begitu sikap Nico sedikit melunak, Sandra segera mengakhiri aktingnya dan meraih handuk basah untuk menyeka wajah bosnya yang masih dipenuhi noda hitam. Tetapi tubuh dan lengannya yang terlalu pendek membuatnya sulit menjangkau wajah Nico. Melihat pelayan kecilnya kesulitan, Nico dengan perlahan membungkuk untuk memudahkan gadis itu melakukan tugasnya. Tepat ketika Sandra mulai menyeka wajahnya, amarah Nico sedikit demi sedikit lenyap begitu saja.

Setelah wajah bosnya menjadi kembali bersih, Sandra bergegas lari ke dapur. Ia mendapati keadaan dapur yang begitu mengenaskan. Akan membutuhkan waktu lama untuk membereskan kekacauan ini. Benar saja, sudah berjam-jam dirinya membersihkan dapur sendirian. Ia sangat lelah hingga tidak bisa meluruskan pinggangnya.

Sandra melirik jam dinding di dekatnya sudah jam dua belas siang. Ini sudah saatnya makan siang! Dia dengan cepat berlari ke arah bosnya, "Maaf buburnya tidak selamat. Aku akan menyiapkan makanan lain"

Nico hanya mengangguk tanpa berkomentar, meninggalkan gadis itu yang tengah memikirkan menu makanan untuk makan siang.

Beberapa waktu berlalu, suara peralatan masak terdengar saling berbenturan satu sama lain. Suaranya begitu ribut sehingga membuat Nico menjadi gelisah. Ia pun berjalan ke dapur untuk melihat keadaan pelayannya.

Gadis itu memegang spatula dan berdiri sekitar satu meter dari kompor. Ia kebingungan melihat minyak didalam wajan mulai mendidih, bertanya-tanya kapan harus memasukkan mentimun serta telur yang ada di meja. Tunggu dulu, telur dan mentimun?

"Telur dan mentimun? Sebenarnya apa yang ingin kau masak?"

Sandra yang sedang berperang melawan cipratan minyak panas di hadapannya merasa tidak punya waktu untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan itu. Meskipun begitu, sejujurnya Sandra merasa sedikit lega ketika mendengar suara Nico. Seolah-olah melihat seorang juru penyelamat, ia menatap Nico dengan penuh harap.

Sayang sekali, Sandra meminta bantuan kepada orang yang salah. Nico memang ahli dalam menangani semua permasalahan dengan sempurna, kecuali dalam hal memasak, dia tidak bisa melakukannya. Ekspresi wajahnya pun tak jauh berbeda dengan Sandra. Bingung dan kikuk. Dua orang yang sama-sama tidak tahu cara memasak seharusnya tidak hidup bersama.

Melihat wajah Nico yang kebingungan, Sandra memutar matanya. "Jangan bilang...kamu juga tidak bisa memasak?"

Nico melemparkan pandangan sinis ke arah gadis itu. Dia merasa diremehkan oleh gadis yang sebelumnya di caci maki olehnya.

"Bagaimana… bagaimana mungkin?", jawab Nico dengan terbata-bata.

Sandra mengubah pikirannya dan menyadari bahwa dia seharusnya tidak mengajukan pertanyaan seperti itu. Dia seharusnya membuktikan kemampuannya sebagai pelayan. Bukan malah menyudutkan bosnya.

"Haha aku bercanda. Tunggulah di sana, telur orak-arik mentimun akan segera kusiapkan" Sandra tertawa mencoba menutupi rasa takutnya. Melihat minyak berderak di dalam panci, kakinya gemetar.

Jelas sekali bahwa Sandra sangat ketakutan dengan minyak panas. Tetapi dia tidak bisa menunjukkannya di depan bosnya yang pemarah itu. Dia harus bersikap berani! Dipegangnya spatula dengan erat sambil kakinya mendekat selangkah demi selangkah mendekati kompor. Sejauh ini, masih aman.

Sandra dengan cepat mengambil telur di dalam mangkuk dan menuangkannya ke dalam wajan. Tetapi tiba-tiba minyaknya terciprat dan mendarat ke punggung tangannya. Sandra melompat ketakutan, tanpa sadar ia membuang spatula dan melompat ke arah Nico yang berdiri tak jauh darinya. Ia memeluk pinggang pria itu dengan erat seperti gurita sambil berteriak kesakitan.

Nico hanya berdiri kaku sementara gadis kecil di pelukannya menggigil di sekujur tubuhnya seperti kucing yang ketakutan. Dengan perlahan ia mengangkat tangannya dan meletakkannya di punggung Sandra. Menepuk punggungnya dengan lembut mencoba menenangkan .

Selang beberapa menit, Sandra menjadi sedikit lebih tenang. Ketika menyadari bahwa dirinya sedang bergantung dengan sangat konyol pada tubuh bosnya seperti seekor gurita, wajahnya berubah menjadi merah.

Dengan cepat ia menjauh dari tubuh Nico, menatapnya dengan ekspresi penuh rasa bersalah. "Maaf. Aku mengaku kalau tak bisa memasak.", Sandra mencoba sedikit tertawa untuk mencairkan suasana yang canggung.

Nico melihat keadaan yang masih kacau di dapur dengan tatapan putus asa. Tentu saja dia tahu bahwa gadis ini tidak bisa berbuat apa-apa. Jika dia terus membiarkannya tinggal di dapur, rumah ini bisa hancur!

"Sudahlah. Kita ke restoran saja", kata Nico mencoba bersikap tetap santai.

Sandra menghela nafas lega. Bosnya memang sedikit dingin, tetapi dia memiliki pemikiran yang rasional dan solutif di saat kritis.

"Baik! Kita tidak perlu keluar, kita pesan melalui jasa pesan antar makanan saja!", Sandra meraih ponselnya, bersiap untuk memesan makanan.

"Tidak usah. Aku berencana meminta bantuanmu untuk membeli pakaian dan kebutuhan sehari-hari juga.��, ujar Nico sembari berjalan ke ruang tamu untuk mengambil kertas dan pulpen. Jari-jarinya yang ramping dengan cepat menuliskan daftar barang yang dia butuhkan. Penulisannya sangat detail, hingga menyebutkan merek, warna dan ukuran dari masing-masing barang dengan spesifik.

"Hm baiklah", Sandra mengambil daftar belanja itu dan mempelajarinya sambil berjalan. Ketika dia menyadari bahwa semua hal yang ditulis oleh Nico adalah barang mewah dengan harga yang sangat mahal, ia menatap bosnya dengan linglung. Dengan uang yang dimiliki Sandra saat ini, mungkin ia hanya mampu membeli satu celana dalam dari daftar belanja yang cukup panjang itu.

Dengan perasaan khawatir, Sandra mengalihkan pandangannya ke luar jendela yang menampakkan pemandangan di seberang jalan. Ia melihat toko di seberang yang menjual barang imitasi. Ya, semua barang yang dijual disana adalah barang tiruan dari merek terkenal. Meskipun berbeda secara kualitas, namun secara fisik barang disini tidak jauh berbeda dengan versi aslinya yang tentu saja jauh lebih mahal. Hehe!

Sudut mulut Sandra sedikit naik. Dia bangga dengan rencana yang telah ia buat dan berlari dengan riang.

Di toko, Sandra menunjuk ke arah pakaian di rak dengan sangat bangga.

"Setelan ini, dasi ini, dan deretan celana dalam ini, semuanya aku beli.", ujarnya dengan semangat.

Pelayan toko sangat senang karena jarang bertemu dengan orang yang membeli barang di tokonya tanpa menawar. Sandra memegang banyak barang di tangannya, dengan total biaya tidak lebih dari tiga ratus ribu. Ia membawa barang-barang itu dengan perasaan puas sambil tak henti-hentinya memuji kecerdasannya sendiri. Tak lupa, ia pun berhenti di sebuah restoran, memesan beberapa hidangan untuk dibawa pulang.

Sesampainya dirumah, Sandra segera menyajikan makanan yang telah dibelinya untuk bosnya.

"Bagaimana? Enak?"

Duduk dengan saling berhadapan di meja makan, Sandra tak henti-hentinya mengajak bicara bosnya yang masih mengunyah makanan. Gadis itu sangat suka berbicara bahkan ketika sedang makan. Berbagai kata terus keluar dari mulut mungilnya. Sementara Nico terus mengunyah makanannya, sama sekali tidak memedulikan gadis cerewet yang terus mengoceh di hadapannya.

Melihat sikap dingin bosnya itu, Sandra merasa kesal. Pria itu benar-benar tidak menghargai usahanya. Sandra mencibir dan terus bergumam di dalam hatinya. Merasa sangat tidak puas dengan perlakuan dingin Nico, meskipun dirinya telah berusaha keras untuk menyenangkan hatinya.

Ponsel Sandra yang tergeletak di meja makan tiba-tiba berdering. Gadis itu melirik nama yang tertera di layar ponsel, mencari tahu siapa yang sedang mencarinya. Ternyata itu ibu tirinya. Sandra tidak terlalu terkejut, ia tahu apa yang ingin dibicarakannya. Pasti soal apa yang terjadi semalam.

Nico masih mengunyah makanannya dengan sungguh-sungguh, namun matanya beberapa kali tertuju Sandra yang enggan meraih ponselnya. Terlihat jelas rasa gugup dari raut wajah gadis itu. Ia masih membiarkan ponselnya berdering dalam waktu yang cukup lama.

Beberapa saat kemudian, Sandra memberanikan diri untuk mengangkat telepon dan meletakkannya di telinga. "Ya, ibu. Ada apa?", suaranya sangat berbeda dengan biasanya. Begitu lirih dan sedikit bergetar.

"Sandra, bagaimana semalam? Apakah semua baik-baik saja?"

Di kediaman keluarga Hartono, Kalina, ibu tiri Sandra, tengah duduk di sebuah sofa panjang, sambil memegang secangkir teh di tangannya dengan elegan. Senyuman di wajahnya terlihat sangat menenangkan. Seperti seseorang berhati lembut

Sandra menelan ludahnya. Ia mencoba membuka mulutnya, beberapa kata berhasil keluar meskipun terdengar dengan sangat lirih.

"Maaf, ibu. Aku tidak berhasil menemui pria itu"

...............