4 Gadis ceroboh itu...

Berdiri di balik pintu kamar tidur, Nico mengintip melewati celah pintu dan melihat Sandra sedang tidur nyenyak di sofa ruang tamu. Sofa itu berukuran kecil dan dipenuhi dengan boneka Hello Kitty. Membuat Sandra harus berbaring dengan satu kaki menyentuh lantai, dan memegang boneka dengan tangannya. Meskipun tertidur di sofa yang begitu sempit, gadis itu nampak tidur dengan pulasnya. Sulit dipercaya bahwa gadis yang tidur dengan manisnya itu sempat berebut tempat tidur dengannya dan bahkan menarik paksa tubuhnya beberapa saat yang lalu.

Nico merasa damai melihat pemandangan ini. Senyuman kembali muncul di wajahnya ketika memperhatikan wajah lucu Sandra yang sedang tertidur pulas. Ia pun menutup pintu dengan rapat dan kembali berbaring di tempat tidur untuk mencoba menutup matanya.

Keesokan harinya...

Sinar matahari menyeruak masuk dari balik jendela hingga tepat mengenai wajah Nico. Setelah beberapa kali mengusap matanya, Nico pun bangun dari tidurnya dan berjalan keluar dari kamar tidur. Diliriknya jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan pagi. Ia mengarahkan pandangannya ke sofa yang kini hanya ada beberapa boneka tergeletak di atasnya. Seisi ruangan dalam keadaan sunyi.

Tiba-tiba, Nico mencium aroma masakan dari arah dapur. Ia mengerutkan kening dan berjalan mengikuti aroma itu. Rasa cemas menyelimuti dirinya, terutama ketika ia menyadari bahwa bukan aroma masakan harum dan menggugah selera yang diciumnya, tetapi aroma...

DUAR!

Begitu sampai di depan pintu dapur, Nico disambut oleh suara ledakan disusul dengan asap hitam tebal melayang ke arahnya. Membuatnya tersedak hingga terbatuk-batuk dan tak bisa membuka mata. Di udara, puing-puing terbang secara acak, mengenai wajahnya hingga ke lengannya yang sedang terluka. Nico mendesah kesakitan dan dengan cepat melarikan diri kembali ke arah ruang tamu.

........

Sandra turun dari lift ambil menyenandungkan sebuah lagu dengan membawa sebuah kantong plastik berisi makanan di tangannya. Ia telah mempelajari cara membuat bubur sepanjang malam dan akhirnya menyadari bahwa membuat bubur itu tidak sulit. Cukup masukkan bahan-bahan ke dalam panci yang sudah dipanaskan saja, lalu tinggal tunggu sampai matang. Sandra yang merasa sangat cerdas diam-diam memuji IQ-nya myang menurutnya cukup tinggi.

Dia juga sempat berpikir bagaimana jika hanya ada bubur dan tidak ada makanan lainnya? Sandra sadar diri, mengetahui bahwa dia pasti tidak terbiasa makan makanan yang dia masak, jadi dia berinisiatif untuk membeli makanan dari luar. Ia tidak sabar untuk pulang dan mendapatkan pujian dari bosnya karena berhasil membuatkannya sarapan. Mungkin bosnya itu akan merasa senang dan akan menaikkan bayarannya, haha!

Sesampainya di depan pintu kamarnya, Sandra mengambil kunci untuk membuka pintu. Namun ketika pintu terbuka, ia melihat pemandangan yang membuat matanya terbelalak. Sesosok pria sedang berdiri di tengah ruangan sambil berusaha mengusap wajahnya yang menghitam. Ditambah lagi ada asap mengepul muncul dari atas kepalanya. Ada apa ini?

Apakah ini Bos manja dan angkuh yang kemarin? Bagaimana ini bisa terjadi? Apa yang dia lakukan? Berbagai spekulasi mengusik kepala Sandra.

"Apa yang kamu....? Bagaimana kamu...?", karena masih terkejut, Sandra tidak bisa merangkai kata dengan sempurna. Ia kemudian meletakkan makanan yang dibelinya di atas meja dengan perlahan, berusaha untuk menahan tawanya. Bagaimana tidak? Wajah tampan bosnya kini tertutup sepenuhnya dengan abu hitam, rambutnya yang rapi pun berubah menjadi ikal dan acak-acakkan lengkap dengan asap keluar di atasnya.

Sandra dengan cepat berlari ke kamar mandi untuk mengambil handuk basah dan segera menyerahkanya kepada Nico yang tengah menatapnya dengan penuh kekesalan. Ia sama sekali tidak menyangka gadis yang kemarin mengobati lukanya ini ternyata benar-benar bodoh. Hanya membuat bubur saja ia hampir meledakkan seisi rumah! Jika bukan karena refleknya yang begitu cepat untuk menghindar, wajah Nico mungkin sudah tertimpa tutup panci presto yang terbang ke arahnya.

"Kau... Kau dipecat.", geram Nico yang masih berusaha keras untuk mengendalikan emosi. Dia tahu bahwa dia telah memilih orang yang salah. Gadis ini sama sekali tidak cocok untuk melayani orang lain. Lupakan gerombolan preman yang mencoba membunuhnya di luar sana, apabila terus tinggal bersama gadis itu, tak lama lagi ia juga pasti akan terbunuh!

"Dipecat? Mengapa? Kamu..eh...Tuan...Bos... Anda bercanda kan?", ucap Sandra terbata-bata. Ia memandang lelaki di hadapannya dengan gugup. Tak disangkanya bahwa Nico akan menjadi semarah itu. Bukankah tadi malam semua baik-baik saja? Selain itu, Sandra benar-benar tidak merasa bahwa dia telah melakukan kesalahan. Bagaimanapun ia telah berusaha sepenuh hati untuk menyenangkan hati bosnya itu.

"Kenapa?", Nico mencibir. Jika saja ia tidak berpegang teguh pada prinsipnya untuk tidak pernah memukuli wanita, gadis ini akan tewas dengan menyedihkan hari ini.

"Apa kau tidak punya otak hah? Siapa yang mengajarimu untuk meninggalkan masakan dengan api yang masih menyala? Apa kau tahu kalau kau telah membahayakan hidup orang lain?!"

Nico sangat marah sampai berbagai kata-kata hinaan keluar dari mulutnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia merasa begitu sengsara.

Sandra masih belum sepenuhnya memahami situasi yang terjadi. Sejak kecil, ia tidak pernah ke dapur. Ia bahkan menghabiskan waktu yang lama hanya untuk belajar cara mengoperasikan pressure cooker. Mana mungkin dia tahu bahwa akan terjadi kecelakaan? Kini bosnya marah besar, ia pun bingung harus melakukan apa.

Sandra bertanya-tanya dalam hatinya. Bagaimana ia harus membujuknya? Bagaimanapun, Nico adalah satu-satunya jalan keluarnya dari masalah hutang. Ia tidak bisa melepaskan pria ini begitu saja. Sandra akhirnya mendapat ide. Air mata keluar mengalir dari matanya, ia mulai membuka mulut dan menangis sejadi-jadinya.

"Maafkan aku, maafkan aku, aku tidak bermaksud begitu!"

Sandra menangis sambil menutupi wajahnya, sesekali ia mengintip reaksi Nico secara diam-diam melalui celah di antara jari jemarinya. Ketika melihat bosnya masih mengerutkan kening dengan alis yang masih naik ke atas, ia sengaja menaikkan suara tangisnya.

"Jika kamu benar-benar membenciku dan berpikir bahwa aku terlalu bodoh untuk menjadi pelayan, maka kamu boleh pergi! Tidak masalah jika aku tidak dibayar"

Setelah itu, Sandra berlari dan menyerahkan kartu bank di dompetnya kepada Nico. "Ini semua uang tabungan yang aku punya. Ada sekitar tujuh juta di dalam rekening itu. Ambillah sebagai ganti rugi", ujarnya sambil masih terisak.

Dahi Nico menjadi semakin mengkerut. Ganti rugi dengan uang? Dalam jumlah sekecil itu? Uang sama sekali tidak ada artinya di mata Nico. Meski begitu, dia tidak menyangka bahwa Sandra akan menangis dan bahkan menyerahkan tabungannya. Dia tahu betul seberapa pentingnya uang di mata gadis itu. Sebenarnya, dia tidak bermaksud untuk mempermalukannya. Ia hanya terbawa emosi sehingga mengatakan hal yang menyakitkan. Kalau dipikir-pikir sekarang, kejadian ini bukan sepenuhnya salah Sandra. Ia seharusnya memastikan terlebih dulu apakah gadis ini bisa memasak atau tidak. Lagipula tidak semua gadis di dunia ini harus pandai memasak.

Nico melambaikan tangannya, "Baiklah, lupakan saja". Suaranya menjadi sedikit lebih tenang.

Sandra menghela nafas lega. Tampaknya tidak ada pria yang tahan melihat air mata wanita. Bahkan pria angkuh dan dingin seperti Nico sekalipun bisa ditaklukkan. Bagus, Sandra telah menemukan senjata ampuh untuk menghadapi bosnya yang sombong dan manja ini.

"Benarkah? Aku benar-benar dimaafkan?", ia dengan cepat menyeka air matanya, memandang Nico dengan mata masih berkaca-kaca.

"Ya". Wajah Nico masih menunjukkan kekesalan, tapi sepertinya ia baru saja menyadari bahwa sulit untuk mempertahankan amarahnya terhadap gadis ceroboh itu.

..............

avataravatar
Next chapter