Bibi penjual tiket itu masih tersenyum. Ia menggeleng, lalu langsung memegang tangan Song Ran dan menjelaskan, "Itu tidak bisa, gadis kecil. Bukankah ini penipuan? Jika direktur kami tahu, beliau pasti akan memarahi saya. Tidak bisa."
Song Ran membatin, Orang-orang di tahun 1980-an tidak bisa mengatur peraturan sesuai keadaan. Mereka tidak fleksibel sama sekali. Ia cepat-cepat menyerahkan toples besar buah plum Yanjin dan berkata, "Bibi, ini direndam oleh pembantu kami sendiri dan rasanya sangat enak. Aku memberikannya untukmu."
Bibinya memandang Song Ran dengan tatapan datar. "Gadis kecil, jangan menyogokku. Ini tidak akan mungkin dilakukan. Kami memiliki peraturan, jadi jangan menyulitkan Bibi," terangnya. Kebetulan seorang turis yang datang untuk membeli tiket. Bibi penjual tiket pun mengembalikan uang sepuluh Yuan itu pada Song Ran dan berkata lagi, "Gadis kecil, jangan menghalangi jalan. Ada orang lain yang ingin membeli tiket."
Song Ran meremas tiket, memegang toples prem, dan membawa sekantong roti rubi di pergelangan tangannya. Ia telah mengira bahwa rencana itu tidak akan berjalan mulus. Di era ini, peraturan ternyata lebih penting.
Di seberang loket tiket, ada pohon dedalu besar di seberang jalan kecil. Song Ran berdiri bersandar di batang pohon itu sambil menatap ke arah bibi di jendela kecil loket. Bibi itu sangat keras kepala sehingga mengabaikannya.
Song Ran terus berdiri seperti ini sampai siang. Setelah ia melihat bahwa loket tiket kembali kosong, ia terus mencoba lagi untuk merayu. Ia mencoba menurunkan postur tubuhnya dan menatap bibi penjual tiket dengan sedih. "Bibi, bisakah mengambil tindakan lain untuk sesaat?" tanyanya.
Song Ran bukannya tidak memberi uang, melainkan hanya memberikan uangnya terlebih dahulu. Ia hanya ingin meminta bibi itu untuk bekerja sama dengan berakting. Apakah itu begitu sulit?
Bibi itu kembali menurunkan tangannya dan dan hati Song Ran tenggelam melihatnya. "Gadis kecil, jangan menyulitkan bibimu, oke?" pinta bibi itu. Di belakang Song Ran, seseorang ingin membeli tiket.
Song Ran bergumam, Lebih baik gagal di awal. Ia hanya bisa memegang toples prem dan membawa rotinya kembali ke bawah pohon dedalu besar. Ia berdiri sepanjang pagi hingga merasa lapar dan lelah. Untungnya, ia membawa sekantong roti dan berpikir untuk pergi. Song Ran mengambil sepotong kecil roti dan memasukkannya ke mulutnya. Roti itu kering dan keras, padahal ia tidak membawa air. Wajahnya seketika memerah dan ia hanya bisa terus menepuk dadanya. Ia terbatuk sambil memegang batang pohon. Kejahatan apa yang membuatnya menderita begini?
Bibi penjual tiket di jendela loket itu akhirnya tertawa terbahak-bahak. Lalu, seorang wanita paruh baya yang mengenakan pakaian lengan merah masuk ke loket sambil berteriak, "Direktur Li, apa yang kau tertawakan?"
Bibi penjual tiket itu menunjuk ke arah Song Ran dan memberitahu soal masalah itu. Petugas keamanan tersenyum dan berkata, "Oh, direktur. Kau bisa saja membantunya."
Bibi penjual tiket berkata sambil tersenyum, "Aku ingin melihat berapa lama dia bisa bertahan."
Pada sore hari, cuaca sangat panas dan Song Ran mulai limbung. Tumitnya mati rasa dan ia tidak bisa bertahan lagi. Ia hanya bisa duduk di akar pohon. Tidak ada angin sama sekali selama tiga hari yang terpanas tahun ini. Song Ran sudah terengah-engah dan ia merasa tenggorokannya sangat kering.
Setelah tidak ada lagi orang di dekat jendela loket, Song Ran datang dan meminta untuk berdiskusi kembali. Bibi penjual tiket itu menyambutnya dengan wajah dingin dan sepertinya tidak ada jalan untuk berdiskusi. Ia memegang toples besar dan duduk di bawah pohon dedalu besar sambil meratap dalam hati.
Satu tiket hanya seharga tiga Yuan dan jika membeli untuk dua orang, maka harganya jadi 6 Yuan. Masalahnya, gaji Gu Jingxing hanya 30 Yuan sebulan. Song Ran dulu tidak mengerti sehingga ia menghabiskan begitu banyak uang orang lain. Namun, sekarang ketika hati nuraninya menyadari bahwa ia ingin menghabiskan uang untuk Gu Jingxing, ia tidak bisa.