webnovel

Malam Pertama

Hari pertama di Hogwarts, Arel memiliki kesan yang bagus untuk ini, setelah sekian lama dia akhirnya memiliki hal-hal yang membuatnya tertarik.

Hantu, lukisan dinding, tangga yang bergerak dan mungkin masih ada banyak yang belum terungkap.

Di depan jendela kamarnya, Arel duduk bersandar sambil bermain dengan Thea si kucing, bagaimanapun ini adalah malam hari setelah perjamuan, Arel tidak mungkin melepaskan waktu untuk bermain dengannya.

Ada asrama laki-laki lewat tangga kiri dan asrama perempuan melewati tangga yang kanan, tiap kamar disediakan untuk empat siswa dan Arel mendapatkan kamar bersama Harry, Ron dan Neville.

Sekarang setelah semua pengenalan Percy selesai, siswa-siswa baru mulai menjelajah ruang rekreasi besar sebelumnya, dengan mata yang penuh semangat, mungkin akan lama untuk mereka benar-benar tertidur.

Dan untuk Arel? Dia lebih memilih bermain dengan Thea daripada melihat-lihat, dia tidak terlalu tertarik dengan ruang rekreasi yang begitu saja, dia hanya perlu melihat sekali dan akan ada gambaran besar tentang ruangannya.

Arel adalah orang yang memiliki ingatan baik, bukan karena bakatnya, tapi itu karena kebiasaannya yang memaksanya untuk mengingat detail-detail kecil.

Kursi empuk, meja, papan buletin, poster dan masih banyak lagi hal yang diingat Arel.

Meong

Suara Thea datang membangunkan Arel dari lamunannya, Thea sepertinya mendesaknya untuk memberikan makanan lagi.

Arel tersenyum mengeluarkan potongan ayam yang disembunyikan di balik jubahnya, hanya dengan Thea dia akan tersenyum dengan santai.

Dan bagaimana Arel bisa mendapatkan makanannya? Tentu saja itu dari jamuan makan sebelumnya, dari begitu banyaknya makanan, tidak akan ada yang memprotes Arel untuk beberapa potong ayam.

Sekian waktu berlalu perlahan, Arel menikmati waktu berduaan dengan Thea, melihat pemandangan di balik jendela.

"Arel?" Suara yang datang sepertinya terkejut tidak menduga adanya Arel.

"Pengganggu datang." Bisikan lemah dengan rasa keluhan lepas dari bibir Arel.

"Hah? Apa? Bisa kamu katakan lagi?" Orang itu sepertinya mendengar suara kecil Arel.

Arel berbalik dan melihat Harry, dia menatapnya dalam diam, 'Sepertinya Harry memiliki kesadaran yang baik.'

"Bisakah kamu mengulanginya?" Tanya Harry dengan sedikit nada tidak pasti, bagaimanapun Arel sebelumnya hanya berbisik dan tidak ada cara bagi Harry untuk memastikan apakah Arel berbicara atau tidak.

Arel hanya melihat Harry, dia sebenarnya tidak terlalu berminat untuk memiliki interaksi dengan siapapun.

Mata yang bertemu mata membuat kontes menatap, yang satu memiliki mata acuh dan satu lagi memiliki mata ketidakpastian.

"Haaa…" Arel menyerah, menghela nafas dan hanya menjawab dengan gelengan kepala.

Bukan karena Arel merasa kasihan, itu hanya karena Arel merasa Harry adalah orang yang merepotkan jika diabaikan, jadi dia akan dengan terpaksa mengikuti arus Harry, lagi pula tidak ada salahnya untuk merespon.

"Oh…" Harry menerimanya dengan santai, dia sepertinya sudah sadar dengan respon Arel yang kurang dan tidak begitu mempermasalahkannya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Harry.

"Tidak ada." Jawaban Arel datang dengan singkat, dia terlalu malas untuk berbicara dan menatap Thea di sampingnya.

"Oh… Thea." Harry segera melihat Thea setelah mengikuti pandangan Arel, "Jadi, kamu sedang bermain dengan Thea."

'Ya, ya.' Arel hanya menyetujui dalam pikirannya.

"Kamu tidak keluar sebelumnya, Arel?"

"Tidak tertarik."

"Kalau begitu, tidak tidur?"

"Tidak mengantuk."

"Aku juga tidak mengantuk."

Arel menatap Harry sekali lagi, dia mendapatkan kesimpulan bahwa anak ini adalah anak yang baru keluar dari sangkarnya, sangat merepotkan.

Harry melangkah mendekati Arel, duduk di sebelahnya.

"Aku tidak bisa tidur." Ungkapnya kembali, "Aku tidak pernah berpikir aku akan bisa datang ke Hogwarts."

"Aku tinggal bersama paman dan bibiku juga anak mereka, mereka sangat menentangku."

"Undangan Hogwarts datang, namun itu disingkirkan oleh pamanku."

"Hari berikutnya, undangan kembali datang, aku berusaha untuk menyembunyikannya dan ingin membacanya, tapi itu masih tertangkap."

"Hmm?" Harry sepertinya sadar bahwa dia mulai mengoceh, "Maafkan aku."

Melihat mata Harry, ada kesedihan di sana, "Lanjutkan."

Harry yang melihat Arel tidak mempermasalahkannya dan memintanya untuk melanjutkan, merasakan kehangatan di hatinya, tanpa disadari benih persahabatan akan muncul di hari pertama.

"Hari berlalu, semakin banyak undangan Hogwarts datang, sampai suatu hari, surat muncul dari cerobong asap, itu banyak, sangat-sangat banyak hingga memenuhi rumah."

"Pamanku yang kesal memilih untuk pindah, pindah ke tempat yang jauh dimana dia merasa Hogwarts tidak akan menemukannya."

"Sampai saat itu, 31 juli, Hagrid datang kepadaku, mengungkapkan semua kebenaran yang tersembunyi dariku."

"Menyatakan bahwa aku adalah seorang penyihir, dan sudah waktunya bagiku untuk datang bersekolah di Hogwarts."

Cerita Harry berlanjut menceritakan tentang pengalamannya saat melewati Leaky Cauldron, berbelanja di Diagon Alley, mengambil uang di Bank Gringotts dan masih banyak lagi.

"Hingga akhirnya aku bisa datang ke sini, aku benar-benar tidak menduganya." Harry tersenyum, melupakan kesedihan awalnya dan mulai mengingat semua hal yang menyenangkan sejak berkenalan dengan dunia sihir.

"Kalau begitu, Harry." Arel yang mendengarkan cerita Harry telah sampai di titik puncak, menyelanya dengan nada yang penuh kedamaian, "Kamu harus menghargainya, jangan melupakannya, ada alasan mengapa itu membekas di hatimu, karena itu adalah langkah pertamamu untuk berjalan, bersyukurlah."

Harry mendengarkan, walaupun tidak begitu mengerti dengan kata-katanya, tapi Harry masih mendengarkan, Arel adalah orang pertama yang mendengarkannya bercerita panjang, dia sangat senang.

Waktu berlalu, hingga akhirnya Harry mengundurkan diri untuk pergi tidur, Arel bangun dari duduknya dan meletakkan Thea yang tertidur ke kasurnya.

"Malam pertama, kupikir sudah waktunya aku akan melihat-lihat." Bisik Arel kepada dirinya, dia memiliki kebiasaan untuk melihat lebih banyak, walau betapa bosannya dia, dia akan menyempatkan waktu untuk menilai sekelilingnya.

— — —

Keluar dari balik lukisan nyonya gemuk, Arel tidak khawatir dengan dilihat oleh nyonya gemuk, lagi pun cacat yang paling jelas dari lukisan adalah ruang pikirnya, mereka tidak bisa menerima hal yang lebih dari dirinya, itulah kesimpulan yang didapat Arel setelah melihat begitu banyak lukisan.

Melihat lorong panjang yang kosong di depannya, hanya ada lukisan nyonya gemuk di sini, Arel berpikir bahwa ruang masuknya begitu unik.

"Menilai dari perjalanan sebelumnya, ini adalah lantai tujuh dan berada di sisi timur, kupikir jika aku akan pergi ke tangga, itu melewati lorong depan lalu belok kiri."

Arel mulai melangkah, dia terus menjaga kewaspadaannya terhadap lingkungan sekitar, alangkah baiknya jika tidak ada yang namanya jam malam, dia tidak perlu repot-repot untuk bergerak dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi.

Berbelok ke kiri sesuai jalur yang diingatnya, dia melihat persimpangan jalan.

"Jika ke tangga, itu adalah sebelah kanan, bagaimana dengan lurus?" Arel berdiri diam berpikir, "Tempat mana yang ingin aku lihat?"

Arel sepertinya lupa memutuskan tujuan turnya di malam hari, "Kupikir aku akan menuju lantai tiga." Hingga dia mengingat peringatan Profesor Dumbledore, dia memutuskan ke tempat yang berbahaya, selalu ada perasaan tidak nyaman baginya jika bahaya membayangi hidupnya, walaupun dia yakin dengan penjagaan di sini, masih lebih baik untuk melihatnya sendiri.

Berjalan ke kanan menuju tangga, melangkah perlahan tanpa suara, merasakan sekelilingnya untuk menghindari mata, dia berjalan.

Tapi, tubuhnya membeku saat menapakkan kaki di depan tangga, dahinya berkerut dalam, hatinya tegang, Arel tidak menyadarinya sebelumnya.

Dia tidak siap, ada sesuatu di depannya, dia tidak tahu apa itu.

Itu seperti hantu, namun tidak transparan.

Auranya berbeda, dia tidak membawa perasaan kematian.

Sesuatu, dan itu aneh.

Tubuhnya kecil, wajahnya membuat ekspresi kenakalan, mulut lebar yang terlihat menyebalkan dan pakaiannya yang berwarna cerah, itu sangat kontras dengan sifat hantu transparan.

Arel tidak bergerak, dia menatap makhluk di depannya, berpikir cepat dengan otaknya.

Makhluk itu yang telah ditatap oleh Arel, membalas tatapan Arel.

Melihat tatapan mata makhluk di depannya, Arel merasakan firasat yang buruk, dan tidak hanya buruk, tapi sangat buruk.

"Seorang siswa keluar malam?" Suaranya yang nakal begitu menggoda, "Ada siswa yang keluar malam, seorang siswa keluar malam." Dia berteriak, sangat keras hingga membuat gema di sepanjang lorong.

"Brengsek." Arel berbalik dan berlari tanpa penundaan setelah teriakan makhluk itu.